Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Nando
TRIBUNNEWS.COM, BANGKINANG - Korban meninggal terkena ledakan Meriam Lelo bertambah.
Satu korban luka akhirnya meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit Syafira Pekanbaru, Rabu (9/5/2018) malam.
Adalah Rafika Alni, 16 tahun, warga Desa Gunung Sahilan Kecamatan Gunung Sahilan.
Saat kejadian, pelajar yang diketahui Siswa SMK Negeri 1 Gunung Sahilan itu mengenakan seragam Pramuka.
"Meninggalnya sekitar jam 9," kata Wilham, seorang warga ketika dikonfirmasi, Rabu malam.
Sampai pukul 23.00 WIB, jenazah masih di RS Syafira dan siap-siap dibawa ke rumah duka di Gunung Sahilan.
Menurut Wilham, nyawa korban tak terselamatkan diduga karena pendarahan yang sangat parah di paha sebelah kirinya.
Diketahui, paha almarhum sobek terkena pecahan Lelo.
Sebelumnya, seorang warga, Ikram (38), warga Kelurahan Lipat Kain Kecamatan Kampar Kiri, meninggal di tempat insiden pagi itu.
Baca: Akui Ada Uang Pengesahan untuk APBD 2017, Zumi Zola: Saya Cuma Dapat Laporan
Sehingga korban meninggal menjadi dua orang.
Sedangkan tiga korban yang mengalami luka masih dirawat intensif di RS Syafira.
Camat Gunung Sahilan, Dedi Herman membeberkan perihal kronologis peristiwa meledaknya Meriam Lelo di kawasan Istana Darussalam Kerajaan Rantau Kampar Kiri Gunung Sahilan.
Saat itu sedang dilaksanakan kegiatan memperingati 1 tahun Raja Gunung Sahilan HMT Nizar Yang Dipertuan Agung, Rabu (9/5/2018) pagi.
Dedi Herman yang ditemui di RS Syafira Pekanbaru menjelaskan, dia turut mengantarkan para korban untuk mendapatkan perawatan.
Saat itu ia ikut dalam arak-arakan kerajaan, tepat berada di belakang rombongan Raja.
Rutenya dari kantor desa menuju ke Istana Kerajaan.
"Kami kan sama rombongan Raja, sama Pak Kapolres, sama UPIKA. Dari kantor desa menuju Istana. Sampai di sana disambut silat, mau masuk gerbang kerajaan. Bersamaan dibunyikan meriam itu," ujar dia.
Tak lama setelah ledakan meriam, terdengar teriakan minta tolong yang minta didatangkan ambulance.
Saat itu, jarak antara rombongan kerajaan dengan lokasi peledakan meriam sekitar 30 meter.
"Kira kami ada yang jantungan. Rupanya meriam itu pecah, serpihan itu yang beterbangan melukai masyarakat yang menonton," jelas Dedi.
Dedi mengatakan acara kebesaran raja semacam itu memang rutin digelar. Minimal sekali setahun.
"Acara kebesaran kerajaan, memang secara adatnya harus dibunyikan, minimal sekali setahun digelar," paparnya.
Sementara itu Meriam Lelo tersebut, merupakan peninggalan kerajaan sudah secara turun-temurun.