TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses perhitungan suara Pilkada Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara, berakhir kisruh.
Diduga ada mobilisasi massa untuk membuat kegaduhan Pilkada Taput yang sudah berjalan dengan aman sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU).
Kuasa hukum paslon nomor 1, Nikson Nababan-Sarlandy Hutabarat, Roder Nababan menyesalkan lambannya aparat penegak hukum dalam mengamankan proses Pilkada Tapanuli Utara.
"Kasus ini harus segera ditindaklnjuti. Ini ada apa? Kenapa aparat penegak hukum belum menindaklanjuti dan menangkap pelaku, serta aktor intelektualnya," tegas Roder dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (2/7/2018).
Jika tidak segera ditangkap pelakunya, Roder khawatirkan bakal terjadinya konflik. Untuk saat ini, kubu paslon no 1 masih bisa menahan diri untuk tidak merespons aksi-aksi tersebut.
Roder mengungkapkan kronologis kericuhan dalam proses perhitungan suara Pilkada Taput. Dalam pilkada ini diikuti tiga paslon yakni Nikson-Sarlandy, Jonius Taripar Parsaoran Hutabarat-Prengky P Simanjuntak (JTP-Prens), dan pasangan Chrismanto Lumbantobing dan Hotman P Hutasoit.
"Pelaksanaan pilkada bupati (Pilbup) Taput yang digelar 27 Juni 2018, berlangsung aman. Proses pencoblosan hingga perhitungan suara sampai penandataganan C1 oleh Pelaksana Pilkada, bersama para saksi dari setiap paslon, berjalan aman dan tertib,'' ujar.
Seluruh form C-1, kata Roder, bisa diterima para saksi dari masing-masing paslon. Dalam hal ini, tidak ada protes. Seluruh pihak menyetujui form C-1 yang memuat data rekap seluruh proses di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Artinya semuanya setuju, mulai dari Daftar Pemilih Tetap (DPT), jumlah pemilih yang datang ke TPS, jumlah surat suara batal, jumlah suarat suara sah dan jumlah perolehan suara masing masing paslon," paparnya.
Perkembangan selanjutnya, kata Roger, salah satu paslon diduga telah memobilisasi massa dan menggeruduk kantor kecamatan di Tapanuli Utara. Mereka pun menyasar tempat penyimpanan kotak suara dari TPS.
"Kami menduga ada paslon memobilisasi massa setelah tahu kalah perolehan suara," tegas Roder.
Keesokan harinya, tanggal 28 Juni dan 29 Juni 2018, lanjut Roder, ada mobilisasi massa yang berdemo di Kota Tarutung, ibu kota Kabupaten Taput.
Isunya, bisa ditebak, kecurangan pilkada Taput dengan ditemukannya kotak suara kosong. Mereka pun, kata dia, mendesak dilakukan proses pemilihan ulang.