TRIBUNNEWS.COM, SELAYAR - Insiden karamnya KMP Lestari Maju di di Perairan Pa’badilang, Selayar, Selasa (3/7/2018) meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban.
Hingga Rabu (4/7/2018) pukul 16.52 Wita, tim Basarnas telah menemukan 155 korban selamat dan meninggal dunia sebanyak 34 orang.
Banyak spekulasi di balik tragedi kemanusiaan di perairan terbesar di Sulsel dalam tahun 2018 ini.
Muncul tudingan bahwa beroperasinya KMP Lestari Maju pada rute penyeberangan Pelabuhan Bira, Bulukumba-Pelabuhan Pamatata, Selayar atas keinginan bahkan paksaan Pemerintah Kabupatan (Pemkab) Selayar.
Benarkah demikian?
Bupati Selayar, Muh Basli Ali, secara tegas membantah tudingan tersebut.
"Tidak ada seperti itu. Itu KMP Lestari Maju, menyurat untuk berpartisipasi di pelayaran Bira-Pamatata Selayar. Surat itu kita balas bahwa pemerintah memang sementara membutuhkan armada untuk melayani kepentingan masyarakat. Namun tentunya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Muh Basli Ali saat ditemui di rumah jabatan Bupati Selayar, Rabu (4/7/2018).
Baca: Gunung Agung Erupsi Lagi Pukul 00.37 Wita
"Jadi, yang berwenang mengeluarkan izin lintasan itu, adalah provinsi (Sulsel) dan izin layar dari Syahbandar. Tidak ada kewenangan pemerintah kabupaten. Kami hanya pengguna saja, namun demikian perlu kami informasikan bahwa beberapa dokumen kami yang menyoal terkait dokumen pelayaran fery tersebut telah kami berikan kepada KNKT untuk ditindak lanjuti," katanya.
Dia menambahkan, pemkab bersama DPRD Selayar bahkan pernah datang ke syahbandar yang ada di provinsi untuk meminta agar tidak diberikan lagi izin KMP Lestari Maju karena sangat merugikan dalam hal pelayanan terhadap masyarakat di Kabupaten Kepulauan Selayar.
"Suratnya lengkap semua. Jadi tidak benar itu kalau dikatakan bahwa kita (pemkab) memaksa. Kalau kita memaksa buat apa kita menyurat bahwa kapal itu tidak layak dan kalau memang dibutuhkan kami akan berikan surat tersebut," tuturnya.
Dia berharap, adanya kejadian ini, pihak-pihak terkait harus hati-hati dalam memberikan izin.
"Ini kan menyangkut nyawa manusia. Kita harapkan mudah-mudahan kejadian ini tidak terjadi lagi di tempat lain," ujarnya.
Baca: Investasi Properti di Bali, 7 Pimpinan Perusahaan Jepang Ditangkap Polisi
Analisa Pakar Perkapalan
Sementara itu, Praktisi dan Ahli Keselamatan Maritim, Dr Isradi Zainal, menyebut kejadian kecelakaan kapal selama tiga kali berturut-turut termasuk untuk kapal KM Lestari Maju (Selasa, 3/7/2018) menunjukkan sistem manajemen keselamatan kapal dan regulasi keselamatan pelayaran belum dilaksanakan secara optimal.
Menurut Perkumpulan Sarjana Perkapalan dan Maritim Indonesia itu, pemerintah belum optimal dalam menjalankan fungsi pengawasan keselamatan berlayar.
"Pemilik kapal juga belum melaksanakan secara sungguh-sungguh regulasi yang ada, serta penumpang belum seluruhnya memahami jenis kapal yang aman untuk dinaiki dan metode penyelamatan diri saat mengalami bencana," kata Isradi.
Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (Maperwa) Universitas Hasanuddin (Unhas) itu mengatakan, manajemen penanggulangan bencana juga belum optimal dilaksanakan secara cepat dan tepat khususnya terkait keselamatan kapal.
Dia menilai, fasilitas transportasi kita (kapal yang digunakan) masih minim dan masih di bawah standard, dan belum sejalan dengan kebijakan tol laut, untuk menyiapkan fasilitas transportasi (tol laut) yang memadai bagi masyarakat.
"Penempatan dan pengikatan barang secara aman belum dilaksanakan secara optimal," tegas Isradi.
Ada beberapa prosedur yang diduga tidak dilaksanakan pihak KM Lestari Maju sehingga kapal yang mengangkut ratusan penumpang ini mengalami kecelakaan.
Baca: Dua Pelaku Penculikan dan Penyekapan Pasangan ABG Dibekuk
"Pada dasarnya sebelum kapal berlayar ada prosedur yang wajib dilaksanakan oleh pihak yang berwenang terkait dengan keselamatan pelayaran, di antaranya pemeriksaan keselamatan konstruksi kapal untuk memastikan lambung/pelat kapal masih kuat dan jauh dari kemungkinan bocor," jelas Isradi.
Selain itu, lanjut Isradi, pemeriksaan instalasi mesin termasuk instalasi listrik, pemeriksaan lambung timbul, pemeriksaan perlengkapan keselamatan, perlengkapan keselamatan navigasi crew kapal yang kompeten dan sehat, serta perlengkapan keselamatan radiopang.
Jumlah barang dan penumpang, informasi cuaca, serta prosedur keselamatan kapal, penumpang dan lingkungan juga harus diperhatikan betul anak buah kapal (ABK) sebelum meninggalkan dermaga.
"Agar insiden yang sama tidak terulang, maka yang harus dilakukan adalah sistem manajemen keselamatan kapal dan regulasi keselamatan pelayaran agar dilaksanakan secara konsiten. Manajemen penanggulangan bencana juga agar dilaksanakan secara cepat dan tepat khususnya terkait keselamatan kapal,” jelas Isradi.
Isradi menilai, pemerintah perlu menambah fasilitas transportasi (kapal) yang sesuai standard sesuai dengan kebijakan tol laut.
Pihak yang berwenang diminta melakukan pengawasan keselamatan berlayar yang optimal dan tidak mengizinkan kapal berlayar jika belum memenuhi syarat.
"Untuk pemilik kapal agar melengkapi perlengkapan keselamatan kapal sesuai regulasi dan penumpang perlu mendapatkan informasi terkait prosedur penyelamatan diri jika terjadi bencana selama berlayar," kata Isradi.
Untuk standar keamanan lainnya, lanjut alumnus Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Unhas itu, barang atau kendaraan yang akan ditempatkan di kapal agar dipastikan tidak bergeser saat kapal oleng akibat cuaca buruk.
Safety briefing agar dilaksanakan di atas kapal, serta penggunaan kapal harus sesuai peruntukannya.
"Lesson learnt mesti dilakukan dan dipublikasikan untuk setiap kejadian. Terakhir pemerintah dan pemilik kapal wajib memberi bantuan terhadap korban kecelakaan sebagai wujud perhatian terhadap masyarakat," kata Isradi. (tribun-timur.com/Nurwahidah/ Fahrizal)