Laporan Wartawan Tribun Jateng, Akhtur Gumilang
TRIBUNNEWS.COM, SLAWI - Puluhan rumah warga di bekas kawasan prostitusi Gang Sempit, Desa Maribaya, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal digusur.
Penggusuran rumah warga itu mendapat penolakan dari 10 warga karena masih dijadikan tempat tinggal.
Mereka tetap bertahan untuk tinggal di rumah yang sudah dihuni selama puluhan tahun karena menganggap nominal uang ganti rugi rendah.
Salah satu warga yang menolak pembongkaran, Bunasir (55) mengatakan, pembongkaran dilakukan sejak Februari 2018 lalu.
"Ada 20-an rumah yng sudah dibongkar. Namun yang tetap bertahan menolak 10 orang," kata Bunasir (55), Jumat (27/7/2018).
Baca: Belasan Perempuan Dijual kepada Pria Asing untuk Dikawin Kontrak Lalu Dijadikan Pekerja Paksa
Menurutnya, pembongkaran dilakukan karena tanah yang ditempati warga untuk tinggal merupakan milik sebuah bank nasional.
Warga yang rumahnya dibongkar mendapat ganti rugi bervariasi.
"Ganti rugi tanah dan bangunan Rp 500 ribu per meter. Saya kurang tahu kalau nanti mau digunakan untuk apa setelah dibongkar," ungkapnya.
Bunasir menilai nominal ganti rugi itu rendah sehingga dia menolak pembongkaran rumah.
Ia menyebut warga yang rumahnya sudah dibongkar terpaksa menerima uang ganti rugi karena ada tekanan.
"Ada yang mendapat ganti rugi hanya Rp 500 ribu per meter. Lainnya ada yang Rp 40 juta, Rp 60 juta untuk total nominal. Mereka terpaksa menerima karena takut, ditakut-takuti. Sekarang mereka kleleran," ucap Bunasir (55).
Baca: Jumlah Harta Bupati Zainudin Hasan Meningkat Rp 11 Miliar dalam Dua Tahun
Dalam hal ini, Bunasir mengaku warga tak memiliki sertifikat yang menjadi bukti kepemilikan tanah dan bangunan meski sudah tinggal selama puluhan tahun.
Namun ganti rugi yang diberikan seharusnya sesuai dengan nilai tanah dan bangunan.