News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Memperkenalkan Kekayaan Budaya Suku Kamoro

Penulis: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PEKAN RAGAM BUDAYA PAPUA ORANG KAMORO: Sebanyak apa Suku di Papua yang anda kenal? Berawal dari pertanyaan tersebut Papua Center FISIP UI mengadakan Pekan Ragam Budaya Papua: Orang Kamoro. Tujuan mengenalkan dan menggabarkan kehidupan sehari Orang Kamoro dan dengan harapan dapat menjadi sarana pengenaluasan budaya Papua yang beragam serta menambah khasanah studi etnografi di Indonesia. Pemeran ini diresmikan oleh Menteri Lingkungan Hidup Balthazar Kambuaya, Selasa (31/7/2012) lalu, yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) dan berakhir 5 Agustus 2012. (TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO)

TRIBUNNEWS.COM -- Papua saat ini dikenal identik dengan suku Asmat dan Dani, padahal di pulau tersebut ada sekitar 300 suku yang mendiami mulai Papua Barat hingga daratan Papua bagian timur.

Salah satu suku yang memiliki kekayaan budaya di Papua adalah suku Kamoro. Namun adat dan budaya masyarakat yang mendiami Kabupaten Mimika ini belum banyak dikenal ke publik.

Suku Kamoro memiliki kekayaan budaya yang sangat kaya, mulai dari ritual alam, upacara adat, seni ukir, anyaman, hingga berbagai tarian dan hasil kerajinan yang bernilai seni.

Memiliki 12 jenis kerajinan dengan berbagai macam bentuk dari mulai lukisan, ukiran, pahatan dan berbagai bentuk lainnya.

Baca: Kisah Patriotik Johny Gala, Siswa SMP yang Panjat Tiang Bendera Karena Tambangnya Putus

Untuk memperkenalkan suku yang kaya akan khazanah kebudayaannya ini, Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe yang didukung oleh Freeport Indonesia membantu suku Kamoro untuk mempertunjukkan kekayaan budayanya dalam Festival Indonesia Timur yang dilaksanakan di Pendopo Living World Alam Sutera, mulai dari 1 hingga 31 Agustus 2018.

Dalam acara tersebut, suku Kamoro memamerkan karya seni dan juga menyediakan sejumlah pernak-pernik kecil yang dijual seharga ratusan ribu rupiah hingga karya pahatan dan berbagai ukiran indah dengan harga hingga jutaan rupiah. Tak lupa juga, beberapa seniman suku Kamoro terbang langsung dari Timika untuk memberikan pertunjukkan tarian khasnya di acara tersebut.

Marketing Director Kawan Lama, Nana Puspa Dewi; Pembina Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe, Luluk Intarti; Manajer Corporate Communication Freeport Indonesia, Kerry Yarangga. (Istimewa)

“Yang kita lakukan dalam Festival Indonesia Timur ini merupakan langkah luar biasa untuk melestarikan sekaligus mempromosikan budaya wilayah Indonesia Timur dan Papua, serta suku Kamoro pada khususnya,” ujar Manajer Corporate Communication Freeport Indonesia, Kerry Yarangga dalam keterangan persnya, belum lama ini.

Sebagai putra asli Papua, Kerry merasa Festival Indonesia Timur ini dapat mendorong lebih banyak warga untuk lebih memahami budaya Papua, yang pada akhirnya dapat membangun kedekatan dengan Papua, sebagai sesama anak bangsa Indonesia.

Kerry menjelaskan, bahwa sekalipun secara administratif wilayah Papua terbagi menjadi Provinsi Papua dan Papua Barat, dalam perspektif adat, wilayah Papua terbagi menjadi 7 wilayah adat.

“Tujuh wilayah adat tersebut terbentang dari Sorong sampai dengan Merauke, yaitu Mamta, Saereri, Ha'anim, Bomberai, Domberai, La Pago, dan Mee Pago. Dalam 7 wilayah adat ini, masing-masing kelompok tersebut dibagi berdasarkan garis budaya. Terdapat sekitar 200 hingga300 suku, dengan bahasa yang berbeda-beda dan salah satu di dalamnya adalah suku Kamoro,” terang Kerry.

Kerry menjelaskan bahwa sebagai salah satu suku yang bertetangga langsung dengan area kerja Freeport Indonesia, maka perusahaan tambang tersebut merasa berkewajiban untuk turut mendukung lestarinya budaya suku Kamoro.

“Kami melihat langsung betapa kayanya kebudayaan suku Kamoro ini dan ingin berbagi keindahan ini dengan saudara-saudara kami di Tanah Air,” tambah Kerry.

Pelestarian budaya suku-suku di Papua memang menjadi perhatian besar belakangan ini. Kekayaan budaya yang luar biasa tersebut harus dijaga sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia.

“Ada satu masa ketika budaya suku-suku di Papua sempat mengalami penurunan. Bahkan sempat ada satu tulisan yang menggambarkan bahwa budaya Kamoro berada pada kondisi ‘hidup segan, mati tak mau’. Dari sisi kebudayaan yang masih berjalan, suku ini masih tetap membuat ukiran namun hanya ditujukan untuk keperluan upacara adat dan ritual saja,” ujar Luluk Intarti, pembina Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe yang memberikan pendampingan bagi suku Kamoro dalam melestarikan adat sekaligus membantu akses ekonominya.

Luluk yang hadir mendampingi perwakilan suku Kamoro menampilkan karya seninya itu menjelaskan bahwa Yayasan Maramowe bertujuan untuk membangun dan memberdayakan masyarakat suku Kamoro. Yayasan ini sudah melakukan pembinaan selama 20 tahun lebih dan melihat bagaimana perjuangan suku Kamoro untuk mulai bangkit dan kembali pulih sedikit demi sedikit.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini