TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya tegas menolak segala bentuk upaya pihak-pihak yang berusaha membuka kembali kawasan Dolly sebagai tempat prostitusi yang telah resmi ditutup Pemkot Surabaya.
"Dolly sekarang sudah berubah, pemerintah dan masyarakat sudah merubah kawasan Dolly menjadi pusat ekonomi meski program ini harus terus menerus dibantu semua pihak," tegas Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya Ach Zainul Arifin, kepada Surya, Jumat (31/8/2018).
Menurutnya, gugatan class action yang dialamatkan kepada Pemkot Surabaya dengan nilai Rp 270 miliar yang dilakukan oleh beberapa pihak ke Pengadilan Negeri, adalah bentuk perlawanan yang harus dilawan oleh seluruh elemen warga Surabaya.
Karena itu, pihaknya memohon Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk tidak mengabulkan permintaan class action yang dituntutkan atas dasar kerugian ekonomi.
Baca: Mahasiswi Korban Begal di Jalan Cikapayang Bandung Meninggal Dunia Setelah Sempat Kritis
Di sisi lain, kerugian yang diakibatkan dengan tetap beroperasinya Dolly adalah kriminalitas, HIV/AIDS, kerusakan moral, kerusakan masyarakat.
"Dampak buruk ini, nilainya jauh melebihi dari sekadar nilai ekonomi," tegas Zainul.
Selain itu yang perlu diperhatikan adalah masa depan anak bangsa dan generasi muda lebih utama.
Pihak-pihak yang terkait hendaknya bersama-sama merumuskan masa depan Dolly bersama yang untuk kemajuan yang lebih baik.
Yang lebih penting adalah saatnya menghentikan silang pendapat tentang Dolly.
"Saatnya bersama-sama menjadikan Dolly sebagai sentral ekonomi usaha, sebagai pusat peradaban masyarakat religius berkemajuan dan sebagai Dolly milik kita bersama dibangun dengan semangat kebersamaan," ujarnya. (Surya/Iit)
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Muhammadiyah Tegas Tolak Upaya Membuka Kembali Dolly Jadi Tempat Prostitusi