TRIBUNNEWS.COM, KULONPPROGO - Perajin gula semut di Kulonprogo tak banyak menikmati efek positif menguatnya Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah.
Tingkat permintaan barang untuk ekspor sebetulnya tinggi namun perajin terkendala bahan baku yang sedang sepi.
Koordinator Produksi, Koperasi Serba Usaha (KSU) Jatirogo Nanggulan, Hendrastuti mengatakan penguatan Dolar terhadap Rupiah sebetulnya membawa dampak berupa meningkatnya permintaan dari buyer.
Pasalnya, nilai tukar itu akan membawa selisih kuantitas pembelian dan profit yang didapat.
Pihaknya tidak bisa berbuat banyak ketika bahan baku nira juga sulit didapat lantaran para petani yang dinaungi juga tak banyak panenannya saat musim kemarau seperti sekarang.
Permintaan produk untuk ekspor oleh perusahaan pihak ketiga ke Kanada pun tak bisa dipenuhi seluruhnya.
"Permintaan memang banyak karena di Kanada sana sedang musim salju. Orang sana sering bikin kue dan bahan bakunya gula semut. Tapi, sekarang nira sedang sepi meski pemintaan banyak. Kami tidak bisa memaksakan diri," kata Hendrastuti, Kamis (6/9/2018).
Pada bulan lalu, koperasi yang menaungi sekitar 1.500 petani nira di Kulonprogo ini hanya mampu menyetor 9 ton gula semut saja untuk pasar ekspor.
Padahal, saat masa panen ketika musim hujan, angka yang bisa dipasarkan mencapai 40 ton.
Paling tidak, pihaknya bisa memberangkatkan dua kontainer produk ke luar negeri melalui perusahaan eksportir atau buyer dalam bentuk curah.
Upaya pemenuhan bahan baku pun tak bisa sembarangan dilakukan karena terkait dengan kualitas produk yang harus dijaga.
KSU Jatirogo selama ini hanya memproduksi gula semut dari nira organik dan selalu dilakukan uji laboratorium sebelum dipasarkan.
Belum lagi masalah selisih harga jual produk dengan daerah produsen gula semut di wilayah Jawa Tengah yang diakuinya memang lebih murah ketimbang Kulonprogo.
Harga di KSU Jatirogo saat ini Rp25 ribu per kilogram sedangkan di Jawa Tengah sekitar Rp20 ribu.
"Buyer kan carinya yang lebih murah. Kami tidak bisa ambil bahan baku dari luar karena harus organil. Kalau ketahuan tidak organik saat uji lab, kami bisa kena komplain dan barang dikembalikan,"kata dia.
Produsen gula semut lainnya dari ISM Gempita Mandiri Kokap, Sukismiyati pun mengatakan bahwa ketersediaan bahan baku memang menjadi persoalan tersendiri saat musim kemarau.
Pengadaan bahan baku dari luar tak bisa dilakukan karena ada prosedur dan jaminan kualitas yang harus dipenuhi.
"Sebelumnya bisa produksi sampai dua ton sebulan tapi sekarang paling banter hanya 5 kuintal,"kata Sukismiyati.(TRIBUNJOGJA.COM)