News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

8 Tahun Menanti, Gede Oka-Putu Ari Bersyukur Dikaruniai Bayi Kembar Lewat Program Bayi Tabung

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AA Gede Oka Krishna dan AA Putu Ari Parlina bersama kedua putrinya, AA Rania Ashwinda Krishna dan AA Radha Aishwarya Krishna yang merupakan hasil program bayi tabung.

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Program bayi tabung kini kian populer menjadi pilihan para pasangan suami istri yang tengah menghadapi persoalan infertilitas (tak bisa hamil).

Meskipun langkah ini dinilai memiliki tingkat keberhasilan paling tinggi, namun tidak sedikit juga yang harus menahan kecewa menerima kegagalan setelah bertahun-tahun menantikan buah hati.

"Selama ini kami sudah biasa menghadapi kegagalan. Saat mulai program, yang kami tekankan dalam diri adalah harus siap mental jika gagal. Apabila berhasil, itu yang kami tunggu-tunggu," ungkap Anak Agung Putu Ari Parlina (39) saat ditemui di kediamannya, Jalan Raya Abian Base, Kapal, Badung, pekan lalu.

Setelah mencoba sekian cara selama hampir delapan tahun, baik medis maupun non-medis, kali ini Ari dan suaminya, Anak Agung Gede Oka Krishna (38), akhirnya bisa berlega hati.

Melalui program bayi tabung, mereka dikarunia dua bayi kembar perempuan, Anak Agung Rania Ashwinda Krishna dan Anak Agung Radha Aishwarya Krishna. Kini usia mereka sudah 14 bulan.

"Kami tetap berusaha untuk memiliki anak kandung. Ini keputusan kami berdua karena pertimbangan usia dan sudah banyak hal yang dicoba dari satu dokter ke dokter lain, medis dan non medis. Dan inilah yang paling terakhir, yang paling mahal. Banyak orang yang masih berharap bisa alami. Nah, karena sudah umur, sudah operasi, mau apa lagi," ungkapnya.

Ari masih ingat betul momen dua minggu penantian yang begitu menegangkan, yakni saat embrio mulai ditempelkan pada janinnya.

Baca: Mengintip Perang Tarif Program Bayi Tabung di Bali, Paling Murah Rp 37 Juta, Termahal Rp 70 Juta

"Setelah dua minggu itu, lalu cek darah untuk tahu apakah ada kandungan kehamilan atau tidak," jelasnya.

Momen itulah yang menjadi detik-detik paling menentukan baginya.

"Setelah ditanam itu, selama 6 jam tidak boleh gerak dan turun dari tempat tidur. Itu pengalaman yang tidak terlupakan. Perawatnya bilang, demi, demi Bu," kata dia.

Biaya yang dia keluarkan tidaklah sedikit, yakni sekitar Rp 70 juta.

"Sudah lama sekali menunggu, jadi saya tidak berani main-main," kenangnya.

Ari menceritakan, awalnya dia takut melakukan bayi tabung karena terstigma biayanya yang sangat mahal.

"Dulu saat tahun 2000an, ada saudara yang berhasil. Kata dia habis sekitar Rp 200 juta. Makanya dulu takut dan milih mundur saja," terangnya.

Jumlah biaya yang dikeluarkan umumnya tergantung pada kondisi fisik dan usia perempuan.

Hal ini berkaitan dengan dosis obat yang perlu dikonsumsi. Semakin berusia, dosis yang diperlukan akan semakin tinggi.

Baca: Polisi Tak Menemukan Atribut yang Mengidentikkan Korban Tewas Dikeroyok Sebagai Suporter Persija

Saat itu Ari memerlukan empat ampul obat dalam sehari. Harga satu ampul Rp 650 ribu.

"Sehari bisa sampai Rp 3,5 juta habis," imbuhnya.

Proses penyuntikan dilakukan selama sepuluh hari berturut-turut.

Setiap dua hari sekali dilakukan pengecekan kondisi telur untuk memastikan apakah calon ibu masih memerlukan suntikan obat atau tidak.

"Ada yang hanya 8 kali suntikan, dan perlu dua ampul. Semakin muda semakin sedikit. Saya dengar di India lebih murah, bisa Rp 15 juta sudah untuk semua karena mereka membuat obat sendiri," imbuhnya.

India tercatat sebagai negara kedua yang berhasil mempraktikkan program bayi tabung setelah Inggris.

Di Indonesia, program bayi tabung diatur dalam undang-undang dan setiap pasutri yang akan mengambil langkah ini, harus mampu membuktikan legalitas pernikahan mereka.

Pemerintah tidak mengizinkan adanya donor sperma maupun sel telur.

Juga tidak berlaku sistem ibu atau ayah pengganti. Dalam program bayi tabung, hanya terjadi proses perbantuan mempertemukan sperma dan sel telur dari pasangan yang sah.

Setiap pasangan diminta untuk menunjukkan akta perkawinan dan bukti-bukti administrasi yang menandakan mereka benar suami istri.

"Jadi kami diminta untuk mengumpulkan KK juga. Selalu ada kontrak persetujuan sebelum dieksekusi. Selain itu juga ada tes kesehatan," terang Ari.

Ari juga meyakini bahwa tidak akan terjadi pertukaran embrio dengan pasangan lainnya karena rumah sakit memiliki peraturan yang ketat dan semua prosedur dilakukan dengan sangat hati-hati.

"Kami tidak menyembunyikan dan ini sesuatu yang legal dan tidak perlu ditutup-tutupi bahwa kita memang perlu bantuan untuk proses hamil," tegasnya.

Baca: Geng Motor Serang dan Rampas Sepeda Motor Korbannya Sambil Teriak PXD

Ia mengamini memang masih banyak pasangan suami istri yang takut menjalani program ini karena cemas nanti embrionya tertukar.

Ia yakin hal itu tidak akan terjadi, terlebih dalam sehari proses petik telur jumlahnya tidaklah banyak.

Habis Rp 70 Juta Tapi Gagal
Seperti halnya yang dialami seorang pekerja kesehatan di Rumah Sakit Sanglah yang tidak berkenan disebutkan namanya.

Di usianya 40 tahun, perempuan ini belum juga berhasil memperoleh keturunan. Program bayi tabung telah dicobanya tahun lalu. Hanya saja semuanya sia-sia.

"Saat itu gagal. Uang habis sekitar Rp 70-an juta. Mau nyoba lagi, tapi stok embrio sudah tidak ada. Saat dibilang dokter bahwa hasilnya gagal, saya tidak tanya apa-apa lagi, langsung pulang," kata perempuan yang sudah 20 tahun bekerja di dunia kesehatan ini.

Saat menceritakan perjuangannya kepada Tribun Bali, tampak ia masih trauma dengan perjuangannya yang telah dilakukannya selama ini.

Hanya saja dia mencoba untuk menghadapi semuanya dengan relaks dan tidak begitu mendengarkan cibiran orang.

Artikel ini telah tayang di Tribun-bali.com dengan judul Kisah Perjuangan Pasutri asal Bali Jalani Program Bayi Tabung, Begini Penantian Menegangkan Gung Ari

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini