Namun Michael Sayman malah tak mau disebut sebagai anak yang terlahir jenius dan merasa cap itu tidak membuatnya bangga.
Karena menurutnya, cap itu justru seolah melupakan usaha kerasnya dan memang sudah dilahirkan seperti itu, padahal tidak.
Sayman menyebut, dirinya dapat berada di titik tersebut adalah karena ia benar-benar mengerjakan apa yang perlu daripada hanya memikirkan hal tersebut.
Dan ia juga memegang pendirian bahwa jika ingin hasil yang baik, maka lakukanlah sendiri.
"Aku terganggu dengan cap tersebut karena menuding aku sudah terlahir dengan hal tersebut, yang orang-orang tidak. Padahal kita semua punya kesempatan yang sama dan aku mengambil kesempatan itu untuk belajar."
Bagi dirinya, banyak orang yang lebih pintar daripada dirinya.
Kunci sukses Sayman adalah, "jika ingin sesuatu hasilnya baik, maka lakukanlah sendiri."
Ia merasa dirinya tidak akan berada pada titik sukses ini jika ia terus menggantungkan diri ke orang lain.
"Tak peduli bagaimanapun, siapapun dia, sebaik apapun dia, dekat dengan aku atau tidak, dalam situasi apapun aku tidak akan menggantungkan kesuksesanku pada orang lain."
Michael Sayman juga 'dipaksa' untuk bekerja lebih keras lagi karena pada 2008, usaha keluarganya gulung tikar.
Saat itu keluarganya tak bisa membayar kebutuhan dasar bahkan untuk makan.
Ia pun harus bangun dari zona nyaman dan bekerja dengan keahlian coding yang ia miliki.
Dirinya kemudian membuat sebuah aplikasi dan mendapatkan uang sekitar Rp 2 juta perhari.
Menurutnya, krisis yang dialami keluarganya itulah yang membuatnya dapat memaksa dirinya sendiri untuk berusaha dengan keras.