News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

15 Desa Wisata Kabupaten Semarang Tak Lagi Aktif, Ini Penyebabnya

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah anak terlihat asyik bermain egrang di Desa Wisata Omah Alas Kandri Gunung Pati, Kota Semarang. Permainan egrang anak ini mulai di hidupkan lagi oleh pemuda di Omah Alas, Kandri dengan tujuan untuk mengenalkan permainan tradisional anak agar anak tidak lagi selalu bermain gadgeg. Egrang adalah alat permainan tradisional yang terbuat dari 2 batang bambu dengan ukuran selengan orang dewasa, sedangkan untuk tumpuan bawah bambunya agak besar. Permainan ini sudah tidak asing lagi, mekipun di berbagai daerah di kenal dengan nama yang berbeda beda.(Tribun Jateng/Hermawan Handaka) *** Local Caption ***

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Deni Setiawan

TRIBUNNEWS.COM, UNGARAN - Sesuai data yang diperoleh Tribunjateng.com, Senin (1/10/2018), setidaknya ada sekitar 35 desa wisata yang tersebar di Kabupaten Semarang.

Namun sayangnya, sebagian hanya berumur singkat, tidak lebih dari setahun kemudian tenggelam.

“Dari data kami memang cukup banyak desa wisata yang bermunculan, bahkan semakin banyak sejak 2016 lalu. Tetapi per 2018 ini hanya ada sekitar 20 desa wisata yang aktif."

"Sisanya sekitar 15 desa wisata sudah mati suri, tidak aktif lagi,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang Dewi Pramuningsih.

Menurutnya, cukup banyak faktor penyebab desa wisata yang tersebar di 19 kecamatan tersebut akhirnya tidak aktif kembali.

Satu penyebab utamanya adalah kurang inovatif oleh masyarakat setempat sebagai penggerak desa wisata tersebut.

“Akhirnya hanya sebatas dirintis, dibuka, tetapi bingung dalam mengembangkan maupun mengelolanya. Ada pula kemungkinan karena ikut-ikutan tren, tetapi pada akhirnya kewalahan sendiri karena belum sepenuhnya siap dibuka sebagai desa wisata,” ucapnya.

Dia menerangkan, apabila dilihat dari tren banyak-sedikitnya jumlah pengunjung ke suatu desa wisata itu adalah apa saja inovasi-inovasi yang dilakukan di desa tersebut.

Terlebih kecenderungan saat ini, pengunjungnya baru sebatas wisatawan domestik.

“Ketika 1-2 kali datang ke situ tidak ada perubahan, tentu akan bosan dan mencari destinasi yang lain. Jika di awal-awal, hampir seluruhnya akan ramai dikunjungi karena rasa penasaran."

"Tetapi untuk mempertahankan bahkan memperbanyak jumlah pengunjung, itu yang masih lemah. Penyebabnya karena kurang inovasi,” terang Dewi.

Padahal, tukasnya, ketika suatu desa mengikrarkan diri sebagai desa wisata, pihaknya dipastikan secara berkala melakukan berbagai pendampingan. Bahkan di kesempatan apapun akan dipromosikan.

“Yang bisa kami lakukan memang sebatas pendampingan atau pembekalan. Jika untuk pembangunannya, semua murni dari desa melalui APBDesa."

"Sehingga dibutuhkan kemitraan yang cukup kuat baik di pemerintah desa serta masyarakatnya untuk pengembangannya. Itu yang sebenarnya penting,” tukasnya.

Dia mencontohkan beberapa desa wisata yang semakin lama semakin tumbuh berkembang.

Kunci pendukung menurutnya adanya koordinasi kuat serta banyaknya ide ataupun gagasan inovatif yang dilakukan baik melalui masyarakatnya maupun pemerintah desa setempat.

“Seperti Desa Wisata Kemetul Kecamatan Susukan, Desa Wisata Sepakung Kecamatan Banyubiru, Desa Menari Kecamatan Getasan, dan lainnya. Yang terbaru dan sedang kembali dihidupkan ada Desa Wisata Susu Bergoyang di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang,” bebernya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini