News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Prostitusi Terselubung di Kabupaten Siak, Lokalisasi Sudah Ditutup Tapi Tetap Beroperasi

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.

Laporan Wartawan Tribunsiak.com, Mayonal Putra

TRIBUNNEWS.COM, SIAK - Setelah pukul 23.00 WIB, pengendara sepeda motor mengenduru masuk ke jalan tanah kilometer 12, Kampung Perawang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak.

Saat Kota Perawang mulai hening dari aktivitas kehidupan, di kampung ini, musik-musik dangdut yang diremix sekenanya, justru semakin semarak.

Melintasi Jalan Lintas Perawang-Minas, tepatnya kilometer 12 Perawang Barat, tidak ada tanda-tanda kebisingan.

Menyimpang ke kiri, pada sebuah jalan tanah yang becek, lantunan musik house terdengar dari segala penjuru.

Baca: Jono Oge, Kampung yang Bergeser Sejauh 3 Km dan Tertukar Dengan Kebun Jagung

Hanya 100 meter dari jalan raya itu, tampak sebuah rumah kayu tertutup pintunya.

Kelap kelip lampunya memantul dari celah-celah dinding.

Seorang perempuan berbadan bonsor memberikan senyum ramah kepada siapa saja yang datang.

Perempuan itu berpakaian minim, dan wajahnya dimake up secara mencolok.

"Masuk aja jangan malu-malu, Bang. Di dalam bisa nyanyi dan minum," katanya, sambil senyum, Selasa (9/10/2018) malam.

Perempuan itu kemudian masuk dan tampak duduk dengan sekelompok lelaki yang sedang bernyanyi, di atas meja tempat duduknya tampak gelas-gelas yang berisi air berwarna pirang dan berbusa di bagian atasnya.

"Di sini sepasang bir cuma Rp 110 ribu saja. Bisa joget sampai pagi," kata perempuan berselendang di leher, yang diketahui dipanggil Ria.

Ia lebih ramah dari perempuan berbadan bonsor tadi. Ria mengaku warga NTT yang sudah lama merantau ke Kabupaten Siak, ia janda beranak dua.

Satu anaknya laki-laki berada di NTT, satu yang perempuan tinggal bersamanya di daerah Koto Gasib.

Ia tidak mau mengatakan di mana kampung kecilnya di Gasib.

"Anak saya juga kerja di sekitar sini. Umurnya baru 23 tahun. Suami saya sudah tak ada lagi. Beginilah kami bertahan hidup," ujar Ria.

Ria juga bukan perempuan pelayan tamu yang tetap di rumah pelesir pertama itu.

Ia sudah 37 tahun, yang jarang dilirik pria hidungbelang yang datang.

"Kadang-kadang ada juga. Rezeki tidak kemana," ujarnya lagi, kemudian berlalu dan menyapa pengendara lain yang mencari penghiburan di lokasi penuh semak belukar itu.

Berjarak sekitar 100 meter dari rumah pelesir pertama, terdengar pula musik house lebih menggelegar.

Banyak laki-laki separuh baya datang ke sana, pun laki-laki 20 an tahun.

"Di sana lebih banyak orang, mereka mendatangkan cewek dari Pekanbaru," kata Ria memberi petunjuk.

Menelusuri jalan becek yang membelah semak belukar, suara musik kian semarak saja.

Pada halaman rumah kedua itu, aroma minuman beralkohol lebih tajam.

Laki-perempuan larut, bergoyang, asap rokok mengepul di seluruh ruangan dan sebagian lari ke bagian toilet untuk muntah-muntah.

"Terlalu banyak menenggak minuman sedari tadi. Jadi sudah pada mabuk, Bang," kata perempuan berbadan pendek.

Perempuan itu juga memakai celana jeans sangat pendek, sebagian pahanya terbuka.

Pinggangnya yang melebar membuat bajunya tampak sangat sempit.

Tapi ia tampak nyaman dan kembali bergoyang dengan pria-pria separuh mabuk lainnya.

Semakin menukik ke bagian dalam, rumah-rumah berisik olrh musik -musik dangdut yang diremix itu semakin banyak. Kiri kanan, hingga tak terhitung.

Semakin malam, kendaraan masuk semakin lalu lalang.

Mencari rumah pelesir yang sesuai selera masing-masing.

"Di sini aman, kita bersahabat semua," kata pria bertubuh mungil, yang biasa disapa Ayah.

Pria itu mengaku sudah 65 tahun, tapi soal minum, Ayah bisa menghabiskan 5 botol bir semalam, belum lagi tuak.

Mabuk sampai tersungkur sudah menjadi teman yang baik bagi Ayah.

Perempuan-perempuan di lokasi itu sudah paham bagaimana melayani Ayah.

"Kalau sudah mabuk, Ayah cukup numpang tidur, temani saja. Besok pagi sudah melek lagi, Ayah pulang ke Buatan," kata Ayah.

Bagi Ayah, bermalam di rumah-rumah pelesiran seperti itu sudah menjadi kebiasaan.

Soal uang, tidak perlu diragukan, dalam semalam, menghabiskan uang sampai Rp 10 juta tidak ada masalah.

"Hanya menemani ayah tidur tanpa ngapa-ngapain, kadang cewek itu Ayah kasih satu juta," kata Ayah sambil terbahak.

"Silahkan, silahkan cari tempat di mana yang enak. Di sini kalau nanya-nanya dulu boleh. Nanti kalau ada apa-apa, datang pada Ayah," kata dia.

Di bagian dalam, ada lagi rumah berdinding anyaman bambu dan dilapis triplek.

Rumah itu cukup besar, dan ruangannya lapang. Sedikitnya ada 5 kelompok tempat duduk.

Harga minuman seluruh rumah pelesiran sama saja.

Layanan juga tidak sekadar minum dan nyanyi.

Bisa menyewa kamar dan perempuan di sana.

Bisa juga sekadar bercerita, pijit dan lain-lain yang lebih privasi.

Harga minuman satu pasang bir Rp 110 ribu.

Sewa kamar privat dan perempuan hanya Rp 300 ribu.

"Tamu yang baik yang memberikan uang tips," kata Santi, seorang perempuan pelayan di rumah pelesir yang besar itu.

Santi mengaku berasal dari Bengkulu, umurnya 26 tahun.

Ia pendek, mungil namun sudah punya anak.

Suaranya untuk bernyanyi juga pas-pasan.

"Santi cukup digemari tamu di sini. Ia cukup pandai bergaul dengan tamu," kata seorang pria separuh baya.

Tidak jelas berapa total rumah pelesiran yang ada di dalam semak belukar di Perawang itu.

Mungkin belasan, bisa jadi juga sampai 30 rumah, sebab semakin ke dalam semakin berjejer rumah-rumahnya.

Pelayanan tidak mempunyai waktu tetap, kapan ada tamu dilayani. Meskipun siang hari.

Ayah, laki-laki yang keseharian menikmati kesenangan di sana mengatakan, pada siang hari banyak sopir-sopor truk yang minum dan pijit, kalau perempuannya tidak capek tetap dilayani.

Informasi yang diterima Tribun, aktivitas mirip lokalisasi itu sudah lama beroperasi.

Pemerintah setempat hanya tutupmata, karena ada simbiosis mutualisme yang dibangun baik dengan pemerintahan melalui Satpol PP maupun aparatur lainnya.

"Biasalah, di sini sudah aman semua kok," kata Ayah.

Camat Tualang Zalik Effendi tidak menjawab sudah berapa lama aktivitas rumah pelesir itu berjalan.

Padahal, dia baru saja menutup karaoke keluarga yang berkembang di kota industri itu.

"Nanti saya datang ke sana, saya bawak Kapolsek langsung," jawab Zalik ke media.

Dikonfirmasi terkait adanya setoran kepihaknya melalui Satpol PP, Zalik malah kaget.

Kata dia, pihaknya akan mengkonfirmasi ulang kepada para pelaku di kawasan prostitusi itu.

"Waduh, duit haram tu siapo yang nama ngasih setoran ke kecamatan tu, pada siapa dikasihnya," tanya Zalik kembali menjawab pertanyaan media.

Zalik justru tidak menjawab bagaimana aktivitas prostitusi itu bisa berkembang di wilayahnya.

Namun lebih tertarik mengatakan akan menuntut orang di kawasan prostitusi yang mengatakan ke media ada setoran ke pihak kecamatan.

"Besok saya kesana apa iya dia ngomong gitu, akan saya tuntut org tu. Saya bawak Polsek langsung apa ia ngomong gitu ada jatah di kecamatan, kalau iya saya suruh angkat orang tersebut sama Polsek," kata dia.

Sementara itu Kapolsek Tualang, Kompol JJ Hutapea melalui Kanit Reskrim Polsek Tualang, Ipda Musa Sibarani mengatakan, sebelumnya pihaknya sudah pernah menutup lokalisasi itu.

Namun akhir-akhir ini mekar kembali tanpa sepengetahuan pihaknya. Apalagi ia belum lama bertugas di Polsek Tualang.

"Saya masih baru di sini. Jadi setahu saya pernah ditutup, tapi marak lagi ini menjadi perhatian kami untuk berkoordinasi dengan pihak pemerintah kecamatan," kata dia.

Kepala Satpol PP Siak, Kaharuddin mengaku belum tahu dengan aktivitas itu, Selasa (16/10/2018).

Ia hanya mengatakan akan segera turun menertibkan lokasi prostitusi itu.

"Kita segera turun menertibkannya. Memang aktivitas itu tidak dibenarkan," kata dia. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini