Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Polda Jabar belum menetapkan tersangka kasus pembakaran bendera pada peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Alun-alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut pada Senin (22/10/2018).
Kasus ini diambil alih Ditreskrimum Polda Jabar setelah sebelumnya ditangani Polres Garut.
"Statusnya masih penyelidikan, belum meningkat jadi penyidikan," ujar Direktur Ditreskrimum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta Bandung, Rabu (24/10/2018).
Dua orang anggota keamanan yang membakar bendera masih berstatus saksi.
Umar mengatakan, pembakaran bendera harus dilihat secara utuh dalam rangkaian fakta yang menyeluruh, tidak hanya bisa dilihat dari video rekaman pembakaran videonya saja.
Saat kejadian, panitia peringatan HSN sudah sepakat bahwa peserta dihadiri dari tiga kecamatan, Limbangan, Malangbong dan Leuwi Goong.
Kemudian, disepakati bendera yang boleh digunakan hanya bendera Merah Putih dan larangan membawa membawa bendera ormas yang dibubarkan pemerintah serta larangan membawa bendera ISIS.
Baca: Penyidik Polda Jabar Pastikan Video Bendera Dibakar Bukan Video Asli Tapi Sudah Dipotong
"Di tengah upacara, muncul seorang laki-laki, kain hijau mengibarkan ormas yang dibubarkan pemerintah. Sebagai keamanan, Banser mengambil bendera itu dan mempersilahkan si pembawa bendera ikut upacara HSN," ujar dia.
Kemudian, dua anggota petugas keamaan membakar bendera tersebut.
"Karena dalam pemahamannya, bendera tersebut bendera ormas yang dibubarkan pemerintah sehingga dua anggota kemanaan itu kemudian membakarnya," ujar dia.
Lantas apakah pembakaran itu masuk delik pidana soal penistaan agama sebagaimana diatur di Pasal 156 A KUH Pidana?
Umar menjelaskan, untuk menentukan itu delik penistaan agama atau bukan, penyidik memeriksa unsur mens rea atau niat melakukan tindak pidana penistaan agama pada dua anggota keamaan.
Dalam teori hukum pidana, mens rea ini jadi hal prinsip karena tindak pidana harus dimulai dari niat.
"Pemeriksaan terhadap dua anggota keamanan ini, kami belum menemukan mens rea-nya. Niat kedua orang ini membakar bendera karena bendera itu bendera ormas yang dilarang pemerintah, tidak ada niat lain. Karena organisasi ini terlarang, maka mereka membakar. Tujuannya, agar bendera itu tidak digunakan lagi," ujar dia.
Lantas, apakah pernyataan bendera yang dibakar adalah bendera organisasi yang dilarang berdasarkan keterangan saksi bisa dipertanggung jawabkan, Umar merujuk pada Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang mengatur soal alat bukti dalam perkara pidana.
Baca: Junpei Yasuda Wartawan yang Diculik ISIS Kondisinya Sehat, Kini dalam Kedutaan Jepang di Turki
Bahwa alat bukti terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
"Kami mengacu pada aturan hukum, dalam hal ini Pasal 184 KUHAP. Keterangan saksi di lokasi menyebutkan bahwa itu adalah bendera organisasi yang dilarang. Jika ada pihak yang menyatakan itu bukan bendera dimaksud, pertanyaan dasarnya apa yang menyatakan itu bukan bendera organisasi itu," ujar Umar.
Pertimbangan lainnya kata Umar, pembawa bendera ke peringatan HSN ini juga dianggap sebagai penyusup karena si pembawa bendera berasal dari Kecamatan Cibatu. Sedangkan yang diundang dalam upacara peringatan HSN berasal dari Limbangan, Malangbong dan Leuwigoong.
"Kami tertarik dengan adanya penyusup, yang tidak ada di dalam undangan untuk ikuti upacara peringatan HSN, kok tiba-tiba ikut upacara, membekali diri dengan bendera itu. Ini ada apa? Makanya ini adalah aksi reaksi sehingga dalam penyelidikan ini, banyak hal yang harus diselesaikan," ujar Umar. (men)