News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Di Kampung Peduli Difabel Ini Ada 23 Disabilitas, Mereka Mahir Membantik

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kadinsos Kabupaten Blitar, Drs Romelan bersama para difabel yang sedang membuat kain batik dan kerajinan keset.

Yakni, pewarna itu bukan dilukis pada kain seperti kebanyakan para pembatik. Namun, khas batik hasil buatan di kampung itu, pewarnanya harus dipercik-percikkan, supaya menghasilkan batik yang khas atau batik percik. Selain itu, kemampuan mereka juga masih terbatas seperti itu.

"Alhamdulillah, dengan dilatih kemampuan seperti ini (membatik), kami kini sudah bisa mandiri, karena sudah dapat penghasilan sendiri," tutur Arifudin, asal Desa Resapombo, yang mengaku sudah belajar membatik sembilan bulan lalu atau sejak kampung peduli difabel itu dibuka.

Berapa penghasilan para difabel itu, menurut Rita Sukerni, pendamping para disfabel, itu tergantung dari semangatnya.

Sebab, hitungan penghasilan mereka, ditentukan dari batik yang dihasilkan. Misalnya, jika batik itu laku Rp 150 ribu per potong, maka itu dipotong biaya modalnya Rp 75 ribu.

Sedang, Rp 20 ribu lagi, itu masuk ke kas, baru sisanya Rp 55 ribu, itu jadi penghasilan mereka.

"Kadang, kalau lagi semangat, satu orang itu sehari bisa menghasilkan batik tiga potong. Namun, kalau lagi malas, satu potong pun sehari nggak jadi.

Ya, kami nggak bisa memaksa, wong mereka itu bukan seperti kita (yang normal)," paparnya.

Selain diajari membatik, mereka juga diajari ketrampilan lainnya, seperti membuat keset.

Sebab, itu modalnya murah dan semua orang membutuhkannya sehingga cepat laku.

Romelan menambahkan, kampung peduli difabel ini didirikan, memang sengaja buat menampung semua penyandang cacat, agar bisa mandiri, dengan punya penghasilan sendiri.

Bagi para difabel yang asal Kabupaten Blitar, jika ingin mandiri atau ingin belajar ketrampilan, silakan bergabung ke sini. Caranya, mereka bisa melapor ke kades, kemudian dilanjutkan ke dinsos.

"Nanti, mereka akan kami jemput. Memang, ini program pemerintah, yang digabung dengan program pak bupati (M Rijanto), demi para difabel, agar bisa mandiri atau tak jadi beban orang lain," paparnya.

Untuk usia, tambah Romelan, tak dibatasi, yang penting ada kemauan. Yang jelas, semua biaya hidupnya, selama belajar membatik atau ketrampilan lainnya, tetap digaji Rp 60 ribu per hari. Itu belum termasuk fasilitas lainnya, seperti makan.

"Untuk saat ini, baru ada 23 difabel yang tinggal di situ. Nanti, kalau sudah mahir, silakan kalau mau pulang dan mengembangkan usahanya. Yang penting, kami memberikan motivasi dan kemampuan lebih, agar mereka tak minder dan tetap punya semangat hidup," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini