TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan yang diketuai Dasniel memperberat hukuman Tamin Sukardi. Tamin Sukardi dijatuhi hukuman 8 tahun, pada sidang putusan perkara banding, di ruang utama Pengadilan Tinggi Medan.
Hukuman yang diterima Tamin Sukardi lebih berat dari vonis sebelumnya, yang dijatuhi Pengadilan Negeri (PN) Medan selama 6 tahun.
Dalam amar putusannya, hakim juga meminta Tamin Sukardi membayar pengganti kerugian negara sebesar Rp 132,4 miliar dalam waktu satu bulan setelah putusan.
Apabila uang pengganti kerugian negara itu tidak bisa dibayarkan, maka harta benda Tamin Sukardi akan dirampas untuk negara.
Jika tidak mencukupi, maka diganti dengan hukuman dua tahun penjara.
"Barang bukti nomor 167, tanah seluas 20 hektare, kemudian barang bukti nomor 168, tanah seluas 32 hektare dan terakhir barang bukti nomor 169, tanah seluas 74 hektare yang merupakan bagian dari tanah yang awalnya dikuasai PT Erni Putra Terari seluas 126 hektar di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang dirampas untuk negara," kata hakim.
Baca: Sejumlah Luka di Tubuh Harimau Sumatera yang Terjebak di Kolong Ruko Diduga Bekas Jeratan
Saat pembacaan putusan dilakukan, jaksa penuntut umum (JPU) tidak hadir. Hanya ada beberapa anggota keluarga Tamin Sukardi yang mengikuti proses sidang.
Penasihat hukum terdakwa Tamin Sukardi, Fachruddin Rivai tak banyak berkomentar atas putusan ini.
"Kami belum terima salinan putusan banding ini. Nanti, setelah diterima dan dipelajari, kami akan kabari lebih lanjut terkait kemungkinan upaya hukum lain," ucap Fachruddin.
Pada 27 Agustus 2018 lalu, majelis hakim PN Medan yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo menjatuhi Tamin Sukardi dengan hukuman 6 tahun penjara, denda Rp 500 juta, subsidair enam bulan kurungan.
Kemudian, hakim meminta Tamin Sukardi membayar kerugian negara sebesar Rp 132,4 miliar dalam waktu satu bulan.
Selain itu, hakim Wahyu malah mengalihkan tanah seluas 74 hektar dari 126 hektar kepada PT Agung Cemara Reality.
Sisanya, diberikan hak kelolanya kepada PT Erni Putra Terari, milik Tamin.
Gara-gara kasus ini, hakim adhoc Merry Purba ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Merry diduga menerima suap 280.000 dollar Singapura dari Tamin Sukardi.
Ia disinyalir bekerjasama dengan Tamin Sukardi untuk mempengaruhi putusan kasus ini.
Baca: Mas Tatu Meninggal Dunia Saat Mengimami Jemaah Salat Jumat di Masjid Hidayah Karimun
Keluarga Protes
Keluarga Tamin Sukardi memprotes putusan majelis hakim.
Mereka menilai, putusan Pengadilan Tinggi Medan tidak tepat meminta Tamin Sukardi membayar kerugian sebesar Rp 132,4 miliar.
Mereka menganggap penyitaan aset berupa tanah itu tidak adil.
"Ini tidak masuk akal sama sekali. Bagaimana mungkin ada putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap di Mahkamah Agung sebelumnya, diabaikan dalam pengambilan putusan banding di tingkat Pengadilan Tinggi saat ini," kata Iwan Samosir, adik dari istri Tamin Sukardi.
Iwan juga menyoal legal opinion Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, terhadap tanah yang diperkarakan sudah dinyatakan tidak ada ganti rugi, namun Kejaksaan Agung justru menetapkan Tamin Sukardi sebagai tersangka.
Kemudian, tidak ada satupun saksi atau alat bukti selama persidangan di Pengadilan Negeri yang menunjukkan niat jahat Tamin.
Justru sebaliknya, fakta menunjukkan bahwa ahli waris pemegang alas hak tanah Helvetia yang melakukan gugatan sendiri terhadap PTPN-II.
Artikel ini telah tayang di Tribun-medan.com dengan judul Pengadilan Rampas Tanah 126 Hektar untuk Negara, Perberat Hukuman Tamin Sukardi jadi 8 Tahun