Laporan Wartawan Tribunpekanbaru.com, Syahrul Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Kisah sedih Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal di Malaysia, alami kejadian yang memilukan, dari hardikan hingga dicambuk.
Muhammad Amrizal tak pernah tahu nasibnya yang malang setelah dideportasi oleh Malaysia beberapa waktu lalu.
TKI asal Tapak Tuan Aceh Selatan ini mengaku, sudah bekerja di Malaysia selama setahun belakangan.
Lelaki berkulit gelap ini memutuskan untuk mencari peruntungan di Negeri Jiran setelah melihat kemungkinannya untuk mendapatkan pekerjaan di kampungnya di Labuhan Haji Timur Tapak Tuan, Aceh Selatan sangatlah kecil.
Dia mengaku, banyak diantara orang-orang seumurannya kemudian mencari kerja di negeri seberang dengan profesi apapun untuk memperpanjang kehidupan.
Maklum, di kampungnya Muhammad Amrizal, sekedar tamat SMA saja tidak cukup untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang layak.
“Saya sudah setahun belakangan bekerja di Kuala Lumpur Malaysia sebagai pelayan di sebuah restoran Melayu disana. Upahnya lumayan, jika di rupiahkan, saya masih bisa menabung dan mengirimkan sedikit ke kampung,” katanya saat di wawancarai Tribunpekanbaru.com di Sekretariat BNP2TKI Dumai.
Dia mengisahkan, nasibnya bisa sampai dideportasi setelah tertangkap dalam razia dokumen oleh Polisi Diraja Malaysia di sejumlah tempat-tempat rawan yang diduga kerap dijadikan ladang mencari uang oleh para TKI tak lengkap dokumen.
Amrizal menyadari, dirinya yang tak berdokumen lengkap sangat rawan untuk tertangkap ketika ada razia tersebut.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih.
Amrizal bersama sejumlah rekannya yang bekerja diprofesi yang sama dengan tempat berbeda terciduk dalam sebuah razia yang digelar oleh Polisi Diraja Malaysia sekitar awal 2018 lalu.
Amrizal kemudian diproses dan digiring ke Mancap Umboh, sebuah tempat serupa camp karantina bagi para imigran yang tak lengkap dokumen alias illegal hasil tangkapan Polisi Diraja Malaysia tersebut.
“Selama empat bulan saya berada di Mancap Umboh. Sungguh tak enak,” terangnya.
"Semua harta yang saya kumpulkan selama bekerja di Malaysia juga dirampas sebelum dikirim ke Mancap Umboh," tutur Amrizal kemudian.
Dia memaparkan, makian bahkan hardikan para petugas camp tersebut adalah makanan harian yang harus ia terima.
Amrizal pernah berusaha sopan dan berbuat baik dengan turut membantu kerja warga camp lain disana, namun malah berbuah pukulan rotan yang sangat menyakitkan.
“Saya pernah membantu seorang warga camp yang disuruh angkat panci nasi. Ketika saya bantu, saya malah dimarahi dan dicambuk rotan. Serba salah, membantu salah, diam juga salah,” paparnya.
Berbeda dengan rekannya yang bernama Khoirul Hadi Susanto (35).
Warga Indonesia asal Lamongan ini mengaku, sudah bekerja di Malaysia sebagai TKI tak terdaftar selama sembilan tahun lamanya.
Di Mancap Umboh, dia sempat mendekam selama setahun belakangan sejak September 2017.
“Disana (Mancap Umboh, red) suasananya sungguh tak nyaman. Kita dipaksa makan makanan yang gak layak, dan kalau dikonsumsi bisa gatal-gatal,” terangnya.
Dia menggambarkan, seluruh lingkungan camp karantina Mancap Umboh dipenuhi oleh sel kawat tak ubahnya kawasan bagi pesakitan yang tak memiliki kehidupan sosial apapun.
Khoirul juga menceritakan, banyak diantara warga Indonesia yang terjaring disana sudah tinggal lama.
Bahkan hingga tahunan seperti dirinya.
Dia menyebut, bahkan ada seorang warga Indonesia yang juga ditahan disana ditahan sampai akhirnya meninggal karena tidak mendapatkan pengobatan yang layak.
“Tak usah berbicara mengenai tempat yang layak, untuk mendapatkan pengobatan yang layak kalau sakit pun tak bisa. Semuanya serba tak bisa apa-apa,” ujarnya.
Khoirul saat ini hanya ingin pulang ke kampong halamannya di Lamongan.
“Saat ini yang ada dalam pikiran saya hanyalah Ibu saya. Saya ingin minta maaf dan mohon ampun saja,” tutup lelaki berambut gondrong ini.
Seluruh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Illegal yang dideportasi oleh Malaysia pada Selasa (27/11/2018) lalu telah berhasil dipulangkan ke kampung halaman masing-masing oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Kota Dumai.
Disampaikan oleh Kepala BNP2TKI Kota Dumai Kumisar Saktipan Viktor Siregar pada Minggu (2/12/2018) gelombang terakhir pemulangan TKI Ilegal tersebut dilakukan pada Sabtu (1/12/2018).
"Seluruh TKI Ilegal yang dideportasi oleh Malaysia pada Selasa minggu lalu berjumlah 78 orang. Seluruhnya sudah kita pulangkan bertahap ke kampung halaman masing-masing secara mandiri," ungkapnya pada Minggu (2/12/2018).
Dipaparkannya, seluruh TKI Ilegal tersebut ditampung oleh BNP2TKI di Sekretariat mereka di Kota Dumai pasca perjalanan laut mereka dari Malaysia menuju Indonesia dengan menggunakan kapal feri penumpang.
Di Dumai, seluruh TKI tersebut diberikan keleluasaan untuk menghubungi sanak family mereka untuk mendapatkan bantuan pendanaan agar dapat digunakan sebagai ongkos pulang menuju kampong halaman masing-masing.
“Dalam kasus seperti ini, BNP2TKI memang tidak menganggarkan untuk ongkos pulang mereka. Namun, biaya hidup mereka selama di penampungan merupakan tanggungjawab kami sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah dalam mengurusi masalah TKI,” sampainya.
Viktor berpesan, agar masyarakat Indonesia dimanapun berada yang ingin mencoba peruntungan sebagai TKI agar melengkapi identitas masing-masing supaya bisa mendapatkan perlindungan hukum di negeri orang.
“Dalam hal perlindungan, negara sangat terbuka dan berpartisipasi sepanjang proses legalitas yang dibutuhkan oleh para TKI tersebut terpenuhi. Jika tidak, ya seperti sekarang. Mereka dideportasi dari negeri tempat mereka bekerja sebelumnya,” ucapnya.
“Seluruh TKI ini juga pulang dari Malaysia menggunakan uang pribadi masing-masing setelah melewati proses karantina di Camp Mancap Umboh di Malaysia,” pungkasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunpekanbaru.com dengan judul KISAH Sedih TKI Ilegal di Malaysia, Alami Kejadian yang Memilukan, http://pekanbaru.tribunnews.com/2018/12/02/kisah-sedih-tki-ilegal-di-malaysia-alami-kejadian-yang-memilukan?page=4.