Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, KUTAI TIMUR - Senyum Umar Wirahadi (25) tampak mengembang saat melihat dua unit mobil melintas serta menerabas bisingnya hutan di kawasan Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Terlihat cekatan, Umar yang tengah bersantai di sebuah pos jaga berukuran 5x5 meter dengan cat berwarna hijau, langsung menjulurkan kedua tangannya ke sebuah tali tambang plastik berwarna biru.
Sambil menyapa dengan melebarkan senyumnya, Umar mengulur tali. Portal bercat belang kuning hitam itu pun terangkat.
"Selamat datang," ucap Umar sambil tersenyum.
Dari balik jendela pos jaga, tampak seorang pria lain yang berambut sedikit panjang, melirik tajam.
Usai melirik ke arah mobil, pria itu keluar pos jaga. Tangan kanannya melambai kearah mobil. Seakan mempersilakan rombongan masuk ke kawasan hutan.
Saat itu, Umar tengah bersama dengan Yusuf Lah (29).
Umar kemudian mempersilakan rombongan untuk masuk dan langsung menuju ke pusat penelitian hutan.
Jaraknya kurang lebih 6 kilometer atau sekitar 15 menit perjalanan mobil dari pos jaga.
Baca: Rumah Orang Tua Juru Parkir di Ciracas Dirusak Puluhan Orang Tak Dikenal
Umar dan Yusuf terlihat menyusul di belakang dengan mengendarai sepeda motor yang telah dimodifikasi khusus trek hutan.
Tiba di pos penelitian, pria berambut gondrong tiba-tiba muncul dari rumah kayu bertingkat dua.
Seakan menyambut kedatangan rombongan, ia terlihat menebarkan senyumnya.
Doni Prayoga (23) pria berambut gondrong itu. Dibelakang Doni, tampak Pus (22) melemparkan senyumnya dengan malu-malu.
Doni mempersilakan rombongan untuk beristirahat di pondokan persis di depan pusat penelitian hutan.
Umar dan Yusuf lalu muncul dan langsung memarkirkan sepeda motor.
"Silakan, istirahat dulu," kata Doni.
Umar dan Doni lalu menyuguhkan kopi hitam dan teh yang belum diseduh.
Umar mempersilakan untuk menikmati kopi atau secangkir teh.
"Kalau ada yang mau ngopi atau teh. Silakan," ucap Umar.
Baca: Mengenal Kearifan Lokal Masyarakat Adat Dayak Wehea dalam Menjaga Hutan Lindung Wehea
Sambil menikmati secangkir kopi serta teh, rombongan yang merupakan Tim Ekspedisi Cerita dari Hutan bersama Hutan Itu Indonesia (HII) mendapat cerita singkat tentang hutan yang mereka jaga.
Keempat pria itu yakni Umar, Yusuf, Doni dan Pus merupakan petugas penjaga Hutan Lindung Wehea seluas 38.000 hektar di kawasan Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Pemuda Desa Nehas Liah Bing yang dihuni oleh masyarakat adat suku Dayak Wehea memang punya peranan penting dalam perlindungan dan ekosistem Hutan Lindung Wehea.
Mereka merupakan penjaga hutan atau dalam bahasa Dayak Wehea disebut Petkuq Mehuey (PM).
Sejak tahun 2005, masyarakat Dayak Wehea terlibat langsung dalam aturan tentang perlindungan hutan dan ekosistemnnya.
Di awal penetapan Hutan Lindung Wehea dijaga secara adat pada tahun 2004, penjaga hutan atau PM beranggotakan 35 orang terdiri dari pemuda masyarakat Dayak Wehea yang siap berjaga secara sukarela.
Hal itu tak terlepas dari lembaga swadaya masyarakat The Nature Conservancy (TNC), pada tahun 2003 mengadakan penelitian terkait dengan kekayaan Hutan Lindung Wehea.
Dimana, Hutan Lindung Wehea menyimpan kekayaan flora dan fauna berupa 12 hewan pengerat, 9 jenis primata, 19 jenis mamalia, 114 jenis burung, dan 59 jenis pohon bernilai.
Bahkan, ada sekitar 760 ekor lebih orangutan dengan nama latin Pongo Pygmaeus atau dalam bahasa dayak Wehea disebut Lehje.
Namun, seiring berjalannya waktu membuat sebagian penjaga hutan mulai berkurang dan mencari pekerjaan lain.
Tercatat, pada tahun 2017, jumlah penjaga Hutan Lindung Wehea tinggal 10 orang.
Tepatnya, saat ini hanya tinggal Umar dan ketiga rekannya yang masih bertahan menjaga kelestarian hutan Lindung Wehea.
Pembagian kerja mereka dibagi menjadi dua shift. Satu shift bertugas menjaga pos jaga.
Sedangkan, lainnya bertugas berpatroli di sekitaran hutan dan memantau kamera trap.
Umar, pria berdarah Dayak Wehea dan Bugis ini membagikan cerita alasan mau terlibat dan menjaga Hutan Lindung Wehea sejak tahun 2012.
Berawal dari rasa nyaman, Umar yakin profesinya ini bisa membuatnya tenang dan membanggakan hutan adat yang masih terus terjaga hingga kini.
"Saya sangat suka karena bisa berbagi cerita tentang orangutan, bisa memberi pengalaman juga, tentunya bisa mengenalkan Hutan Wehea ke seluruh Indonesia," ungkap Umar.
Ia juga membagikan suka duka saat menjaga hutan.
Sukanya, kata Umar, bisa bertemu dengan banyak oang. Sedangkan dukanya saat berpapasan dengan hewan buas dan para pemburu.
Lebih dari itu, Umar memiliki komitmen untuk menjaga hutan dari 'serangan' penebangan kayu dan gempuran hutan kelapa sawit yang semakin 'mencekik hutan Wehea.
"Saya menjaga hutan ini kan biar hutan tetap ada. Seperti perusahan sawit dan tambah tidak berani. kita komitmen jaga terus biar engga ada penambangan emas. Perusahaan kayu dan sawit itulah kenapa saya tetap jaga hutan ini biar lesari dan ada," ungkap Umar.
Beda cerita dengan Umar, Doni yang merupakan lulusan sarjana kehutanan di salah universitas di Samarinda memilih menjadi menjadi penjaga hutan karena panggilan hati.
Kecintaannya dengan hutan tak terlepas dari hobinya yang gemar mendaki gunung semasa kuliah.
Ia mengaku merasa nyaman dan tenang saat berada di hutan.
"Jadi PM karena panggilan hati dan hobi aja sih. Suka dengan suasana hutan yang tenang dan nyaman," ucap Doni.
Doni juga berbagi cerita bagaimana para penjaga hutan menghilangkan kejenuhannya saat menjaga hutan Lindung yang pernah menjadi juara tiga dunia sebagai hutan lindung terbaik pada dalam penghargaan 'Schooner Prize Award 2008' di Vancouver, Kanada itu.
"Sibuk masing-masing saja, ngilangin jenuh, baca buku-buku, nonton video, mancing, dengerin lagu. Lagi tidak ada tamu, suka jenuh karena engga ada kegitan," ucap Doni.
Perjalanan ke Desa adat Nehas Liah Bing dan Hutan Lindung Wehea merupakan rangkaian kegiatan Ekspedisi Cerita dari Hutan yang digelar oleh Hutan Itu Indonesia (HII) sejak 6-10 Desember 2018.
Ekspedisi Cerita dari Hutan itu merupakan upaya HII untuk menyebarkan cerita positif tentang pelestarian dan perlindungan hutan di Indonesia.