TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, Maman Abdurrahman, mendukung penertiban, pengawasan dan penindakan ilegal mining yang banyak terjadi di daerah, dan salah satunya di Sulawesi Tenggara (Sultra).
"Tugas penindakan IUP (Izin Usaha Pertambangan, red) ini adalah Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan penegak hukum setempat," kata Maman Abdurrahman, Jumat (28/12/2018).
Apalagi kata Maman, bahwa hal tersebut sudah mendapat rekomendasi dari DPRD.
"Kalau sudah ada rekomendasi dari DPRD setempat maka tidak ada alasan bagi penegak hukum untuk tidak menindaknya," tegas politisi Golkar ini.
Karena menurut Maman, penambang liar atau iligal mining tersebut tidak saja merugikan daerah, tapi juga negara.
Baca: Terciduk Bermesraan dengan Irwan Mussry di Belakang Ayahnya, Maia Estianty: Begini Kalau Jatuh Cinta
Baca: Dihadapan Sang Ibu Gempita Sebut Lebih Sayang Gading Marteen, Begini Tanggapan Gisella Anastasia
Baca: Rumor Transfer Persib Bandung: Kode Hati Biru Pemain Asal Brasil hingga Kembalinya Kakak Beckham
"Penambangan seperti ini sangat merugikan negara. Kalau sudah ada laporan ke Komisi VII DPR akan kami tindaklanjuti," tambahnya.
Maman mencontohkan kasus dugaan penambangan ilegal yang diduga dilakukan PT BPS di Kolaka, Sultra.
Sejumlah elemen masyarakat mendatangi DPRD Sultra dan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri untuk menindak kasus dugaan penambangan ilegal tersebut.
"Kemarin, sejumlah elemen mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Pemerhati Tambang Kabupaten Kolaka (Kompak) menyambangi DPRD Provinsi Sultra dan meminta Pansus Tambang merekomendasikan ke ranah hukum kepada KPK dan Kejagung serta Mabes Polri untuk menindak perusahaan IUP Batuan yang beroperasi di Babarina Desa Muara Lapao-lapo Kec Wolo tersebut," ungkap Maman.
Dalam dialog dengan Pansus Tambang DPRD Sutra terungkap bahwa PT BPS hanya memiliki izin pertambangan batuan (bukan mineral logam), dan belum memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Namun dalam kenyataannya, PT BPS beberapa kali kepergok melakukan pengapalan dengan tongkang ore nikel.
Menurut anggota Pansus Penertiban Tambang DPRD Sultra Suwandi Andi, pihaknya sudah menemukan adanya indikasi dugaan pelanggaran yang telah dilakukan seperti pelanggaran administrasi.
“Tim pansus menemukan indikasi pelanggaran administratif. Data ini bukan saja kami punya. Dinas ESDM dan Dinas Kehutanan sudah punya data pelanggaran yang dilakukan. Laporan dari dua dinas terkait ini sudah masuk ke pansus tambang,” jelasnya.
Berdasarkan keputusan gubernur melalui Dinas ESDM setempat aktifitas Babarina sudah dihentikan.
Namun dalam pantauan Kompak, perusahaan itu tetap membandel dan tercatat pada tanggal 24 Desember 2018 sekira pukul 08.30 waktu setempat kapal tongkang Taurus 11 bermuatan ore nikel ditarik tagbout Prima Star 25 menuju Morowali mengangkut muatan 240 ret. (**)