Laporan Wartawan Tribun Jabar, Siti Masithoh
TRIBUNNEWS.COM, CIREBON - Delapan orang tampak sedang duduk di dalam tenda pengungsian BPBD Kabupaten Cirebon berukuran sekitar 3 m × 2 m di Desa Panguragan Kulon, Kecamatan Panguragan, Kabupaten Cirebon, Rabu (2/1/2019) siang.
Tenda beralaskan terpal dan dibawahnya batu bata itu menjadi tempat tidur mereka pascabencana angin puting beliung pada Minggu (30/12/2018) sore.
Angin puting beliung yang terjadi pukul 16.15 WIB itu meratakan rumah mereka.
Baca: Dua Warga Panguragan Cirebon Depresi Setelah Terdampak Angin Puting Beliung
Tenda tersebut persis berdiri di atas bangunan rumah mereka yang rata dengan tanah.
Delapan orang tersebut tinggal dalam satu rumah yang terdiri atas empat kepala keluarga.
Satiri (50) beserta ketiga anaknya, Maria (28), Kasino (25), dan Anisa (18) serta menantunya, Rosid (32), Ija (19), dan Ari (20), serta cucunya, Regin (3), biasa tinggal bersama bersama dalam satu atap.
Di samping tendanya saat ini, ada tenda kecil yang dipakai sebagai dapur.
Beruntung, sejak kejadian puting beliung, belum ada hujan. Sehingga mereka tidak harus kehujanan.
"Kalau hujan ini kami pasti cemas. Pasti keujanan. Kemarin saja gerimis sudah takut bocor," kata Rosid kepada Tribun Jabar.
Rosid yang bekerja sebagai buruh tani, sangat mencemaskan keadaan istrinya, Maria (28) yang tinggal menunggu proses persalinan.
"Kata dokter sih bulan ini. Saya cemas karena sekarang saja kan tinggal di tenda," kata Maria.
Padahal, sebelum bencana puting beliung, Maria dan Rosid sudah menyiapkan peralatan untuk bayinya.
Hanya saja, semua barang-barang di rumah mereka hampir tidak ada yang bisa diselamatkan.
"Mau kerja juga gimana, kepikiran istri dan anak. Penghasilan sehari-hari saja hanya Rp 60 ribu, itu pun tidak tetap, apalagi sekarang tidak bisa bekerja," kata Rosid.
Sambil terus mengelus perutnya, Maria tampak bersedih menceritakan saat kejadian puting beliung.
Saat itu, ia bersama adiknya, Anisa, dan anaknya, Regin, dan ibunya, Satiri, sedang berada di dalam rumah.
"Untungnya nggak kena reruntuhan. Saya langsung menarik Anisa yang sedang hamil juga 5 bulan," kata Maria.
Setiap harinya, Satiri dan anak-ananknya bahu membahu bekerja serabutan demi sesuap nasi. Satiri biasa berjualan gorengan keliling.
Kini, Satiri tidak bisa mencari nafkah akibat peralatan dagangnya yang rusak akibat puting beliung.
"Dari anak-anak kecil, saya yang membesarkan sendiri. Saya merasa sedih sekarang harus tinggal di tenda. Namanya bencana, orang susah, mau bagaimana," kata Satiri.
Saat ini, keluarga Satiri sudah mendapat bantuan logistik dari pemerintah setempat maupun Pemkab Cirebon.
Ia berharap rumahnya segera mendapat bantuan. Mengingat saat ini memasuki musim hujan.
"Katanya sih mau dapat bantuan, tapi nggak tahu kapan," tukasnya.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Nantikan Kelahiran Anaknya, Maria yang Sedang Hamil Besar Terpaksa Tinggal di Tenda Pengungsia