"Menurut pemantauan petugas yang bersangkutan berpindah-pindah tempat dan menggunakan identitas yang berbeda," bebernya.
Susilo menambahkan, Alay wajib mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 106.861.614.800.
Saat ini, harta Alay yang disita negara masih senilai Rp 1 miliar berupa aset dan rekening.
"Sembari Alay menjalani masa hukuman, kami akan menelusuri aset-aset Alay untuk menutupi kerugian negara," ujarnya.
Usai menangkap Alay, Kajati Lampung optimistis bisa membekuk buronan lainnya, terutama Satono.
"DPO satu lagi yakni mantan Bupati Lampung Timur. Mudah-mudahan segera kami temukan," ucapnya.
Untuk melacak keberadaan Satono, Korps Adhyaksa akan kembali bersinergi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mengaku Tak Tahu
Sementara itu, Alay merasa keberatan disebut buronan.
Ia berdalih tidak tahu dirinya terjerat kasus korupsi.
Selain itu, ia pernah menjalani hukuman pidana penjara selama lima tahun terkait kejahatan perbankan.
"Setelah saya keluar Lapas Rajabasa, 2014 rupanya jaksa men-split perkara saya karena adanya kerugian negara. Sehingga keluar putusan 18 tahun penjara, dan saya nggak tahu itu," kata Alay seusai menjalani tes di ruang registrasi Lapas Rajabasa.
Alay mengaku tidak tahu dirinya berstatus buronan.
Sebab, ia tidak pernah mendengar kabar rencana eksekusi oleh pihak Kejaksaan.
"Sekarang saya dicari-cari untuk jalani 18 tahun penjara. Dan, kalau tidak ganti rugi Rp 106 miliar, ditambah kurungan 2 tahun," katanya.
Alay pun mengatakan ingin meminta keadilan lantaran hukuman yang bakal dijalani cukup tinggi
"Kalau ditotal saya jalani hukuman 25 tahun. Lima tahun sudah, sekarang bakal 20 tahun. Umur saya 66 tahun, ini kan maunya saya berakhir (meninggal) di sini," ungkapnya dengan nada melengking.
Alay menambahkan, selama ini menjalani hidup seperti biasanya.
Ia banyak menghabiskan waktu di tempat kelahirannya di Malang, Jawa Timur.
"Selama lima tahun ini saya hanya di Jawa Timur saja, tidak ke mana-mana," ucap Alay.
Disinggung ganti identintas untuk mengelabui petugas, Alay membantahnya.
Ia mengklaim tidak pernah ganti identitas.
Ia menyebut cuma membuat KTP elektronik di Malang.
"Karena KTP saya di Lampung mati, saya bikin e-KTP di Malang," ujarnya.
"Saya buat dengan nama asli saya Wi Hok Gie, dan itu resmi. Nggak benar kalau gonta-ganti KTP," tegasnya.
Selain memiliki KTP Malang, Alay juga mengaku memboyong keluarganya yang ada di Lampung untuk pindah ke Malang.
"Sekeluarga pindah, karena saya di Lampung (merasa) nggak diterima dan malu. Jadi, saya keluar dari Lampung," tuturnya.
Terkait penangkapannya di Tanjung Benoa, Alay mengaku baru akan bertemu dengan anak dan menantu.
"Saya nggak pernah ketemu anak dan gak pernah ketemu mantu. Jadi, kami janjian di Tanjung Benoa," ucapnya. (hanif mustafa)
Artikel ini telah tayang di Tribunlampung.co.id dengan judul Miliuner Asal Lampung Kini Harus Tinggal di Ruangan 3x3 Meterpersegi, Ditemani 3 Orang Lain