Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus perundungan terhadap AY,siswi SMP di Pontianak, Kalimantan barat, yakni AU (14) saat ini telah memasuki babak baru.
Kepolisian telah menetapkan status tersangka terhadap 3 dari 12 pelaku.
Baca: Jenguk AY Korban Perundungan, PSI Tawarkan Bantuan Hukum hingga Trauma Healing
Namun, bukan hanya proses hukum yang tengah dihadapi, sanksi sosial kini juga mereka alami, terutama melalui beragam komentar media sosial.
Menanggapi perkembangan terkait kasus perundungan itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pun menggelar konferensi Pers.
Dalam konferensi pers tersebut, Sekretaris Kementerian PPPA Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan kasus itu tidak seharusnya disebut 'kekerasan terhadap anak' karena itu bisa berdampak buruk pada mental pelaku yang juga merupakan anak di bawah umur.
Pemberian stigma tersebut menurutnya tidak boleh dilakukan, lantaran bisa membekas pada sosok mereka di hadapan publik pada kemudian hari.
Keberadaan mereka bisa 'terkucilkan' jika stigma tersebut terus digaungkan, terlebih melalui media sosial.
"Itu stigma harus dihindari, apalagi penggunaan medsos ya, karena nanti seumur hidup si anak, dia akan melekat itu citranya itu tadi," ujar Pribudiarta, di Kementerian PPPA, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (11/4/2019).
Ia pun menjelaskan dalam kasus lainnya, para pelaku terbukti bisa mengubah perilaku ke arah positif.
Bahkan tidak jarang diantara anak-anak yang pernah melakukan tindakan perundungan dan ditahan di lembaga pemasyarakatan (lapas) ada yang sukses dalam kehidupannya.
"Padahal ke depan dia bisa jadi berubah, anak-anak yang ada di lapas itu saya dengar banyak yang kemudian juga berhasil," jelas Pribudiarta.
Sehingga ia menilai pendekatan yang harus diterapkan kepada para pelaku perundungan harus bersifat rehabilitatif atau pemulihan.
Baca: Remaja Korban Penganiayaan di Pontianak Banyak Didatangi Artis, Nikita Mirzani Ungkap Curhat Ayah AU
Bukan bersifat impunitif atau menghukum para pelaku.
"Anak itu tentu pendekatannya rehabilitatif daripada impunitif," kata Pribudiarta.