TRIBUNNEWS.COM, TANJUNG REDEB - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Berau, Provinsi Kalimantan Timur mengimbau masyarakat agar mewaspadai musim kering atau musim kemarau.
Musim kemarau diprediksi akan terjadi mulai bulan Juni hingga Oktober 2019 nanti.
Kepala BMKG Berau, Tekad Sumardi, menjelaskan, musim kemarau sebenarnya sudah dimulai sejak bulan April lalu, tapi kemarau basah.
Jadi walaupun musim kemarau, tetapi intensitas hujan masih cukup tinggi.
"Sedangkan kemarau kering ditandai dengan menurunnya intensitas hujan yang diprediksi akan terjadi mulai bulan Juni sampai Oktober 2019," ungkap Kepala BMKG Berau, Tekad Sumardi kepada Tribunkaltim.co, Minggu (19/5/2019).
Puncak musim kemarau ditandai dengan curah hujan yang menurun drastis.
Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, misalnya, jumlah hujan dalam dalam kurun waktu 10 hari.
Terjadi hujan dengan curah hujan rata-rata kurang dari 50 milimeter.
Baca: Cak Imin: Saya Berharap Jokowi Segera Bertemu Prabowo, Atasi Kerumitan Pasca Pilpres
Ini diikuti siklus 10 harian berikutnya.
Atau dalam kurun waktu 30 hari, curah hujan kurang dari 150 milimiter.
Wilayah Berau secara garis besar memiliki sifat hujan yang tidak banyak perbedaan antara musim hujan dan kemarau.
"Sedangkan rata-rata suhu udara, diprediksi berkisar 34 derajat celcius," ungkapnya.
Dampak yang paling dirasakan selama musim kemarau, menurut Tekad Sumardi adalah meningkatnya titik panas (hot spot) di sejumlah wilayah.
Kondisi ini, kata Sumardi berpotensi memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Berdasarkan data dari BMKG, sebaran titik panas dalam 5 tahun terakhir dalam periode Mei hingga Oktober, mencapai 2.000 titik panas.
Baca: Cerita Megan Lovelady yang Sempat Diusir Sang Ibu Ketika Tahu Berbeda Keyakinan (Bagian III)
Jumlah tersebut menurutnya menduduki tiga besar terbanyak di Kalimantan Timur, setelah Kutai Kartanegara dan Kutai Barat.
Karena itu, pihaknya mengimbau masyarakat, khususnya para petani atau peladang berpindah agar tidak membuka lahan dengan cara pembakaran.
Dengan suhu udara yang panas, ditambah tiupan angin, memudahkan api melahap daun-daun kering dari pepohonan yang meranggas selama musim kemarau.
Masyarakat yang menghuni kawasan sekitar hutan juga diimbau untuk mewaspadai api yang merembet ke pemukiman.
BMKG, kata Sumardi, selalu berkoordinasi dengan Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan (Satgas Karhutla), dengan terus memperbaharui kemunculan titik panas yang terpantau melalui satelit.
Saat titik panas terdeteksi, langsung dilaporkan ke Satgas Karhutla untuk didatangi.
Namun tidak jarang, saat ditinjau ke lokasi, titik panas tersebut hanyalah pantulan sinar matahari dari atap rumah warga, lokasi tambang batu bara, hingga bengkel yang menghasilkan suhu udara tinggi.
"Tapi langkah antisipasi tetap perlu dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan," tandasnya.
Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul BMKG Berau Prediksi Musim Kemarau dan Kering Masuk Bulan Juni 2019, Waspadai Gejala Karhutla