Inilah enam fakta kisah viral makan seafood di warung lesehan bayar Rp 700 ribu. Pedagang sebut pembeli tak tahu terima kasih.
TRIBUNNEWS.COM - Berikut lima fakta kisah viral makan seafood di warung lesehan bayar Rp 700 ribu.
Beberapa waktu belakangan, beredar kisah seorang netter yang mengaku makan seafood di sebuah warung lesehan di Tegal, Jawa Tengah.
Kisah ini viral di media sosial sebab warganet tersebut harus membayar hingga Rp 700 ribu untuk kuliner seafood yang disantapnya.
Baca: Berbekal Rp 5 Ribu Mudik Lebaran Jalan Kaki Jakarta-Jogja, Ini 3 Kisah Pemudik yang Sempat Viral
Menurutnya, harga Rp 700 ribu adalah harga yang cukup mahal untuk kuliner seafood yang dijajakan di warung lesehan pinggir jalan.
Imbasnya, warung lesehan itu viral dan sepi pembeli, hingga tak sedikit netter lain yang mencibir pemilik warung karena mematok harga yang cukup mahal.
Berikut enam fakta kisah viral makan seafood bayar Rp 700 ribu, sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari Grid.id dan Tribun Jateng.
1. Kronologi
Seorang netter dengan akun Facebook Tijee Uyee Slalu menceritakan pengalamannya makan di sebuah warung lesehan di Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah pada Senin (27/5/2019).
Kisah apesnya dibagikan di Facebook, lalu dibagikan ulang oleh beberapa akun dan menjadi viral.
Akun Facebook Tije Uyee Slalu, menceritakan kronologinya.
"Acc min, pan melu ngeluh, jebule ning daerah Slawi ana pedagang sing galak, pan bada nembak harga."
"Lesehan pertigaan lampu merah, tugu poci Slawi. mangan kepiting 1 porsi udang/cumi, segane siji, es tehe 2, total e 700rb,"
"Kecewa, kaya mangan ning hotel berbintang bae, padahal tah pinggire dalan, isine debu jalanan, dana sing ngalami ora lur," tulis akun Tije.
(Acc min, mau ikut mengeluh, ternyata di daerah Slawi ada pedagang yang galak, mau Lebaran 'nembak' harga.
Lesehan pertigaan lampu merah, tugu poci Slawi. Makan kepiting 1 porsi udang/cumi, nasinya satu, es teh dua, jumlahnya Rp 700 ribu.
Kecewa, seperti makan di hotel berbintang saja, padahal warungnya di pinggir jalan, isinya debu jalanan, ada yang pernah mengalaminya?)
Tulisan Facebook Tijee Uyee Slalu rupanya menanggapi cerita netter lain yang mengalami nasib serupa di warung yang sama.
Dirinya memesan nasi, cah kangkung, dan seporsi cumi, sedangkan uang yang harus dikeluarkan tidak masuk akal, yakni Rp 220 ribu.
Tidak adanya daftar harga di warung lesehan ini, menjadi faktor dirinya harus membayar mahal.
Pria tersebut sempat merekam percakapannya dengan penjual dan mengeluh mahalnya harga yang dipatok oleh penjual.
2. Dibantah pemilik warung
Dari hasil penelusuran Tribun Jateng, rupanya warung tersebut bernama Lamongan Indah Lesehan Bu Anny.
Lokasinya berjarak sekitar 100 meter ke arah timur dari Perempatan PLN, Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Slawi.
Warung yang bersebelahan dengan Kantor Kecamatan Slawi itu kini sangat sepi akibat viralnya postingan di Facebook.
Pemilik warung bernama Anny (42), warga asal Malang, Jawa Timur membantah postingan yang beredar di media sosial soal pembeli harus membayar Rp 700 ribu saat makan di warungnya.
Dia bercerita, pembeli tersebut membeli beraneka ragam seafood seperti udang, cumi, dan kepiting untuk porsi dua orang.
Kala itu, suami Anny, Sopikhin menghidangkan masakan udang windu, kepiting telur, dan cumi yang dilihatnya besar-besar untuk porsi dua orang.
Setelah menyantap dan hendak beranjak, Anny menghitung total harga yang harus dibayar pembeli yakni sebesar Rp 700 ribu.
"Kepiting yang kami hidangkan itu beratnya sampai 2 kg sehingga harganya menyesuaikan bobot barang."
"Namun, pembeli tak punya uang sebanyak itu. Akhirnya kami potong untuk membayar Rp 300 ribu saja," cerita Anny.
Baca: Berbekal Rp 5 Ribu Mudik Lebaran Jalan Kaki Jakarta-Jogja, Ini 3 Kisah Pemudik yang Sempat Viral
Mendampingi istrinya berjualan, Sopikhin (48) pun turut ambil bicara terkait kejadian yang tengah menimpa usahanya saat ini.
Saat ditanyai rincian munculnya harga Rp 700 ribu yang viral di jagad sosial media, Sopikhin agak malu-malu menjawabnya.
Dia mengingat, pembeli tersebut memesan udang, cumi, dan kepiting untuk porsi dua orang.
Dia hanya menjawab, harga masing-masing pesanan bisa berubah, tergantung bobot barang yang didapatnya dari Pasar.
Seingat Sopikhin, udang yang dijualnya pada saat sebelum viral itu berkisar Rp 150 ribu per porsi.
Udang yang dijualnya adalah udang jenis windu, sama seperti pada gambar spanduk yang dipasang di warungnya.
Kemudian, tambah Sopikhin, harga kepiting yang dihidangkan kepada pembeli seharga Rp 175 ribu per kilogram.
Karena besar dan bobotnya berat, harga kepiting telur itu pun dinaikan oleh Sopikhin.
Sedangkan untuk harga cumi, dia mengaku tidak begitu mengingatnya.
"Kalau tidak salah, cumi yang kita hidangkan kemarin seberat 3 Kg loh untuk dua orang."
"Lalu, kepiting yang saya hidangkan kemarin beratnya hampir 2 Kg."
"Kami kalau menghidangkan masakan tidak akan tanggung untuk pembeli," tukas Sopikhin.
3. Sebut pembeli tidak tahu terima kasih
Masih kata Anny, ia menyebut pembeli di warung lesehannya tidak tahu terima kasih.
Sebab, dirinya sudah memotong harga yang harus dibayar dari Rp 700 ribu menjadi Rp 300 ribu.
"Padahal sudah kami potong setengah harganya, malah tidak tahu terima kasih."
"Semisal pembeli itu membayar total Rp 700 ribu, baru saya ikhlas dikeluhkan di sosial media."
"Masalahnya, dia sudah dipotong harganya, tapi malah seperti itu," sebut Anny kian kesal.
4. Ada harga, ada rupa
Anny juga membenarkan, masakan dan dagangan yang dijualnya memang tidak murah, terlebih masakan seafood.
Sebab, Anny mengklaim bahan-bahan yang dibelinya tidak sembarangan alias berkualitas super.
"Ada rupa, ada harga. Kami dapat kepiting dari pasar saja harganya bisa Rp 175 ribu hingga Rp 225 ribu per kilogram,"
"Kami pakai jenis kepiting telur dan udang windu yang terkenal besar-besar. Semua fresh dari laut," ucap Anny.
Baca: Seorang Wanita Muda Dibuntuti oleh Pria Tak Dikenal sampai ke Apartemennya, Rekaman CCTV Viral
Kemudian Anny juga biasa membeli jenis udang windu besar di pasaran seharga Rp 150 ribu per kilogram.
Dia mendapatkan aneka bahan makanan laut itu di Pasar Cinde, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal.
"Kalau dari pasarnya saja mahal, ya jelas kami juga akan jual mahal," kata dia.
5. Pasrah warungnya sepi
Dari cerita viral di media sosial, Anny mengaku sempat didatangi dan dimintai keterangan oleh dinas terkait.
Kata Anny, dinas terkait datang atas instruksi Bupati Tegal yang ingin lebih lanjut mengetahui ihwal viralnya kejadian ini.
"Satpol PP tadi siang datang. Namun, kami tetap tegaskan 'ada rupa, ada harga'."
"Dari dahulu, kami memang menjual dengan harga segini. Kami tidak main tembak harga seperti yang disangkakan orang lain," kata dua.
Baca: Istri Brimob Menangis hingga Pedagang Rokok Pasrah, Ada Cerita dalam Aksi 22 Mei di Jakarta
Selain itu, warungnya juga semakin sepi seiring dengan viralnya cerita tentang warung lesehannya.
Saking sepinya, warung yang mulai dibuka sehabis Magrib itu baru melayani satu pembeli hingga pukul 20.22, Rabu (22/5/2019).
Anny pun mengaku hanya bisa berpasrah diri menerima berbagai hujatan karena dianggap 'menembak harga' di momen-momen tertentu, seperti musim mudik Lebaran saat ini.
"Ya, saya mah pasrah. Saya sudah 10 tahun jualan di sini."
"Pada 2-3 tahun lalu sempat viral kayak gini juga, tapi saya tetap menjaga harga tersebut karena ada rupa ada harga," cetus Anny.
6. Mahal sejak 2009
Selama hampir 10 tahun menjual aneka masakan Lamongan di pinggir Kantor Kecamatan Slawi itu, Anny mengaku tidak pernah memasang harga murah pada masakan jualannya.
Sebab, dia mengklaim bahan-bahan seafood seperti kepiting, cumi, ikan kakap, dan udang yang dibelinya tidak sembarangan alias berkualitas super.
"Dari 2009 sampai sekarang, saya tetap menjual masakan dengan harga yang tak murah. Tapi anehnya, kenapa baru sekarang gegernya," ujar Anny heran, Rabu (29/5/2019).
Sebelumnya, Anny mengaku sempat mengalami hal serupa sekitar dua atau tiga tahun yang lalu.
Masalahnya, kata Anny, sama seperti yang dialaminya saat ini, yakni soal harga yang dinilai tak wajar oleh masyarakat.
"Beberapa tahun juga pernah viral seperti ini. Tapi, pembeli ada-ada saja sampai sekarang."
"Dari dagangan ini, saya bisa mengkuliahkan anak saya. Yang jelas, saya ga pernah nembak harga karena dari dulu memang saya jual tidak murah."
"Ada rupa, ada harga. Kalau yang ngerti seafood, harusnya paham," Anny bercerita.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Tribun Jateng/Akhtur Gumilang)