Polisi menduga ada motif lain yang mesti dipastikan, diantaranya orientasi seks menimpang yang diakibatkan kejiwaan pelaku.
Untuk itu, polisi akan berkoordinasi dengan ahli kejiwaan untuk memeriksa ES dan LA.
Pemeriksaan kejiwaan pasutri tersebut untuk memastikan motif atas kasus tersebut.
Polisi juga terus berkoordinasi dengan KPAID dan P2TP2A untuk pendampingan anak-anak yang menjadi korban.
Hal tersebut bertujuan untuk memulihkan kondisi traumatik yang dialami anak-anak.
Pengakuan Bocah yang Bayar Rp 1000
Pengakuan miris dari korban yang merupakan bocah berusia 10 tahun.
Bocah tersebut merupakan satu dari 6 korban yang ikut nonton bareng adegan ranjang pasutri ES dan LA.
Diantar oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat Desa Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, bocah tersebut menemui petugas KPAID.
Kepada petugas KPAID, bocah yag masih lugu itu mengaku ikut menonton lantaran diajak oleh teman sebayanya.
"Saya mah tidak niat tapi diajak teman, lalu melihat melalui kaca kamar itu," kata sang bocah menggunakan Bahasa Sunda.
Ia menonton adegan ranjang ES dan LA tersebut pada bulan Ramadhan.
Sang bocah mengaku ikut iuran untuk membeli rokok dan kopi untuk menonton adegan ranjang.
"Abi mah mayar sarebu (Saya bayar Rp 1.000)," katanya, polos.