TRIBUNNEWS.COM, MANADO -- Mengenai laporan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh diduga oknum polisi berpangkat perwira menengah ini mendapat perhatian serius Polda Sulut.
Polda Sulut terus berupaya melakukan pemeriksaan dan mengungkap kebenaran kasus Oknum Polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) ini.
Polisi dilingkup Polda Sulut ini diduga melakukan pencabulan terhadap anak dibawah umur yang masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kabid Humas Polda Sulawesi Utara, Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan pihaknya sudah melakukan pemeriksaan lanjut.
Dan dari hasil penyelidikan internal, kejadian sebenarnya tidak seperti itu.
Baca: Senang Bisa Menghirup Udara Bebas, Mantan Danjen Kopassus Akan Gelar Syukuran
Baca: Militer AS Sempat Rencanakan Serangan Balasan ke Iran, Tapi Dibatalkan
Baca: Iran Klaim Menembak Jatuh Drone AS di Teritorialnya
"Kejadian sebenarnya tidak seperti itu, anak ini indikasi jual diri," katanya, Jumat (21/6/2019).
"Terjadi pencabulan tidak, dari pemeriksaan visum tidak menandakan hal tersebut," Kata dia.
Terjadi Saat Lebaran
Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut) menerima adanya laporan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oknum perwira menengah.
Kabid Humas Polda Sulawesi Utara Kombes Pol Ibrahim Tompo membenarkan adanya laporan tersebut.
"Benar adanya laporan tersebut, kita sementara lakukan penyelidikan internal, terkait perkembangannya kita akan informasikan," kata Tompo, Kamis (20/6/2019).
Sebelumnya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia – Lembaga Bantuan Hukum Manado (YLBHI-LBH Manado) bersama LSM Swaraparampuang pada Selasa, (18/06/2019) melaporkan beberapa oknum Polisi ke Kepolisian Daerah Sulawesi Utara.
Laporan tersebut atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak 14 tahun yang masih berstatus pelajar SMP.
Direktur YLBHI-LBH Manado Jekson Wenas menuturkan laporan mereka berdasarkan peristiwa asusila yang terjadi pada Rabu 5 Juni 2019.
Tepat di hari raya pertama Idul Fitri.
“Kemarin sudah kami lapor ke Polda Sulut dan akan kami kawal,” katanya.
Menurutnya sesuai pengakuan korban, mulanya dia diajak oleh tetangganya berinisial (F) pergi rumah salah seorang oknum Polisi inisial (AW).
Sesampainya di rumah AW sekitar Pukul 20.00 Wita, F dan AW langsung mengajak korban meminum minuman keras jenis cap tikus dan bir hitam.
Baca: Panglima TNI dan Menteri Luhut Jadi Penjamin Penangguhan Penahanan Soenarko, Ini Kata Jubir TKN
Baca: Saksi 01 Akui Moeldoko Pernah Sebut Perang Total, Ditegur Hakim MK karena Keterangan Berubah-ubah
F dan AW menelpon temannya (GN) yang juga merupakan salah satu pimpinan Brigade Mobil di Mako Brimob Polda Sulut berpangkat AKBP.
Saat GN sampai di rumah AW, korban dalam keadaan mabuk berat.
GN kemudian mengajak dan memaksa korban ke dalam sebuah kamar di rumah tersebut.
Korban menolak ajakan tapi GN tetap memaksa.
Di sebuah kamar dalam rumah milik AW itulah GN memperkosa korban.
Pasca kejadian, korban yang dalam keadaan ketakutan dan penuh isak tangis meminta pulang.
AW dan F menahan korban dengan alasan pintu pagar sudah di kunci.
Seketika itu korban langsung memberontak dan mengatakan akan meloncati pintu pagar kalau tidak diperbolehkan pulang, sehingga pada malam itu juga F dan AW terpaksa mengantarkan korban pulang kerumahnya.
“Kasus ini perlu menjadi perhatian bagi semua pihak yang berwenang karna ini menyangkut anak dan Indonesia sudah memiliki komitmen terhadap perlindungan hak-hak anak, ditandai dengan diratifikasinya Konvensi Hak-hak anak melalui Keputusan Presiden No. 36/1990 dan dilahirkannya sejumlah peraturan tentang anak terutama UU Perlindungan Anak,” ungkap Wenas.
Kejadian ini telah mencederai wibawa institusi Kepolisian Republik Indonesia yang sejatinya menjaga ketertiban dan melakukan penegakan hukum termasuk penegakan hukum bagi perlindungan anak.
Apalagi saat ini telah pula muncul tindakan intimidasi oleh pelaku kepada keluarga Korban keluarga agar keluarga mencabut laporan.
“Perbuatan oknum tersebut tidak hanya harus diadili secara etik tetapi secara hukum perbuatan ini adalah kejahatan terhadap anak dan pelanggaran hak asasi anak,” ucapnya.
Perbuatan pelaku dapat diancam dengan hukuman 15 tahun penjara berdasarkan pasal 81 UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak jo UU No. 35/2014 pasal 81 ayat (1) dan (2).
Bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Ketentuan ini berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.(Ferdinand Ranti)
Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul TERBARU Mengenai Laporan Dugaan Kekerasan Seksual Oleh Oknum Perwira Menengah, Korbannya Jual Diri?