Selama ini, Manja hanya mau bertransaksi di rumah kos yang ia siapkan, tapi, ada pengecualian khusus untuk pelanggan tetap.
Baca: AHY Siap Jadi Menteri Jokowi
"Enggak pernah tanya-tanya sih, yang penting saya ramah. Ada yang mau cerita dulu, ya kita dengar, ada yang mau langsung, ya kita ikutin. Ada sih yang aneh, minta macam-macam lah. Aku ikut sebisa mungkin, kalau masih normal ya, cuma kalau udah aneh betul, aku gak mau," imbuhnya.
Perempuan berkulit kuning langsat ini menambahkan, dirinya bekerja sendiri tanpa muncikari.
"Aku sendiri. Cuma kalau tahu online ini, memang dari teman. Ya emang betul sih, untungnya besar. Tapi tetap aku ada target lah, siapa sih yang mau kerja gini terus," tuturnya.
Di Metro sendiri, bisnis esek-esek online bukan barang baru.
Pemilik Kos Harus Laporkan Tamu
Ketua DPRD Kota Metro Anna Morinda menilai urusan prostitusi yang mulai marak di Kota Metro harus menjadi perhatian semua pihak.
"Satpol PP dan instansi lain sudah sering razia dan kami menerima laporannya. Itu patut diapresiasi. Tapi ternyata, masalahnya tidak selesai hanya dengan razia. Makanya semua pihak harus terlibat," imbuhnya.
Anna sendiri menyangsikan jika para pekerja seks online merupakan penduduk asli Metro.
Namun, Bumi Sai Wawai tidak bisa menolak arus urban sebagai sebuah kota yang pasti bakal memiliki konsekuensi negatif dari sebuah perubahan.
Namun demikian, masalah tersebut harus didalami. Terutama pemilik rumah kos harus melaporkan pada pamong 1x24 jam tamu yang datang.
Demikian pula warga, untuk memperhatikan kehadiran warga lain di sekitar lingkungannya.
Baca: AHY Sarankan Jokowi dan SBY Juga Bertemu
"Tentu kita tidak ingin, jangan sampai terjadi kasus yang kita tonton di tv nasional, terjadi pembunuhan di rumah kos, ada mutilasinya, gara-gara masalah-masalah begitu. Tapi saya yakin kita masih bisa melakukan kontrol bersama. Karena masyarakat Metro ini terkenal kegotongroyongannya," imbuhnya.
Tak jauh berbeda, Sekretaris MUI Kota Metro Nasrianto Effendi menilai, pamong, RT, pemilik kos, dan masyarakat harus peduli terhadap keadaan sekitarnya.
Sehingga mempersempit ruang gerak dan potensi baik kriminal maupun maksiat.
"Kalau untuk penegakan hukum, itu kita serahkan kepada aparat berwenang. Karena online itu kan ada juga hukum yang mengatur. Ada ITE, UU pornografi, sampai KUHP, kalau untuk penegakan," ujarnya via sambungan telepon.
Namun untuk pencegahan, perlu upaya bersama, mulai dari razia Satpol PP, sampai pendataan pengguna kos harus secara konsisten dilakukan.
Begitu juga mereka yang terjaring, wajib dilakukan pembinaan.
Pembinaan bukan sekadar wejangan, tapi pemberian pelatihan, konseling, dan lainnya. Dengan harapan tidak berbuat kembali.
Karenanya, diperlukan data induk, siapa saja yang pernah terkena razia, melakukan perbuatan maksiat, dan telah dilakukan pembinaan plus konseling.
"Karena kalau dalam Islam, seperti di Aceh ada hukuman cambuk, ada juga yang dinikahkan, tapi kan kita tidak bisa seperti itu. Cuma, memang perlu ada sanksi juga. Misal, dikeluarkan dari kos, dan rumah kos lain pun diberi tahu, semacam black list lah," ujarnya.
Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengedalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Metro Prayetno sepakat jika masalah penanggulangan pekerja seks dilakukan semua pihak.
Meski hal tersebut bukan tupoksi dinasnya.
"Kalau penanggulangan PSK itu Satpol PP dan Dinas Sosial. Kami lebih kepada perlindungan. Misal ada korban pelecehan, nah itu kita mendampingi. Seperti kasus perdagangan manusian kemarin, tapi masalahnya itu kan warga Lampung Tengah, memang ditangkapnya di Metro," terangnya.(tribunlampung.co.id/indra simanjuntak)
Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul PSK Online di Lampung Layani 5 Pelanggan Sehari, Pelajar hingga Om-om