Berikut fakta pembunuhan kasir minimarket Fera Oktaria, dari akibat sandi ponsel korban yang berubah hingga korban sudah hamil dua bulan.
TRIBUNNEWS.COM - Sidang perdana terhadap Prada Deri Pramana atau Prada DP, tersangka kasus mutilasi kasir minimarket, Fera Oktaria (21), telah dilaksanakan.
Sidang tersebut digelar oleh Pengadilan Militer I-04 Palembang, Kamis (1/8/2019).
Dilansir Tribunnews, ditemukan fakta-fakta baru dalam persidangan mengenai motif dan kronologi mutilasi yang dilakukannya kepada Fera Oktaria.
Sementara itu, terdakwa dituntut pasal berlapis.
Baca: Prada DP sempat Hisap Rokok dan Nonton TV di Samping Jasad Kekasihnya yang Baru Saja Ia Bunuh
Baca: Permintaan Maaf Ibunda Prada DP Dijawab Gelengan Kepala oleh Ibu Korban
Baca: Tanggapan Ibunda Vera Oktaria atas Tangis Prada DP dalam Persidangan
Kedua pasal tersebut yakni 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dan subsider 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Meskipun begitu, ibu Fera Oktaria meminta agar Prada DP dihukum mati.
Berikut empat fakta baru mutilasi kasir minimarket, dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber :
1. Pembunuhan sudah direncanakan
Dalam dakwaannya, Mayor D Butar Butar sebagai oditur menyebut, Prada DP diketahui telah melakukan perencanaan sebelum menghabisi nyawa Fera Oktaria.
Sebab, Prada DP menduga jika korban telah memiliki hubungan dengan pria lain.
"Terdakwa curiga karena Vera diduga punya hubungan dengan orang lain."
"Terdakwa sudah berencana akan membunuh korban apabila korban ketahuan memiliki hubungan dengan orang lain karena merasa perjuangannya selama 5 tahun sia-sia," ujar Mayor D Butar Butar dalam persidangan, dilansir Tribun Sumsel.
Kecurigaan itu membuat Prada DP kalap hingga memutuskan kabur dari tempat pendidikan kejuruan infanteri di Baturaja pada 3 Mei 2019 lalu.
Setelah kabur, Prada DP langsung menuju Palembang dan meminta korban menemuinya.
Prada DP juga meminta Fera menjemputnya di kawasan Kertapati Palembang.
Setelah bertemu, Prada DP dan Fera Octaria menuju kawasan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan.
Mereka hendak menuju ke rumah seorang kerabat terdakwa.
Namun, karena hari sudah larut malam, akhirnya mereka memutuskan untuk menginap di satu kamar penginapan Sahabat Mulia di Kecamatan Sungai Lilin Musi Banyuasin.
"Kemudian sekira pukul 02.30 pagi, terdakwa dan korban sempat melakukan hubungan suami istri. Kemudian kembali melakukan hubungan suami istri sekitar pukul 05.00 pagi," ujar Mayor D Butar Butar yang membacakan dakwaan terhadap Prada Deri Pramana.
"Sempat pula terjadi sedikit pertengkaran karena korban melihat terdakwa merokok. Terdakwa meminta maaf dan kemudian saling memaafkan," sambungnya.
2. Berawal dari sandi ponsel berubah
Tak lama kemudian, terjadi lagi keributan antara korban dan terdakwa.
Dimana keduanya saling memperebutkan handphone milik korban.
Hal itu dilatari dari keinginan terdakwa yang ingin memeriksa pesan di handphone tersebut.
Selanjutnya terdakwa bisa mengambil handphone milik korban.
"Tapi setelah tiga kali mencoba, nomor kode handphone milik korban tidak bisa dibuka."
"Padahal sesuai kesepakatan, kode handphone mereka harus sesuai dengan tanggal jadian keduanya," ungkap Mayor D Butar Butar.
3. Korban sudah hamil dua bulan
Kemarahan terdakwa semakin memuncak saat korban membentak terdakwa dan mengatakan bahwa dirinya sudah hamil dua bulan.
Kemudian terdakwa menjambak rambut dan membenturkan kepala korban ke dinding sebanyak 3 kali sampai korban lemas.
"Setelah itu terdakwa naik ke tubuh korban dan menutup wajahnya dengan dua bantal serta tangan kirinya mencekik leher korban sekitar 5 menit hingga akhirnya meninggal dunia,"ujarnya.
4. Gergaji patah saat lakukan mutilasi
Prada DP gagal melakukan mutilasi hingga tuntas karena gergaji yang dipakainya patah.
Setelah mencekik Fera, Prada DP keluar kamar dan melihat satu gergaji yang berada di dalam gudang.
Ia pun menggunakan gergaji itu memotong tubuh Fera.
"Namun saat terdakwa mencoba memutilasi korban, gergaji itu patah," kata Mayor D Butar Butar.
Setelah gergaji patah, Prada DP kembali keluar kamar dan membawa sepeda motor milik korban menuju ke pasar.
Di sana, ia membeli buah jeruk serta gergaji dan tas untuk dibawa kembali ke penginapan.
"Saat di penginapan, terdakwa kembali melakukan mutilasi. Namun, gergaji itu kembali patah,"ungkap Oditur.
5. Sempat makan jeruk di samping jenazah
Fakta lain yang terungkap, Prada DP sempat makan jeruk sembari merokok di samping jenazah Fera yang telah dibunuhnya.
"Terdakwa memakan jeruk dan mengisap rokok di kamar sembari nonton TV."
"Tangan korban ketika itu diletakkan di atas kloset kamar mandi dan sudah dalam keadaan tewas," kata Mayor D Butar Butar.
Jeruk itu dibeli Prada DP di pasar tak jauh dari lokasi penginapan.
Selain jeruk, Prada DP juga membeli gergaji, tas, dan koper.
Gergaji dipakai untuk memutilasi, tapi gagal karena patah.
Sementara koper, rencananya dipakai untuk membungkus jenazah Fera.
"Satu tas dan koper setelah diukur terdakwa, ternyata tidak pas."
"Sehingga dia membatalkan memasukkan tubuh korban ke dalam tas dan koper tersebut," ungkap Mayor D Butar Butar.
Suasana Persidangan
Sejumlah saksi dihadirkan dalam sidang perdana kasus pembunuhan Fera Oktaria.
Satu di antaranya kakak Fera, Putra.
Namun saat Putra memberikan keterangan, Prada DP langsung menangis tersedu-sedu.
Letkol CHK Khazim sebagai hakim ketua sempat berulang kali mengingatkan Prada DP untuk tidak menangis di ruang sidang.
"Terdakwa kuat, sanggup mengikuti sidang?" tanya hakim.
"Siap sanggup yang mulia," jawab Prada DP.
"Anda tentara, apa yang dirasakan harus kuat. Bawa sapu tangan?" ujar hakim.
"Siap, bawa yang mulia," ungkapnya.
Dalam kesaksiannya, Putra mengaku, Prada DP dikenal sebagai sosok yang temperamental terhadap Fera.
Sifat Prada DP itulah yang membuat keluarga sempat berupaya menjauhkan korban dari pelaku agar hubungan mereka berakhir.
Bahkan, saat Fera hendak dikuliahkan di Bengkulu, Prada DP langsung mendatangi korban dan menyuruhnya pulang.
"Dia selalu melakukan kekerasan terhadap korban," kata Putra dalam sidang.
Selain Putra, kakak Fera, ibunda Prada DP, Lena juga dihadirkan untuk memberi keterangan.
Namun, Lena tidak bersedia memberi keterangan karena takut dan ingin meminta maaf pada keluarga korban.
"Saya takut Pak, saya ingin minta maaf dengan keluarga Fera," ucap Lena sembari menangis.
"Tidak apa-apa, itu hak anda untuk tidak ingin diambil kesaksian. Untuk permohonan maaf akan disampaikan kepada keluarga korban," jawab Letkol CHK Khazim.
Letkol CHK Khazim langsung menanyakan kepada ibunda Fera, Suhartini terkait permohonan maaf yang ingin disampaikan Lena.
"Saya tidak bersedia yang mulia, saya belum sanggup," ungkap Suhartini.
Ibu Fera Oktaria minta Prada DP dihukum mati
Usai sidang, Suhartini (50), ibu dari Fera meminta kepada ketua majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya.
Ia menganggap terdakwa telah membunuh anaknya secara sadis.
"Saya minta hukuman setimpal, saya minta dia dihukum mati,"ucap Suhartini, dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Dilansir Kompas.com, dalam kesaksiannya di persidangan, Suhartini mengaku jika Prada DP sempat beberapa kali datang ke rumah korban untuk mengajak Fera jalan.
Permintaan itu ditolak korban karena terdakwa sering menganiaya Fera.
"Mak, aku mau putus dari dia, karena aku sering dipukul,"kata Suhartini menirukan perkataan Fera sebelum meninggal saat persidangan.
Bukan hanya itu, saat pelantikan di Lahat sebagai anggota TNI Fera pun enggan menghadirinya meskipun saat itu telah dijemput oleh orangtua terdakwa.
"Pernah waktu itu, anak saya nolak untuk diajak jalan dia marah. Bahkan teralis rumah bunyi seperti benturan. Saya langsung keluar, saya kira Fera dipukul terdakwa. Fera bilang DP memukul kepala sendiri. Sudah sering anak saya bilang dia ini cemburuan sering lakukan kekerasan kepada anak saya," ujarnya.
Sebelum kejadian, keluarga Fera pun telah waspada dengan tingkah laku Prada DP karena mereka mengetahui jika terdakwa kabur dari tempat latihan.
Suhartini pun sempat cemas dengan kondisi Fera yang selalu pulang larut malam karena bekerja sebagai kasir minimarket.
Ia sempat ingin menjemput anaknya tersebut usai bekerja.
"Kami tahu dia kabur dari tempat latihan setelah komandannya menelpon kakak Fera. Dari sana kami mulai curiga dan bilang kepada Fera untuk hati-hati karena dia ini buronan, anak saya bilang tidak apa-apa tidak usah dijemput pulang sendiri saja," ujar Suhartini.
Namun, Suhartini begitu cemas mengetahui Fera tak kunjung pulang ke rumah tanpa kabar.
Pihak keluarga pun akhirnya melakukan pencarian dan membuat laporan ke Polresta Palembang sampai Fera ditemukan dalam kondisi termutilasi di salah satu kamar penginapan di Kabupaten Musi Banyuasin.
"Dia harapan keluarga dan anak bungsu kami. Saya merasa sakit, Pak,"ujarnya.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri A/Sri Juliati/Kompas.com/Aji YK Putra/Tribun Sumsel)