Laporan Wartawan Tribunlampung Dedi Sutomo
TRIBUNNEWS.COM, KALIANDA – Sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang diterapkan pada tahun ajaran baru tahun ini memakan korban.
Yakni SDN 2 Tajimalela di kecamatan Kalianda Lampung Selatan yang tak kebagian murid.
Bukan hanya tidak mendapatkan siswa baru pada tahun ajaran ini. Jumlah siswa dari kelas 2 sampai dengan kelas 6 saat ini hanya ada 25 siswa dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 9 orang.
Pada senin (5/8) siang, tribun menyambangi SD Negeri 2 Tajimalela untuk berbincang-bincang dengan kepala sekolah, ibu Bunyati terkait dengan kondisi yang ada di sekolah saat ini.
Saat pertama menginjakan kaki di bagunan sekolah, tribun mendapatkan kesan bahwa SD Negeri 2 Tajimalela bukanlah sekolah yang tertinggal. Bangunan sekolah terlihat cukup asri dan bersih.
Bangunan sekolah pun terlihat terawat dan relatif bagus. Sekolah ini memiliki 6 ruang belajar. Namun hanya 5 ruang yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar siswa.
Sedangkan 1 ruangan digunakan untuk ruang guru dan ruang kepala sekolah. Untuk fasilitas lainnya pun, SD Negeri 2 Tajimalela tidak kalah dengan sekolah lainnya.
Keberadaan SD Negeri 2 Tajimalela ini sangat berdekatan dengan SD Negeri 1 Tajimalela dan SD Negeri 1 Canggu.
Jarak antara SD N 2 dengan SD N 1 Tajimalela hanya berjarak sekitar 5 meter saja. Sedangkan dengan SD N1 Canggu hanya berjarak 30 meter.
Tribun disambut langsung oleh ibu Bunyati sebagai kepala sekolah didampingi oleh seorang guru staff pengajar.
Dirinya pun membenarkan jika pada tahun ajaran ini, sekolah yang dipimpinnya tidak mendapatkan siswa didik baru.
Ia dan juga staff pengajar lainnya telah berupaya untuk bisa menarik wali murid agar mendaftarkan anaknya di SD N2 Tajimalela. Dimana berbagai pembenahan pun telah dilakukannya guna memenuhi standar untuk pendidikan.
Tetapi pilihan ada pada orang tua wali murid. Apalagi dengan sistem zonasi pada penerimaan siswa baru tahun ini, kian mempersulit pihak sekolah menjaring siswa baru, mengingat lokasi sekolah yang sangat berdekatan dengan 2 sekolah SD lainnya.
“Secara letak sekolah kita juga ada di belakang. Secara akses tentu akan lebih mudah sekolah yang ada di depan dekat jalan besar,” ujar Bunyati.
Ia sendiri telah masuk ke SD Negeri 2 Tajimalela sejak tahun 2015 lalu. Dan kondisi yang terjadi saat ini pun telah pernah pula sebelumnya dialami oleh sekolah yang berdiri sejak tahun 1983 itu.
Menurut Arwin, seorang staff pengajar di SD Negeri 2 Tajimalela, kondisi saat ini pernah dialami sekolah tersebut beberapa tahun silam, sebelum masuknya ibu Bunyati menjadi kepala sekolah. Dengan berbagai upaya dan perbaikan yang dilakukan, kembali kita bisa mendapatkan siswa kembali.
“Kondisi kekurangan siswa ini pernah kita alami sebelumnya beberapa tahun lalu. Tetapi secara bertahap, kembali banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya di SD Negeri 2 Tajimalela ini,” ujarnya.
Bunyati sendiri mengakui, penerapan sistem zonasi saat ini mempersulit pihak sekolah untuk bisa mendapatkan siswa dari daerah diluar zonasi mereka.
Ditambah saat ini untuk bisa masuk SD, seorang siswa haruslah berumur 7 tahun atau lebih.
Anak-anak yang umurnya masih dibawah 7 tahun tetapi telah menyelesaikan pendidikan TK, banyak yang kemudian memilih sekolah swasta.
Kondisi kian mempengaruhi jumlah siswa yang mendaftar ke sekolah negeri, seperti SD N 2 Tajimalela.
“Ada anak yang umurnya kurang dari tujuh tahun, baru 6,8 tahun. Ini tidak bisa masuk. Orang tua kemudian menyekolahkan anaknya ke SD swasta. Saat ini sekolah sudah sangat banyak. Tidak hanya sekolah negeri, tetapi juga sekolah swasta. Orang tua wali murid memiliki banyak pilihan,” kata dia.
Bunyati menambahkan, pihaknya telah mengupayakan berbagai hal guna meningkatkan kualitas pendidikan di SD N2 Tajimalela guna menarik minat orang tua wali murid. Ia telah berusaha memenuhi standar minimal fasilitas agar tidak tertinggal dengan sekolah lainnya.
Baca: Mendikbud: Berkah Sistem Zonasi PPDB Buka Kedok Kepala Daerah Tak Laksanakan Amanah Konstitusi
Kegiatan-kegiatan kesiswaan pun ditingatkan guna meningkatkan kapasitas skeolah. Berbagai kegiatan siswa, seperti perlombaan juga diikuti.
Begitu juga dengan tenaga pengajar, ia dirinya telah menetapkan setiap kelas memiliki guru sendiri-sendiri meski jumlah siswanya sedikit.
“Kita mengambil hikmahnya. Mungkin inilah rezeki kita. Kita telah berusaha semaksimal yang kita mampu. Tentu pilihan ada pada orang tua wali murid. Kita tidak bisa pula memaksakan mereka untuk menyekolahkan anaknya disini,” kata Bunyati.
Terpisah Mukhlisin, ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Lampung Selatan turut prihatin dengan adanya sekolah yang tidak mendapatkan siswa didik baru.
Menurut dirinya, sistem zonasi yang diterapkan oleh pemerintah memang memiliki sisi positif dan negative. Apalagi diera saat ini sekolah sudah banyak.
Sisis positifinya, ujar dirinya, anak-anak disekitar sekolah tidak lagi memiliki batasan untuk bisa masuk ke sekolah yang ada didekat lingkungannya. Apalagi jika sekolah tersebut berstatus sekolah terbaik/unggulan.
Baca: Mendikbud: Berkah Sistem Zonasi PPDB Buka Kedok Kepala Daerah Tak Laksanakan Amanah Konstitusi
Tetapi disisi lain, justru ada dampak negatifnya. Untuk daerah-daerah yang memiliki jumlah sekolah yang banyak justru akan saling berebut siswa.
Dampaknya tentu akan ada sekolah yang kekurangan murid. Sementara untuk daerah yang keberadaan lembaga sekolahnya kurang, mereka akan mengalami kelebihan siswa.
Mukhlisin melihat meski tujuan dari diterapkannya zonasi untuk menciptakan pemerataan. Tetapi pada kenyataannya justru terjadi tidak adanya pemerataan.
Karena siswa dari daerah lainnya kini terbatas untuk bisa masuk sekolah di satu daerah/desa lainnya.
“Inilah plus minusnya sistem zonasi. Tujuannya tentu baik. Tetapi justru dilapangannya ada sisi negatif. Satu diantaranya ada sekolah yang akhirnya tidak bisa mendapatkan siswa didik baru. Karena mereka terbatas menerima siswa diluar zonasinya,” ujar dirinya.
Muhklisin menilai, penerapan zonasi ini seharusnya ditinjau kembali dengan melihat kondisi-kondisi tertentu.
Untuk satu daerah yang memiliki beberapa sekolah, sistem zonasinya perlu diperluas. Sehingga kesempatan sekolah untuk mendapatkan siswa didik baru tetap terbuka.
Dirinya juga mengharapkan, pemerintah dapat menciptakan pemerataan fasilitas dan kualitas lembaga pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Karena, terang dirinya, belum adanya pemerataan fasilitas dan kualitas ini justru memberikan dampak negative pada siswa didik.
“Karena sistem zonasi, seorang siswa didik yang memiliki kemampuan akademik cukup baik, justru tidak bisa masuk sekolah yang memiliki fasiltias dan kualitas lebih baik, seperti yang diharapkannya. Potensi dirinya tidak bisa diasah dengan maksimal. Ini kan kasihan,” tandas Mukhlisin.
(Tribunlampung.co.id/dedi sutomo)
Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul Dampak PPDB Zonasi, SDN di Kalianda Ini Tak Kebagian Murid Baru, https://lampung.tribunnews.com/2019/08/05/dampak-ppdb-zonasi-sdn-di-kalianda-ini-tak-kebagian-murid-baru?page=all.