Tarif NA untuk setiap kencan sebesar Rp 200.000, dan Rp 50.000 di antaranya untuk Sri Lestari.
“Jadi di belakang cafe ini disediakan dua ruangan khusus untuk melayani hubungan seksual dengan tamu.
Cafenya sudah kami gerebek dan kami pasang garis polisi,” ucap Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Hendro Tri Wahyono, Selasa (6/8/2019).
NA mengaku tidak kuat karena harus melayani sekurangnya 10 tamu per hari.
Ia kemudian mengeluh kepada Sri Lestari, dan berharap ada solusi agar pekerjaan lebih ringan.
Sri Lestari kemudian memerintahkan NA untuk merekrut temannya, sehingga ada pekerja lain yang melayani tamu.
NA kemudian merekrut dua temannya, APM (16) dan WA (15).
Rencananya APM dan WA juga akan dijadikan pelayan cafe, sekaligus pekerja seks komersial.
Dari penyidikan diketahui, NA sebelumnya direkrut oleh Lala, sebelum dipekerjakan Sri Lestari.
“Karena itu SU (Sri Utami) kami tetapkan sebagai tersangka. Baru kemudian SL (Sri Lestari) yang mempekerjakan NA,” tutur Hendro.
Sebagai perekrut, sebenarnya NA bisa ditetapkan sebagai tersangka.
Namun lewat gelar perkara, NA adalah korban eksploitasi perdagangan orang atau trafficking.
Penyidik kemudian menyimpulkan NA sebagai korban, bukan sebagai tersangka.
“Terbukti selama bekerja di SL dia dieksploitasi untuk melayani tami. Karena tidak kuat dia merekrut yang lain agar pekerjaannya lebih ringan,” ujar Hendro.
Polisi juga mengamankan NP (20), perempuan asal Tulungagung pekerja Cafe Talenta.
Sama seperti NA, NP juga menjadi korban eksploitasi seksual selama bekerja.
Saat diamankan, NP baru saja melayani empat orang tamu, namun belum dibayar oleh Sri Lestari. (David Yohanes)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Tiga Bocah Perempuan Asal Tulungagung Korban Trafficking Akan Dikembalikan ke Sekolah