Mereka bereaksi keras saat panitera membacakan surat penetapan eksekusi pengosongan lahan itu.
Perdebatan alot antara pemilik lahan, kuasa hukum dengan pihak pengadilan dan Kementerian PUPR juga berlangsung lama.
Baca: Tak Boleh Panggil Ahok, Megawati Akhirnya Hafalkan Nama Basuki Tjahaja Purnama
Pemilik lahan bersedia melepas lahan itu, asalkan harga yang ditawarkan sesuai menurut mereka.
Meski surat penetapan eksekusi telah dibacakan, proses pengosongan lahan itu terpaksa ditunda.
Pihak pengadilan tak mau ambil risiko karena kekuatan pengamanan tak memadai.
Terlebih, bantuan keamanan dalam proses eksekusi itu hanya dilakukan oleh Satpol PP.
"Kami terpaksa menunda eksekusi karena kurang pengamanan," kata Panitera PN Lubukpakam, Asmar Josen.
Sementara itu, pihak PUPR tidak bisa berbuat banyak terkait penundaan.
Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada pengadilan untuk melakukan pengosongan ulang.
Adapun eksekusi lahan ini tetap akan dilakukan meski proses hukum di dipengadilan masih berjalan, karena pihak PUPR menempuh langkah konsinyasi untuk proses ganti rugi.
"Uangnya kami titipkan ke pengadilan," kata Staf Kementerian PUPR, Indra Kurnia.
Adapun proyek pembangunan bendungan itu bersumber dari dana APBN dengan nilai kontrak mencapai Rp 234,23 miliar.
Hingga kini, proses pembangunan telah berjalan kira-kira 20 persen dan direncanakan rampung pada 2021 mendatang.
Bendungan yang menampung air dari Sungai Batu Gingging dan Sungai Belumai itu rencananya akan mengaliri sekitar 45.000 hektar lahan pertanian yang ada di wilayah tersebut. (mak/tribun-medan.com)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Tuai Penolakan, Eksekusi Lahan Bendungan di Deliserdang Batal