Irwandi Yusuf mengharapkan, dengan adanya pergantian ini PNA menjadi semakin solid dalam bekerja menjalankan program-program PNA demi Aceh Hebat.
Awalnya, Tiyong dan Falevi tidak mengetahui informasi pergantian itu karena mereka tidak menerima surat apapun.
Mereka baru mengetahuinya setelah berita tentang pergantian itu dimuat di portal berita Serambinews.com, sehingga langsung bergegas ke kantor untuk mengkroscek surat tersebut.
"Ada paket dari Langsa untuk ketua (Tiyong)," kata petugas sekretariat kepada Tiyong yang baru saja tiba.
"Coba saya lihat," potong Falevi.
Tetapi petugas tadi menolak memberinya dan hanya menyerahkannya kepada Tiyong.
Di kantor sendiri saat itu sudah ada Tarmizi MSI atau yang akrab disapa Wak Tar, selaku Ketua DPP PNA yang mengurusi Organisasi, Kader, dan Keanggotaan.
Saat Tiyong tiba, Wak Tar juga belum mengetahui adanya pergantian ketua harian dan sekjen partai.
Baca: Rusuh di Papua: Massa di Sorong Kembali Blokade Jalan Selasa Pagi, Polri Buru Pelaku Rasisme
Setelah paket tanpa nama pengirim dan tanpa nama yang dituju itu diambil, Tiyong membuka paket.
Setelah bungkusan sebanyak tiga lapis itu dibuka, baru kelihatan bahwa isinya ternyata sebuah surat.
Tiyong lantas membaca surat itu. Benar saja, surat yang ditandatangani Irwandi Yusuf pada 5 Agustus 2019 dari balik jeruji besi itu mensahihkan pergantian pucuk pimpinan PNA.
Keputusan Irwandi Yusuf itu ternyata mendapat penolakan dari pengurus partai berlambang orange itu.
Mereka menilai keputusan tersebut tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai.
Sejumlah pengurus harian PNA, M Rizal Falevi Kirani, Tarmizi, dan Nurdin R (Bendahara Umum DPP PNA) kepada Serambi, Senin (19/8/2019), mengaku bahwa pergantian itu cacat hukum.