Mersepon hal tersebut, pihak kepolisian akhirnya mengeluarkan peringatan sebanyak tiga kali sebelum akhirnya melakukan penindakan dan mengeluarkan surat perintah.
"Kira-kira apa polisi akan membiarkan massa itu datang ke sana? Kami mencegah, jangan sampai terjadi bentrokan antara saudara-saudara kita yang ada di sana (mahasiswa Papua) dengan massa lain yang ada (ormas)," jelas Sandi.
Akhirnya setelah pukul 17.00 WIB polisi melakukan penindakan dengan mengangkut 43 mahasiswa asal Papua untuk dimintai keterangan di Polrestabes Surabaya.
Masih mengutip dari sumber yang sama, menurut Sandi, polisi pada awalnya membawa 15 mahasiswa Papua untuk dimintai keterangan soal perusakan dan pembuangan bendera, namun 30 mahasiswa asal Papua kemudian datang ke asrama pada siang harinya.
"Ternyata mereka tidak mau. 'Kalau mau dibawa teman kami, bawa kami semua', akhirnya kita bawa semuanya ke kantor dan kemudian kita periksa maraton," ujar Sandi.
Baca: Inilah Benny Wenda, Sosok yang Disebut Tokoh di Balik Rusuh Papua dan Kini Bermukim di Inggris
Pemeriksaan terhadap puluhan mahasiswa itu selesai pukul 23.00 WIB dan usai diperiksa, 43 mahasiswa Papua itu langsung dipulangkan pada Minggu (18/8/2019) dinihari pukul 00.00 WIB.
Sementara itu, Polda Jatim telah mengundang sejumlah perwakilan Ormas pada Selasa (20/8/2019).
Pemanggilan ini dilakukan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan seperti terulangnya aksi protes di Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan Surabaya.
Ormas yang dipanggil dalah Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia (FKPPI), Pemuda Pancasila, dan Front Pembela Islam (FPI).
Perwakilan salah satu ormas, Tri Susanti menilai ini merupakan langkah Polda Jatim untuk mengcooling down pasca kerusuhan di Papua.
Polda Jatim ingin meredam potensi protes massa dari ormas-ormas di Jatim khususnya di Surabaya, yang sewaktu-waktu bisa kembali bergejolak.
"Jadi mungkin masih dikhawatirkan kalau ormas ini akan melakukan tindakan-tindakan di luar itu," ujarnya.
Susi mengatakan, kelompoknya berada di asrama mahasiswa Papua tidak untuk memicu konflik.
Dia menganggap, apa yang terjadi saat ini adalah imbas dari distorsi informasi di media sosial.