TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menangkap pelaku ucapan rasis terhadap mahasiswa Papua.
Pernyataan Jokowi itu disampaikan pada Kamis (22/8/2019).
Meski demikian, hingga saat ini, Sabtu (24/8/2019), belum ada satu tersangka pelaku rasis ditetapkan.
Kini, Ketua DPR Bambang Soesatyo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga mendesak agar polisi menangkap pelaku ucapan rasis.
Berikut rangkuman terkini ucapan rasis terhadap mahasiswa Papua:
1. Ketua DPR Minta Polri Segera Tangkap Pelaku
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta Polri segera menangkap pelaku dugaan tindak pidana diskriminasi rasial terhadap mahasiswa asal Papua.
Dugaan tindakan rasisme tersebut terjadi saat insiden pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jumat (16/8/2019) pekan lalu.
Baca: PKS Tolak Usul Lukas Enembe untuk Libatkan Pihak Internasional Selesaikan Konflik Papua
Akibatnya, terjadi aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
"Harus diproses hukum semuanya, terutama soal penghinaan kalau ditemukan ada pelanggaran hukum dan pidana," ujar Bambang saat ditemui di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat, Sabtu (24/8/2019).
"Saya minta dan mendorong pihak kepolisian menyelesaikannya tanpa pandang bulu. Jadi betul-betul penegakan hukum dilakukan secara fair," lanjut dia.
Bambang mengatakan, kepolisian harus menindak dengan tegas pihak-pihak yang melakukan provokasi.
Sebab tindakan itu telah memicu peristiwa kericuhan di Papua dan Papua Barat.
Di sisi lain, politisi Partai Golkar itu berharap pemerintah menggunakan pendekatan yang komprehensif dan menghindari kekerasan dalam menangani situasi pasca-kericuhan.
"Pihak-pihak yang memprovokasi harus diproses hukum kemudian pendekatan ke Papua pun harus komprehensif, menghindari kekerasan agar semua kembali normal," kata Bambang.
2. Menhan Minta Pelaku Rasis Dihukum Meski Berasal dari TNI/Polri
Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu menegaskan, siapapun yang melontarkan kalimat rasis terhadap mahasiswa asal Papua harus diproses hukum.
Bahkan, meskipun pelaku berasal dari institusi Polri maupun TNI.
"Siapa yang berbuat salah, entah tentara, entah polisi. Siapa saja, ada hukumannya, kita negara hukum," kata Ryamizard usai menjadi pembicara dalam Kuliah Umum Bela Negara dan Radikalisasi di Universitas Brawijaya (UB) Kota Malang, Sabtu (24/8/2019).
"Tidak ada orang bebas hukum di negara ini. Ini negara hukum," lanjut dia.
Meski demikian Ryamizard mengaku belum memantau tindak lanjut aparat penegak hukum terhadap pelaku rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Baca: Penjelasan Mahfud MD Soal Tugas BPIP hingga Alasan Tak Ikut Tangani Rusuh di Papua
Ia yakin, polisi bekerja teliti untuk mengungkap pelakunya.
"Prosesnya saya belum tahu. Tapi yang jelas, polisi dan TNI sudah ambil tindakan," ungkap Ryamizard.
3. Polda Jatim Periksa Wakil Ormas
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera mengatakan, pihaknya telah memeriksa enam anggota organisasi kemasyarakatan (ormas), terkait dugaan adanya tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Enam orang yang diperiksa itu salah satunya adalah korlap aksi bernama Tri Susanti.
"(Tri Susanti) sudah diperiksa (sebelumnya), hari ini kita periksa kembali," ucap Barung, kepada Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
Namun, dari hasil pemeriksaan tersebut, Polda Jatim belum menjelaskan hasil penyelidikan dan sampai saat ini belum ada yang ditetapkan menjadi tersangka.
Barung mengatakan, pihaknya masih terus melakukan penyelidikan terhadap oknum yang diduga melontarkan kata-kata berbau rasisme kepada mahasiswa Papua di asrama Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur.
Barung mengatakan, pihaknya serius mengusut kasus itu.
"Kami sangat serius karena itu (rasisme) adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, maka kita tindaklanjuti secepatnya," kata Barung.
Baca: Meutia Hatta: Jangan Biarkan Provokasi Asing Perkeruh Konflik Papua
Pengungkapan kasus tersebut, menurut Barung, perlu dikedepankan demi kestabilan keamanan pasca-kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat, yang dipicu perlakuan diskriminatif dan tidak adil terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Terlebih, belum lama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian beserta jajarannya untuk menindak oknum pelaku rasialisme kepada mahasiswa Papua di Surabaya segera diungkap.
"Polda Jawa Timur akan senantiasa siap untuk menjalankan intruksi Presiden Republik Indonesia," ujar Barung.
4. Polisi Periksa 60 Saksi
Kepolisian Daerah Jawa Timur telah memeriksa 60 saksi terkait dugaan tindakan diskriminasi dan lontaran kalimat rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
"Sebanyak 54 (orang). Hari ini tambah 6 (orang)," ujar Kepala Bidang Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
Barung mengatakan, polisi hanya berwenang memeriksa masyarakat sipil.
Polri hanya melakukan langkah hukum sesuai wewenangnya.
"Yang oknum TNI diperiksa internal TNI," ucap dia.
5. TNI Panggil Anggotanya yang Terekam Video
Rekaman video yang banyak beredar seputar peristiwa pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 17 Agustus lalu memperlihatkan sejumlah pria berseragam TNI.
Salah satu video menayangkan seorang pria berpakaian loreng khas TNI sedang menggedor gerbang asrama.
Aksi itu diikuti sahutan perempuan dari dalam asrama:
"Tidak boleh begitu, bapak."
Baca: Romo Benny Ungkap Alasan Gus Dur Disebut Bapaknya Orang Papua: Karena Bicara dari Hati ke Hati
Video itu adalah satu dari sekian banyak video yang dapat disaksikan publik di media sosial.
Video lainnya memperdengarkan pengepungan asrama disertai makian yang menyebut hewan.
Lima hari sejak video-video tersebut beredar, Komando Daerah Militer Brawijaya menyatakan telah memanggil sejumlah laki-laki berseragam TNI dalam tayangan itu.
"Semuanya sudah kita panggil. Ada pendalaman dari Disintel Kodam, semua sudah kita panggil. Begitu ada potongan video pendek yang viral ini, semuanya sudah kita panggil," kata Kepala Dinas Penerangan Kodam Brawijaya, Imam Hariyadi, kepada wartawan BBC Indonesia, Abraham Utama, di Surabaya, Kamis (22/8/2019), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
"Pasti ada sanksi-sanksinya. Setelah ada proses hukum, tentunya sanksi tersebut akan kita sampaikan," sambungnya.
Peristiwa di sekitar asrama mahasiswa Papua itu memicu rangkaian demonstrasi di Provinsi Papua dan Papua Barat yang telah berlangsung sejak Senin (19/8/2019) lalu.
6. Penegakan Hukum Jadi Kunci Redam Unjuk Rasa
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Adriana Elisabeth, meyakini rentetan unjuk rasa tersebut akan dapat diredam jika proses hukum dijalankan.
"Simpel saja sebetulnya. Investigasi ini prosesnya harus terbuka kemudian keputusannya harus adil. Siapapun pelakunya harus ditindak, dihukum. Oknum yang mengata-ngatai orang Papua apakah dia akan mendapat hukuman?"
"Misalnya anggota TNI atau siapapun yang melakukan, atau ormas, misalnya, yang menuduh mahasiswa Papua merusak bendera betul-betul terbukti bersalah dan dihukum, itu bisa."
"Sedikit memenuhi rasa keadilan yang selama ini orang-orang Papua merasakan itu hilang," papar Adriana dikutip dari laporan BBC, seperti dikutip dari Kompas.com.
Baca: Amien Rais: Hati-hati Pak Jokowi, yang Lain Bisa Ditunda Tapi Tolong Papua Jangan Sampai Terlambat
Hal ini sejalan dengan pernyataan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib.
"Orang Papua meminta keadilan!"
(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Kristian Erdianto/Kontributor Surabaya, Ghinan Salman/Kontributor Malang, Andi Hartik/Devina Halim)