TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Seorang mahasiswa S2 Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhtar Amin (25) ditemukan tewas bunuh diri di kamar indekosnya di Kelurahan Sekelola, Kecamatan Coblong, Kota Bandung pada Selasa (3/9/2019).
Muhtar Amin merupakan mahasiswa S2 jurusan Mikro Elektronik ITB yang berasal dari Kelurahan Cangkol, Mojolaban Sukoharjo.
Kapolsek Coblong, AKP Auliya Djabar mengatakan, Muhtar Amin ditemukan gantung diri oleh temannya sendiri setelah curiga melihat sebuah tali tambang.
"Diketahui oleh temannya yang curiga melihat ada tali tambang biru terlilit di kusen pintu," ujar AKP Auliya Djabar dikutip dari TribunJabar.
Baca: Mahasiswi Ditemukan Gantung Diri di Padang, Ini Identitasnya
Teman Muhtar Amin yang curiga kemudian memberitahu teman lainnya dan kemudian mereka mendobrak pintu kamar amin.
Teman-temannya sempat kesulitan ketika mendobrak pintu kamar dan diketahui bahwa tubuh Muhtar Amin berada di balik pintu tersebut.
"Korban terlepas dari tali ikatan jatuh ke bawah dalam posisi terlentang."
"Bunuh diri dengan cara gantung diri di kusen pintu kamar kostnya," kata Auliya Djabar.
Baca: Curhat Depresi Sebelum Tewas Gantung Diri, Muhtar Amin Mahasiswa S2 ITB: Aku Takut Sendirian
Polisi menemukan pesan terakhir yang ditulis oleh Muhtar Amin sebelum memutuskan untuk bunuh diri.
Tulisan berbahasa Inggris itu diketik di sebuah aplikasi catatan di laptopnya yang masih menyala saat jenazah korban ditemukan.
"Di laptopnya ada tulisan 'sorry everyone. I just can't take it anymore'," ucap Auliya.
Selain catatan tersebut, ketika ditemukan Muhtar Amin sedang memutar sebuah lagu yang diketahui sebagai original soundtrack game Bioshock Infinite berjudul Will The Circle Be Unbroken.
Lagu tersebut merupakan sebuah lagu dengan lirik bertemakan kesedihan atau patah hati yang berirama melankolis.
"Terlihat di laptopnya, korban sedang mendengarkan lagu untuk Ost sebuah game dari YouTube," ucapnya.
Selain pesan terakhir tersebut, Auliya mengatakan bahwa menemukan bukti baru berupa obat-obatan dari kamar kos yang ditinggali oleh Muhtar.
Obat-obatan yang didapat dari sebuah rumah sakit tersebut diperuntukkan untuk pasien penderita depresi.
"Ada bukti baru, ada obat (untuk) depresi satu sachet. Obatnya didapat sekitar sebulan ke belakang," ujar dia.
Baca: Ketua RT Beberkan Fakta Mengejutkan Tentang Sosok Mahasiswa S2 ITB yang Ditemukan Tewas Gantung Diri
Diketahui Muhtar Amin sempat menuliskan berapa cerita mengenai kehidupan pribadi dirinya.
Ia banyak menuliskan mengenai kesepian yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaiman dituliskan TribunBogor, Muhtar Amin sempat mendatangkan psikolog untuk konsultasi mengenai masalah depresi yang dialaminya.
"Depresi. Aku pernah merasakan depresi. April 2018 lalu aku ke psikolog mengikuti konseling karena depresi. Aku merasakan depresi dan terus berpikir untuk bunuh diri," tulisnya.
Namun setelah konsultasi ke psikolog, Muhtar Amin merasa tak sedepresi dulu.
Namun ia mengaku tidak tahu jika suatu saat nanti ia malah nekat bunuh diri dengan cara melompat dari gedung, gantung diri, atau mengiris urat nadi di tangannya.
"Aku sudah tidak merasa sesedih April 2018 lalu. Namun bagaimana aku bisa tahu? Bagaimana aku tahu kalau nanti malam, atau besok, atau lusa aku tidak akan melompat dari gedung atau menggantung diri atau memutus nadi. Bagaimana aku bisa tahu?
Aku tidak tahu," tulis Muhtar Amin.
Baca: Mahasiswa S2 ITB Gantung Diri di Kamar Kos, Ditemukan Surat Kontrol dari RS, Ada Keterangan Depresi
Selama ini, Muhtar Amin dikenal sosok yang pandai, hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni dan Komunikasi ITB, Miming Raharja seperti diberitakan Tribun Jabar.
Miming mengungkapkan bahwa indeks prestasi kumulatif (IPK) pada studi di S2-nya, Muhtar Amin hampir selalu mendapat nilai yang sempurna.
"IPK S2 (Pascasarjana) almarhum juga mencapai 3.88 skala 4.0, anaknya pandai dan sangat rajin ya. Luar biasa itu IPK-nya, A semua hampir 4.0," ucap Miming.
Bahkan sejak SD, Muhtar Amin sudah mengikuti Olimpiade Sains Nasional di bidang IPA.
Karena prestasi itu akhirnya Ia mendapatkan beasiswa di SMP di Semarang dan melanjutkan SMA di Turki.
"S1 di ITB angkatan 2014 dan S2 di ITB juga, dia angkatan 2018, kira-kira baru semester dua. Jadi, dalam konteks kinerja belajar mestinya tidak ada masalah, karena baik-baik saja ya," ujar dia.
(Tribunnews.com/tio)