News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Melihat Pontensi Budidaya Belatung, Solusi Mengurai Sampah Organik Sekaligus Maraup Uang

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Agus Nurokhim pembudidaya maggot

TRIBUNNEWS.COM, KAJEN - Para peternak burung, ayam, ikan, hingga lele biasanya akan memberi makan ternaknya dengan pelet, namun siapa sangka ada belatung yang memiliki kandungan protein tinggi yang bisa dijadikan alternatif pakan ternak.

Pembudidayaan belatung ini, juga menggunakan media sampah organik yang dapat mengurangi suplai sampah organik yang selama ini terkadang menjadi permasalahan.

Mendengar kata belatung pastinya langsung bulu kuduk merinding. Pasalnya, belatung identik dengan sesuatu yang busuk.

Baca: HEBOH Ditemukan Belatung dalam Ayam Goreng Rumah Makan Sari Bundo, Begini Reaksi Pemkot Kupang

Namun belatung yang satu ini berbeda, belatung ini bahkan memiliki kandungan protein yang tinggi dan dapat menjadi alternatif pakan ternak. Belatung ini bernama maggot.

Seorang pria warga Desa Sragi, Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah bernama Agus Nurokhim (41) mulai membudidayakan Maggot sejak tahun 2018.

Menurutnya ketika itu, ia melihat biaya untuk pakan ikan yang dipeliharanya cukup mahal.

Sehingga ia berfikir untuk mencari alternatif pakan ternak yang kandungannya tidak jauh berbeda dari pelet.

"Jadi dulu saya peternak lele, kakap, dan gurame. Pakan mahal terus harga jual anjlok. Selalu saja rugi. Akhirnya saya coba-coba budidaya maggot ini," kata Agus saat ditemui Tribunjateng.com, Jumat, (13/9/2019).

Agus Nurokhim pembudidaya maggot (Tribunjateng.com/Indra Dwi Purnomo)

Menurutnya belatung atau maggot dan lalat yang dibudidayakan bukanlah lalat hijau yang menjijikan dan belatung yang berbau busuk.

Namun, jenis lalat dan maggot yang dibudidayakan yakni jenis lalat black soldier fly (BSF). Lalat BSF ini bentuknya lebih panjang dari lalat biasa.

Sedangkan maggot sendiri biasanya banyak dicari para peternak unggas maupun ikan sebagai campuran pakan.

"Jadi ceritanya, sekitar bulan Desember tahun 2018 saya mulai cari-cari soal maggot, akhirnya saya praktikan di rumah dan ternyata berhasil," ungkap Agus yang setiap harinya sebagai guru otomotif di SMKN Sragi.

Agus menjelaskan langkah-langkah dalam membudidayakan maggot tersebut, yaitu dimulai dari meletakkan bibit maggot yang disebut Pre-pupa di dalam ruangan perkembangbiakan selama 14 hari.

Setelah itu, Pre-pupa akan berubah menjadi lalat BSF. Kemudian lalat BSF betina akan menghasilkan telur pada media kayu yang ditumpuk, selanjutnya lalat-lalat itu akan mati.

"Ini bukan lalat hijau, jadi lalat ini hanya hidup 7 hari saja, setelah bertelur dia mati. Bertelurnya pun media kayu yang sudah ditumpuk, bukan makanan. Sepasang lalat bisa menghasilkan 500 sampai 900 butir telur," jelasnya.

Selanjutnya telur-telur lalat BSF tersebut akan ditimbang seberat 5 gram untuk kemudian dipindahkan ke media dedak dan ditetaskan dalam waktu 4 sampai 5 hari. Setelah telur-telur menetas, baru lah dipindahkan ke kotak biopond yang medianya berupa sampah organik basah selama 15 hari agar maggot bisa dipanen.

"Untuk satu kilogram maggot yang berumur 15 hari dijual dengan harga Rp 8 ribu sampai Rp 10 ribu.

Sedangkan maggot yang sudah berwarna hitam atau bibitnya prepupa 1 kg dijual Rp 60 ribu. Biasanya pembeli yang datang sendiri. Kebanyakan maggot untuk campuran pakan ternak seperti ayam dan ikan," ujarnya.

Menurutnya untuk makanan maggot cukup ringan. Ia hanya mengumpulkan sampah-sampah organik baik sampah di rumah-rumah tangga maupun rumah makan.

"Sehari saya dua kali mengambil sampah makanan yang ada di dekat rumah. Pagi sebelum berangkat kerja saya mengambil sampah, kemudian malam hari sekitar pukul 22.00 WIB saat warung makan tutup.

Setelah mengambil sampah, semua sam diletakkan di tempat maggot. Setiap hari saya bisa mengambil sampah makanan 20-30 kilogram.

Kemudian, untuk kendala budidaya maggot yaitu mental mengambil sampah. Karena, pasti akan malu jika mengambil sampah di jalan raya," jelasnya.

Agus menceritakan dulu istri dan anaknya takut dan jijik melihat maggot. Namun sekarang mereka sudah terbiasa dengan hal seperti itu.

"Saya budidaya maggot di samping rumah, karena ada lahan kosong dan lahan tersebut dimanfaatkan untuk membuat kotak berukuran 2x2 meter untuk berkembang biaknya maggot.

Kemudian, permintaan pasar dalam sehari saat ini mencapai rata-rata 30-40 kg tiap hari," ujarnya.

Agus menambahkan bekas berkembang biaknya maggot disebut Kasgot atau bekas maggot bisa dijadikan pupuk untuk tanaman.

"Saya juga rencananya dalam waktu dekat ini ,akan melatih pemuda desa untuk belajar budidaya maggot," tambahnya. (Dro)


Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Menengok Budidaya Belatung di Pekalongan, Solusi Mengurai Sampah Organik, https://jateng.tribunnews.com/2019/09/13/menengok-budidaya-belatung-di-pekalongan-solusi-mengurai-sampah-organik?page=all.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini