TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Cerita pahit kerap dialami awak kapal perikanan, baik yang bekerja di dalam negeri atau pun luar negeri.
Dari upah tak layak, mengalami kekerasan selama bekerja, ataupun mempekerjakan anak di bawah umur yang bisa disebut tindak pidana perdagangan orang (human trafficking), dan sebagainya.
Kejadian ini terus dialami awak kapal asal Jateng saban tahun.
Dia pernah mengalami kekeresan baik verbal maupun fisik.
"Banyak ancaman kekerasan yang dialami awak kapal.
Ya itu lah kehidupan ABK (anak buah kapal)," kata Agus di Semarang, Jumat (18/10/2019).
Bahkan, ancaman untuk dibunuh juga pernah dialaminya.
Tidak hanya itu, diancam untuk diceburkan di laut sempat ia terima.
Biasanya, yang sering melakukan kekerasan yakni nakhoda atau kapten kapal.
Penyebabnya, ada kesalahpahaman atau kinerja ABK yang dinilai tidak memuaskan nakhoda.
Hal senada juga diungkapkan mantan nakhoda kapal perikanan asal Pemalang, Supardi.
Ia sempat melihat adegan kekerasan di depan matanya.
"Jadi, anak buah kapal menerima kekerasan atau tidak itu tergantung nakhoda atau kapten kapal.
Kalau baik ya ABK tidak mengalami itu," ucapnya.
Meskipun demikian, kekerasan terhadap ABK kapal lain pernah dilihatnya.
"Ada yang ditusuk, dipukul, ditendang, macam- macam," ucapnya.
Dia dan beberapa ABK perikanan di Jateng sempat mengikuti lokakarya dengan tema menciptakan praktik kerja yang layak bagi awak kapal perikanan di Provinsi Jawa Tengah.
Acara itu diadakan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng bekerjasana dengan Yayasan Plan International Indonesia dan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia.
Koordinator Nasional Yayasan Plan Indonesia, Roosa Sibarani, menuturkan masih banyak praktik kerja paksa dan eksploitasi kerja serta perdagangan orang di sektor perikanan yang berasal dari Jateng.
"Jawa Tengah menyimpan sumber daya perikanan dan menjadi andalan.
Tapi juga sekaligus menjadi penyuplai tenaga kerja perikanan yang terbanyak berdasarkan survei kami," kata koordinator organisasi yang fokus di bidang tenaga kerja perikanan ini.
Awak kapal perikanan di Jateng, lanjutnya, banyak tersebar di perairan Indonesia.
Seperti ke Sibolga, Merauke, Ternate, dan Arafuru.
Kemudian, kantong- kantong pekerja yang menjadi ABK perikanan paling banyak warga Pemalang, Tegal, dan Brebes.
Meski banyak praktik kekerasan yang dialami awak kapal perikanan, para pekerja di sektor ini terus bermunculan.
Rekrutmen melalui agen tenaga kerja dengan iming-iming gaji dan kehidupan yang lebih baik, membuat banyak orang Indonesia yang ingin bergelut sebagai awak kapal perikanan ini.
Selain itu, buruh nelayan ini menjadi korban perbudakan lewat skema gelap agen tenaga kerja lokal.
Alih- alih mencari penghidupan yang lebih baik berujung di neraka perbudakan.
"Mereka digaji kecil dan tidak pantas.
Ada yang berlayar hingga 40 hari, hanya membawa uang Rp 400.000.
Padahal aslinya Rp 1 juta, namun sudah terkena potongan biaya hidup selama di laut dan sebagainya.
Ini tidak adil," tandasnya.
Selain itu, nelayan buruh ini tidak memiliki Perjanjian Kerja Laut (PKL), jam kerja tidak jelas, gaji tidak dibayar sesuai perjanjian.
Makelar hitam membidik pengangguran muda tanpa ijazah sekolah dengan iming- iming gaji yang tinggi.
Karena itu, pemerintah diminta menghentikan tindakan perbudakan dalam bisnis perikanan yang culas tersebut.
Pihaknya juga memiliki sejumlah mekanisme model yang bisa dipakai dengan dukungan pemerintah agar eksploitasi pekerja itu bisa ditekan.
"Ada model pencegahan lewat edukasi.
Pencegahan ini, bisa dibangun berbasis masyarakat.
Mereka diberikan kesadaran dulu agar tidak tergiur iming- iming tinggi, mengunakan jasa penyalur tenaga kerja yang legal, dan harus ada kontrak kerja jelas," tegas Roosa.
Yang paling penting, kata dia, ada kerjasama dari pemerintah provinsi dengan membuat peraturan daerag yang diharmoniskan dengan Undang- Undang terkait perlindungan dan jaminan kesejahteraan dan keselamatan buruh kapal perikanan.(mam)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Upah Tak Layak hingga Ancaman Dibunuh, Inilah Kisah Perbudakan Awak Kapal Perikanan dari Jateng, https://jateng.tribunnews.com/2019/10/18/upah-tak-layak-hingga-ancaman-dibunuh-inilah-kisah-perbudakan-awak-kapal-perikanan-dari-jateng?page=all.