Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Meski sudah divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta, rekening milik terpidana penerima gratifikasi fasilitas non standar di Lapas Sukamiskin, Wahid Husen masih diblokir penyidik KPK.
Vonis hakim untuk Wahid Husen mantan Kepala Lapas Sukamiskin itu dibacakan pada April 2019.
Dalam putusannya, hakim memerintahkan KPK untuk mengembalikan bukti milik Wahid Husen.
"Untuk bukti-bukti memang sudah dikembalikan lagi. Yang disita itu kan ada dua kartu ATM dan asuransi. Tapi saat saya cek mesin ATM, rekeningnya masih diblokir, jadi enggak bisa ambil uang. Padahal di rekening itu murni uang selama bapak bekerja, uang gaji," ujar Dian A (49), istri Wahid Husen saat ditemui di kediamannya, Jumat (18/10/2019).
Dian merupakan ibu rumah tangga dengan tiga anak. Penghasilan keluarga itu ditopang Wahid Husen, ASN Kemenkum HAM yang jabatan terakhirnya Kepala Lapas Sukamiskin pada Maret 2018.
Kewenangan pemblokiran itu diatur di Pasal 29 ayat 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Baca: Pasang Panel Surya di Rumahnya, Warga Solo Ini Bayar Tagihan Listrik Bulanan Cuma Rp 220 Ribu
Sebagian pasal di undang-undang itu diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.
Saat kasus gratifikasi itu diungkap KPK pada Juli 2018, kemudian masuk penyidikan, rekening berisi keuangan keluarga diblokir.
Karena diblokir, pondasi keuangan Dian dan tiga anaknya terkatung-katung.
Dian pun banting setir jadi jualan nasi uduk.
Saat mengisahkan jualan nasi itu, kedua mata Dian berkaca-kaca.
"Sekarang saya kegiatan jualan nasi uduk Jakarta, kadang jual yoghurt, mengerjakan orderan menjahit. Jualan nasi sehari 50 bungkus, dijual Rp 20 ribu ke kerabat-kerabat, saudara di kantor-kantor teman begitu. Dijualnya ada yang antar pakai motor. Sejak jam 03.00 pagi saya sudah masak," kata Dian.
Dian mengisahkan, saat tertatih-tatih karena rekening diblokir, ia memutuskan untuk mencairkan asuransi anak-anaknya yang sudah dibayar sejak 2004.