TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyerangan terhadap Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, kini mantan, merupakan bukti yang kesekian kali kegagalan Badan Intelijen Negara (BIN).
Atas dasar itu para tokoh dari Aceh hingga Papua menginginkan BIN kembali dipimpin oleh sipil.
Seperti halnya era Bung Karno saat BIN dipimpin Dr Soebandrio (1959-1965), atau belum lama ini saat Assad Ali menjadi Wakil Kepala BIN.
Bukti kegagalan sebelumnya adalah kerusuhan di Papua, serta aksi unjuk rasa massa yang berujung kerusuhan pada 21 Mei dan 22-23 September 2019 di Jakarta.
"Sudah saatnya Kepala BIN dari sipil," ujar Ketua Umum Pemuda Adat Papua Timotius D Telimolo dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/10/2019).
Ia bahkan mengaku sudah berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo terkait dukungannya agar Jokowi memilih figur sipil, yakni Suhendra Hadikuntono, untuk memimpin BIN.
"Saya yakin Pak Jokowi sepakat dengan supremasi sipil. Jangan semua lembaga dipimpin oleh figur polisi atau tentara,' cetusnya.
Timotius menegaskan agar BIN dipimpin oleh sipil.
"Selama BIN dipimpin oleh tentara atau polisi, Papua tetap bergejolak. Kini saatnya sipil memimpin BIN," tegasnya.
Timotius melihat alasan kembali ke sipil, tentunya memiliki mind frame (pola pikir) yang berbeda, sehingga dalam operasi intelijen akan lebih humanis, serta mengedepankan prosperity approach (pendekatan kesejahteraan) daripada security approach (pendekatan keamanan) yang selama ini terbukti gagal.
"Kalau Papua mau beres, salah satu simpulnya adalah Kepala BIN dari sipil," tegas Timotius.