Ia bersemayam di hutan ataupun di gunung Dempo.
Sesekali memperlihatkan pada orang, dan masih dipercaya menjaga gunung Dempo.
"Itu dulu ya. Sebuah kepercayaan. Mereka menyebutnya Masumai. Dia sesosok manusia harimau menjaga dan bersemayam di gunung Dempo, atau puyang," kata pemerhati budaya, Mario Andramatik.
Kata dia, aliran-aliran kepercayaan ataupun ritual terhadap gunung Dempo sekarang ini tidak ada.
Ritual atau tradisi mengagungkan, ucapan syukur, atau sebuah kebiasaan yang dilakukan masyarakat terhadap gunung tersebut sudah tidak ada lagi.
Hal sama juga diungkapkan Vebri Al Lintani.
Ritual tentang kepercayaan adanya puyang, manusia harimau yang menjaga gunung dan bermukim disana sudah lama ditinggalkan.
Namun pada masa lalu, kepercayaan dan tradisi semacam itu masih ada tahun 1960-an.
Seiring dengan perkembangan ajaran agama baru, kebiasaan dan kepercayaan tersebut sudah ditinggalkan.
"Dempo itu asal katanya "diempukan". Artinya ditinggikan, disucikan atau dimuliakan. Sekarang sudah tidak demikian, bahkan tradisi sudah ditinggalkan," kata Vebri.
Menurut dia, pemaknaan dimuliakan, ditinggikan dan disucikan tersebut terkait masa lalu.
Sebagaimana ketika masih zaman Hindu-Budha, kepercayaan terhadap leluhur atau kepercayaan animisme-dinamise masih berkembang.
Erwan suryanegara juga mengatakan patung-patung artefak megalitik selalu menghadap ke gunung atau ke sungai.
Pada kepercayaan pemujaan terhadap leluhur di era megalitik, gunung dan sungai merupakan tempat bersemayam leluhur yang harus dihormati.
"Setelah perkembangan masyarakat dengan masuknya agama baru, tradisi itu mulai berubah dan menyesuaikan dengan yang baru," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul BREAKING NEWS : Warga Tanjung Sakti Lahat Diterkam Harimau, Diduga Harimau dari Gunung Dempo