Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Saya kelahiran 30 November 1977, jadi kalau dikira-kira usia saya sekitar 42 atau 43 tahun. Orang Sukabumi asli, Sunda banget," begitu cara Jujun Junaedi memperkenalkan diri ketika ditemui di Plaza Festival Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (20/11/2019).
Nama pria asal Sukabumi, Jawa Barat, ini belakang sedang ramai diperbincangkan publik karena berhasil merakit sebuah helikopter bermesin genset hanya dengan modal sekira Rp 30 juta.
Helikopter ciptaan pria yang akrab disapa Jujun ini dinamai Gardes 77 GM.
Pria yang juga bekerja sebagai buruh bengkel hidrolik khusus toko selang di kawasan Sukabumi ini mengaku hanya lulusan STM.
Jujun mengutarakan, banyak masyarakat yang meragukan kemampuannya dalam merakit helikopter karena latar belakang pendidikannya.
Namun, bukannya berkecil hati, Jujun justru terpacu dan enggan menjadikan pandangan miring tersebut sebagai sebuah hambatan.
Hari ini, di era serba teknologi, Jujun mengaku bisa menemukan berbagai referensi yang dibutuhkannya untuk merakit helikopter dari YouTube dan Google.
"Mungkin kalau buat (menciptakan) helikopter itu belum cukup, sepertinya banyak orang meragukan tapi kenapa tidak ketika lulusan STM didukung oleh hobi juga basic kita memang di permesinan lalu kita banyak sumber lain ketika menjalankan ini (membuat helikopter), kita punya referensi khususnya karena sekarang banyak di internet, dari YouTube dan Google juga," ujar Jujun.
Mulanya Jujun mengatakan pendidikan memang penting terutama menyangkut teknis pembuatan helikopter.
Akan tetapi, lanjut dia, dari internet dia menemukan berbagai sumber yang bisa dimanfaatkan ketika mulai mengerjakan pembuatan helikopter.
"Artinya ketika kita perlu sistem, sementara sistem itukan harus didapat dari sumber yang dapat dipercaya. Terus ketika susahnya sumber pencarian sistem (pembuatan helikopter) karena kita hidup di kampung, ya otomatis karena bingung mau nanya ke siapa? mungkin kita nanya ke internet, YouTube sama Google itu," katanya.
Menurutnya merakit helikopter menjadi mudah ketika dia menemukan referensi dari internet yang berasal dari pakar teknis atau bahkan dari orang yang terbiasa mengolah logam.
Baginya, apa yang dipraktekkan dan diajarkan oleh para ahli yang kerap dilihatnya di internet mudah dicerna dan diaplikasikan terutama dalam merakit helikopter.
"Dan kalau dirasa sistem di situ (internet), kalau kita ditangkapnya sama orang teknik atau sama orang yang biasa mengolah logam ataupun permesinan, itu akan dengan sangat mudah dicerna dan bisa diaplikasikan dalam pembuatan helikopter ini," ujar Jujun.
"Mudah-mudahan walaupun latarbelakang pendidikan saya hanya STM, tapi ditunjang yang lainnya (referensi dari internet) mudah-mudahan ini (helikopter) menjadi satu barang yang benar-benar bisa dipakai atau berteknologi begitu," tambahnya.
Habiskan Dana Rp 30 Juta
Helikopter rakitan milik Jujun Junaedi (42), warga Dusun Cibubuay, Sukabumi, terpampang di halaman rumahnya pada Rabu (20/11/2019) siang.
Helikopter tersebut viral saat Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) berkunjung, Selasa (19/11/2019).
Saat Tribunnews menyambangi kediaman Jujun, helikopter tersebut tampak tengah dilihat oleh sejumlah warga. Tribunnews pun sempat melihat dari dekat pesawat yang pengerjaannya belum selesai total itu.
Helikopter milik Jujun didesain menggunakan komponen yang dibelinya secara bertahap. Istrinya, Yeti, mengatakan apa yang suaminya geluti ini sudab berlangsung selama satu tahun.
"Biayanya sampai segini sudah mau Rp 30 juta. Tapi saya nggak tahu persis, yang tahu pak Jujun," ujar Yeti (37), istri Jujun, ketika diwawancarai Tribunnews.com di kediamannya, Kampung Cibubuay, Kabupaten Sukabumi, Rabu (20/11/2019).
Helikopter milik Jujun masih berbentuk rangka, berwarna perak di hampir setiap bodinya, dengan varian hitam dan merah di kaki-kaki dan ekor helikopter.
Di bagian tengah dekat ekor, ditempatkan mesin genset dua silinder berkekuatan 700 cc.
Beralih ke bagian depan. Kursi pilot helikopter milik Jujun berwarna merah muda, dengan gambar kartun di tengah-tengahnya.
Sementara itu, di baling-baling ekor helikopter terdapat tulisan GG-77 dan dekat baling-baling utama tertera GARDES JN 77 GM.
Yeti mengatakan ada makna dari singkatan di helikopter tersebut.
"Itu singkatannya Garuda Desa Jujun Junaedi, sama tahun lahir beliau, dan GM adalah Gemar Motekar," kata Yeti.
Seperti diketahui, Jujun merupakan pria lulusan STM yang membuat helikopter di halaman rumahnya, di Kampung Cibubuay, RT 3 RW 1, Desa Darmareja, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Dibantu Anak
Jujun Junaedi (42) ternyata tak merakit helikopter rancangannya seorang diri.
Jujun dibantu anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), tepatnya kelas 3 SD.
Jujun memiliki tiga orang anak, namun yang kerap membantunya adalah anak kedua yang masih berusia sembilan tahun.
"Anaknya ada yang nomor dua yang suka bantu, masih SD. Kelas 3 SD," ujar Yeti (37), istri Jujun, ketika diwawancarai Tribunnews.com di kediamannya, Kampung Cibubuay, Desa Damareja, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (20/11/2019).
Yeti sendiri mengaku pihak keluarga jarang membantu Jujun dalam merakit helikopter. Seringkali dirinya hanya menemani sang suami saat menyalurkan hobinya tersebut.
Sementara sang anak yang berusia sembilan tahun, kata Yeti, hanya membantu Jujun ketika libur dari kegiatan belajar mengajar.
"Kalau libur, malamnya suka bantuin bapaknya. Benar-benar bantuin tapi, masang-masang gitu," kata dia.
Selain itu, Jujun juga pernah dibantu merakit helikopter oleh temannya. Namun itu hanya sekali terjadi, dan saat helikopter tersebut masih belum memiliki mesin.
"Pernah dibantu sama temannya dulu, sewaktu belum ada mesinnya. Tapi temannya kan juga kerja di rumah sakit, jadi ada kesibukan sendiri. Sekarang juga jarang ke sini, sudah lama (kejadian itu)," tandasnya.
Lewat Jalan Sempit
Akses jalan yang sulit tak menyurutkan semangat Jujun Junaedi (42) untuk terus membuat helikopter di Sukabumi, Jawa Barat.
Diketahui, jalan untuk menuju kediaman Jujun Junaedi hanyalah jalan setapak berliku yang dapat dilewati satu sepeda motor.
Yeti (37), istri Jujun, mengatakan sang suami membeli sendiri bahan-bahan untuk merakit helikopter.
Biasanya bahan tersebut dibeli pada hari Sabtu selepas Jujun kerja.
Baca: Jujun Junaedi Biasanya Manfaatkan Waktu Usai Pulang Kerja Atau Hari Libur Untuk Buat Helikopter
"Bahan-bahannya itu semua beli sendiri. Kadang nyewa mesin (untuk membantu merakit) dari tempat kerjanya," ujar Yeti, ketika ditemui Tribunnews.com, Rabu (20/11/2019).
Demikian juga ketika membawa bahan-bahan untuk membuat Helikopter, Jujun jarang meminta bantuan orang lain.
Hanya sekali waktu ketika Jujun harus membawa sebuah pipa besar.
Biasanya, kata Yeti, sang suami mengikatkan bahan yang dibelinya pada kendaraan roda dua yang dikendarainya secara bertahap.
Baca: Psikolog: Aksi Teror Sperma di Tasikmalaya Disebabkan Pelaku Telat Memiliki Pasangan
"Bawanya nggak langsung gitu. 1 hari beberapa batang (besi). Setiap hari dibawa pakai motor saja, ditaruh dipinggir, diiket. Kan nanti dirangkai dan dilas disini," kata dia.
"Selama ini bawa sendiri. Paling pernah satu kali, itu bawa pipa kayaknya berat, nyampe malam, itu berdua bawanya. Kalau yang ringan biasa itu sendiri," imbuhnya.
Lebih lanjut, ia mengaku tak terlalu mengetahui dimana sang suami membeli bahan untuk merakit helikopter tersebut.
Begitu pula dengan cara membuat helikopter.
"Kalau soal mesin saya nggak tahu ya beli dimana atau buatnya gimana," katanya.
Baca: Pelaku Pelemparan Sperma di Tasikmalaya ternyata Pernah Kepergok Intip Wanita Mandi
Sekadar informasi, jalan setapak yang berliku dan hanya bisa dilewati satu motor akan menghadang langkah masyarakat yang ingin menengok helikopter buatan Jujun Junaedi (42).
Jujun merupakan pria lulusan STM yang membuat helikopter di halaman rumahnya, di Kampung Cibubuay, RT 3 RW 1, Desa Darmareja, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Tribunnews.com mencoba menilik helikopter buatan Jujun di kediamannya, Rabu (20/11/2019).
Setelah tiba di Desa Darmareja, terdapat satu jalan setapak yang berukuran tidak terlalu lebar.
Kira-kira hanya dapat dilewati satu sepeda motor atau dua orang dewasa yang berjalan berdampingan.
Awalnya, terdapat jalan setapak yang menurun.
Ujung jari kaki terasa sedikit berat lantaran harus menahan berat tubuh yang miring akibat curamnya jalan.
Sawah, ladang, dan pepohonan rimbun menjadi pemandangan di jalanan tersebut ketika menengok ke kiri dan kanan.
Suara serangga terdengar bersahutan menemani perjalanan menuju rumah Jujun.
Baca: Pelaku Teror Sperma di Tasikmalaya Lempar Serta Colekan Sperma ke Tangan dan Pipi Korban
Tak lama, terdapat jembatan di atas sungai yang tampak tidak begitu melimpah airnya.
Jembatan tersebut terlindungi dari sinar matahari karena tertutup pepohonan.
Selepasnya, tanjakan menanti Tribunnews.com.
Untuk menelusuri tanjakan tersebut butuh waktu sekira 2-3 menit yang membuat nafas lumayan cukup tersengal.
Nafas kembali bisa diatur setelah mencapai PAUD Kelompok Bermain Al-Ikhlas.
Jalan di area tersebut cukup datar.
Namun, hingga titik itu Tribunnews.com baru menyelesaikan setengah perjalanan.
Setelahnya, kita hanya perlu mengikuti jalanan yang terlihat tidak rata, karena bekas coran yang telah rusak.
Beberapa kali terlihat rumah warga di sekitar jalan setapak tersebut.
Meski tak banyak, tapi tetap ada warga yang melintas dengan berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan roda dua.
Kurang lebih 15 menit kemudian, barulah Tribunnews.com tiba di kediaman Jujun.
Perjalanan dapat ditempuh lebih singkat jika menggunakan sepeda motor.
Waktu tempuh hanya sekira menjadi 4-5 menit.
Saat meninggalkan lokasi, Tribunnews.com sempat mencoba menggunakan motor matic.
Namun, bersiaplah untuk merasakan sensasi off-road.
Pantat akan terasa pegal menghadapi jalanan yang tak rata.
Belum lagi, apabila berpapasan dengan motor lain.
Mau tak mau harus ada salah satu motor yang mengalah untuk memiringkan kendaraannya ke arah sawah.