TRIBUNNEWS.COM -- Senin (34/12/2019). Bus Sriwijaya yang mengangkut 31 penumpang berangkat dari Bengkulu menuju Palembang.
27 penumpang diangkut dari Po Sriwijaya Express-Pratama Kota Bengkulu dan 4 orang dari Po Sriwijaya di Kabupaten Kepahiang, Bengkulu.
Mobil bus jenis Mitsubishi Fuso dengan plat nomor BD 7031 AY tersebut disopiri oleh Ferry yang telah 20 tahun bekerja di PO Sriwijaya.
Saat melintas di Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, bus tersebut sempat terperosok ke parit.
Untuk keluar dari parit, bus tersebut harus ditarik oleh mobil lain. Saat itu penumpang sempat diminta untuk turun. Setelah bus berhasil ditarik, para penumpang kembali naik dan melanjutkan perjalanan.
Nahas. Belum lama melaju, bus tersebut menabrak pembatas jalan dan meluncur masuk ke jurang kedalaman 150 meter saat melintas di Liku Lematang, Desa Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagaralam.
Baca: Tim Sar Gabungan Tetap Lakukan Penyisiran, Meski Seluruh Korban Bus Sriwijaya Telah Ditemukan
Baca: Terjun Bebas ke Jurang, Jenazah Penumpang Bus Srwijaya Ada yang Hanyut di Sungai, 35 Tewas
Baca: Sikap Tak Biasa Sopir Bus Sriwijaya yang Masuk Jurang Diungkap Sang Ayah, Ucapkan Hal Ini saat Pamit
Baca: Perjalanan Liburan Itu Berubah Jadi Bencana, Dua Pelajar Ini Ditemukan Tewas di Bus Sriwijaya
Kejadiaan tersebut jelang tengah malam dan waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB.
Kondisi air sungai saat itu sangat deras. Kepanikan puluhan penumpang pun terjadi.
Hasanah (52) salah satu penumpang yang selamat bercerita bahwa para penumpang memecahkan kaca untuk keluar dari badan bus. Ia dan cucunya nyaris terseret arus sungai yang sangat deras.
"Cucu saya teriak, om tolong kami. Yang ada di atas tolong kami. Kondisi malam itu tidak ada orang," ujarnya.
Menurut Hasanah sebagian penumpang yang selamat langsung naik ke atas bada bus agar tidak terbawa arus.
Dari pemeriksaan seluruh jenazah, semuanya mengalami trauma akibat terjatuh dari jurang.
Selain itu, para korban juga banyak meminum air sungai karena terjebak dalam mobil.
"Mereka terminum air akibat terkurung dalam mobil. Sebagian besar korban meninggal karena mengalami trauma setelah terjtuh ke jurang," kata Syamsul, Rabu (25/12/2019).
Bus berusia 20 tahun dan tak layak jalan
Bus maut yang menewaskan puluhan penumpang tersebut dibeli oleh PO Bus Sriwjaya pada tahun 1999 dan rutin melakukan KIR setiap 6 bulan sekali. KIR terakhir habis mas aberlaku pada Februari 2020 nanti.
"Bus dalam kondisi laik jalan. Uji KIR terakhir enam bulan lalu," jelas Aji Supriyadi Kepala Operasional PO Bus Sriwijaya, Selasa (24/12/2019).
Ia mengklaim sebelum berangkat, proses pengecekan kondisi selalu dilakukan termasuk keamanan rem.
Namun hal berbeda ditemukan oleh Dinas Perhubungan Sumatera Selatan yang menyebut bus tersebut tidak layak jalan.
Hal tersebut diungkapkan setelah pihaknya melakukan ramp check kendaraan pasca-kecelakaan.
"Isi ramp check-nya tidak sesuai dengan aturan, seharusnya tak beroperasi. Masih banyak permasalahan lain, bus ini memang semestinya tidak layak jalan," kata Kepala Dinas Perhubungan Sumatera Selatan Nelson Firdaus, Selasa (24/12/2019).
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bengkulu, Bardin mengatakan, alat cek pengujian KIR milik Kota Bengkulu mengalami kerusakan
Sehingga pihaknya tidak melakukan pengecekan terhadap bus Sriwijaya.
"Alat kami rusak. Dishub Provinsi sudah cek ke seluruh PO. Kalau bus itu bisa jalan itu artinya laik jalan," jelas Bardin.
Kondisi jalan yang ekstrem
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan, yang juga menjabat Direktur Utama PT San Putra Sejahtera mengatakan rute Bengkulu- Palembang terkenal memiliki medan ekstrem, yang didominasi oleh jalur berkelok-kelok.
Sedangkan kondisi rambu-rambu di sekitar lokasi kejadian juga terbilang cukup. Garis marka dan pagar pengaman jalan tersedia di jalur tersebut.
“Kalau dari rambu-rambu kurang rasanya tidak. Kalau kita bahas dari kondisi mobil, saya dengar mobil tahun 1999, KIR hidup, STNK hidup, artinya laik jalan. Tapi kondisi kendaraannya tidak tahu, tergantung inspeksi sebelum berangkat,” ujar Sani kepada Kompas.com , Selasa (24/12/2019).
Ia menjelaskan bila kendaraan disebut tidak laik jalan maka bus tersebut tidak akan bisa melewati daerah Liku Lematang karena sebelumnya ada jalur ekstrem yang harus dilewati.
“Kalau memang karena mobilnya sudah terlalu tua, harusnya dia tumbang duluan. Karena sebelum masuk Liku Lematang, ada beberapa jalur yang ekstrim juga. Namun yang belum saya konfirmasi, cuaca saat kejadian seperti apa,” katanya.
Dari video yang telah ia lihat di sekitar lokasi kecelakaan, Sani mengaku tidak melihat bekas jejak rem.
Dari analisanya rem bus tersebut blong karena pengemudi kelebihan menggunakan rem di sepanjang perjalanan.
"Kalau saya lihat ini karena human error, miss-nya pengemudi, entah karena rem panas sehingga kinerjanya menurun, atau yang lain,” ucap Sani.
Hak senada juga disampaikan Kapolres Pagar Alam AKBP Dolly Gumara Ia mengakui bahwa jalur kawasan Lematang rawan kecelakaan karena kawasan Lematang memiliki jalan yang berkelok ke atas perbukitan, baik turunan maupun tanjakan sama-sama curam, sehingga memerlukan kendaraan yang mumpuni.
"Kontruksi tikungan juga setengah lingkaran, kalau tidak memiliki kendaraan yang mumpuni sangat bahaya. Didekat situ (lokasi kecelakaan) juga ada (tanjakan) Endikat, sama dengan liku Lematang (berkelok)," katanya, Rabu (25/12/2019). (Aji YK Putra, Firmansyah, Dio Dananjaya)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tragedi Tengah Malam di Liku Lematang, Bus Sriwijaya Masuk Jurang dan Tewaskan 35 Penumpang