TRIBUNNEWS.COM - Tragedi kecelakaan yang menimpa bus Sriwijaya yang jatuh ke jurang di Liku Lematang, Desa Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan pada Rabu (25/12/2019) lalu, menjadi perhatian berbagai pihak.
Termasuk dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Ketua YLKI, Tulus Abadi mengatakan kecelakaan yang sementara ini memakan 35 korban tewas ini sebenarnya tidak perlu terjadi.
"Ini suatu hal yang menyedihan dan ini tragedi," ungkap Tulus dikutip channel YouTube tvOneNews, Jumat (27/12/2019).
Dari kecelakaan bus Sriwijaya menurut Tulus membuktikan belum ada jaminan keselamatan dan kemanan dari perusahaan bus tersebut terhadap konsumen bus Angkutan Kota Antar Propinsi (AKAP).
Berdasarkan pengamatan YLKI selama ini penyebab kecelakaan di jalan raya didominasi faktor manusia.
Namun demikian, Tulus tidak mau berspekulasi.
"Tidak bisa dilihat secara tunggal, pasti ada penyebab lain di belakang," katanya.
Tulus meminta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia mengambil langkah tegas jika Perusahan Otobus (PO) terbukti bersalah atas kecelakaan bus miliknya.
Baca: Kasus Koboi Lamborghini Terus Dikembangkan, dari Satu Kesalahan Terungkap Pelanggaran Lain
"Bisa pembekuan hingga pencabutan izin trayek," lanjut Tulus.
Tulus juga mempertanyakan tentang kondisi bus yang disebut-sebut telah lolos Pengujian Kendaraan Bermotor (KIR).
"Bus 20 tahun bisa beroperasi jarak jauh, ini aneh sekali,"
Untuk itu Tulus meminta kementrian terkait untuk melakukan audit kepada perusahan-perusahan otobus terkait efektivitas uji KIR.
Bahkan dirinya menyarankan agar pemerintah pusat harus turun tangan langsung untuk turut mengawasi.
Dari survei yang dilakukan YLKI, menyebut uji KIR terdapat banyak penyimpangan.
Tulus mencontohkan terdapat tempat penyewaan ban di dekat lokasi pengujian KIR.
"Bus akan masuk ke tempat KIR dia menyewa ban bagus, masih layak jalan. Setelah lolos ban itu dikembalikan," beber Tulus.
Tulus menambahkan PO bus Sriwijaya bisa diancam dengan hukum pidana dan perdata tentang perlindungan konsumen.
"Manajemen bisa dituntut ganti rugi dan hukuman pidana yang belaku," tutup Tulus.
Baca: Foto-foto Gerhana Matahari Cincin 2019 di Berbagai Belahan Dunia, dari Indonesia hingga India
Temuan KNKT
Kementerian Perhubungan mengintruksikan langsung Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk menguak penyebab dari kecelakan bus Sriwijaya.
Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono menjelaskan ada beberapa hal yang berhasil ditemukan dari penyelidikan sementara ini, seperti masalah izin trayek yang tidak sesuai.
Izin rute bus Sriwijaya sebenarnya melintas Bengkulu-Lampung-Blitar.
Namun, bus justru menempuh trayek Bengkulu-Pagaralam-Palembang.
"Masalah izin trayek. Kenapa bus ke palembang?," tegas Soerjanto.
Soerjanto menekankan seharunya ada laporan yang dilakukan PO bus Sriwijaya jika ingin merubah trayek, baik kepada dinas perhubungan terkait atau ke instansi yang memiliki kewenangan ini.
Lanjut Soerjanto, masalah umur bus tidak begitu menjadi permasalahan. Yang terpenting menurutnya adalah hasil uji KIR itu sendiri.
"Tidak peduli umurnya 10, 20, atau 30 tahun yang terpeting layak," kata Soerjanto.
Baca: Viral di Medsos, Warung Makan Ini Pilih Foto Nyleneh untuk Tarik Pelanggan di Aplikasi GrabFood
Meskipun secara administrasi bus yang mengalami kecelakaan tersebut lolos uji KIR, KNKT akan tetap melakukan penyelidikan mendalam.
Dalam kasus kecelakaan bus Sriwijaya, KNKT juga menyoroti tentang jadwal kerja sopir yang dianggap tidak wajar.
Soerjanto membeberkan ada temuan terhadap sopir bus yang tidak memiliki jatah waktu libur selama satu tahun.
Atas temuannya, KNKT memberikan rekomendasi kepada Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia untuk mengadakan evaluasi terhadap jam kerja para sopir.
Soerjanto menilai jam kerja penting untuk menjaga kondisi sopir supaya tetap prima dalam perjalanan.
"Secara mental dan dampak emosi perlu disesuaikan jam kerja," jelasnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)