Laporan Reporter Tribunjogja Wisang Seto Pangaribowo
TRIBUNNEWS.COM,GUNUNGKIDUL - Satu dari dua belas orang suspect anthraks di Gunungkidul meninggal dunia pada Minggu (31/12/2019).
Kesebelas suspect anthraks tersebut bertempat tinggal di Desa Gombang, sedangkan satu orang lagi berasal dari Kecamatan Semanu.
Dengan rincian 6 orang mendapatkan rawat jalan, dan 6 orang lainnya sempat rawat inap.
"Pasien dengan suspect anthraks memang ada yang diperbolehkan untuk rawat jalan, kalau pasien suspect anthraks terkenanya itu pada bagian kulit bisa dilakukan rawat jalan tetapi jika terkenanya pada pencernaan yang perlu dilakukan rawat inap," katanya, Jumat (10/1/2020).
Lanjutnya, saat ini pasien masih disebut suspect anthraks karena masih menunggu hasil tes sampel darah dari laboratorium.
"Masih suspect karena kami masih menunggu hasil sampel darah yang dikirim ke laboratorium bogor, sehingga pasien yang dirawat di RSUD Wonosari disebut suspect," ujarnya.
Ia menjelaskan, kriteria seorang pasien disebut suspect anthraks adalah berdasarkan dari informasi yang didapat oleh pihak RSUD bahwa di lokasi tempat tinggal pasien terdapat hewan ternak yang mati mendadak lantaran terkena anthraks.
"Lalu yang kedua dilihat dari gejala-gejala yang ditunjukkan oleh pasien yang mengarah ke anthraks sehingga dokter mendiagnosa pasien suspect karena belum ada hasil positif pasti dari laboratorium," urainya.
Ia mengungkapkan, pasien suspect anthraks yang meninggal sempat berobat ke RSUD Wonosari.
Namun saat datang ke RSUD Wonosari kondisi pasien dalam keadaan yang cukup parah.
"Jadi pasien itu belum sempat rawat inap, pasien yang meninggal berobat ke RSUD Wonosari datang berobat sekitar bulan Desember 2019 pada awal-awal kejadian," katanya.
Heny menuturkan saat ini pasien lain sudah diperbolehkan pulang dan saat ini kondisi sudah mulai membaik.
"Kebetulan 6 pasien kami isolasi dan kami siap dengan ruangan-ruangan kami. Kondisi pasien yang meninggal dunia kondisinya seperti terkena infeksi meningitis atau infeksi jaringan otak," paparnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul, Dewi Irawati mengatakan, pihaknya mendapatkan laporan dari Dinas Pertanian dan Pangan terkait dengan adanya hewan ternak yang mati karena penyakit.
"Setelah mendapatkan laporan tersebut kami langsung turun ke lapangan, kami ada tim One Health. One Health ini adalah tim lintas sektoral dengan leading sektor kesehatan kami langsung melakukan penelurusan, penelusuran tersebut menyasar ke masyarakat yang kontak langsung dengan hewan ternak yang mati mendadak," paparnya.
Lanjutnya saat ini Dinkes Gunungkidul telah mengambil sampel darah pada 41 orang yang dikirim ke laboratorium untuk diuji.
"Sampel darah dikirim ke Bogor. Memang perlu ketelitian untuk melakukan uji sampel darah ini," katanya.
Dewi menuturkan, saat ditemukan suspect anthraks pihaknya melakukan pemantauan selama 2 kali 60 hari untuk memastikan tidak ada keluhan dari masyarakat.
"Cara penanganan kami memang seolah-olah sudah positif anthraks. Selain mengirim sampel darah kami juga memberikan antibiotik kepada 540 orang di Dusun Ngrejek Kulon dan Ngrejek Wetan," katanya.
Ia mengatakan, jika ada seseorang yang terkena anthraks masih bisa disembuhkan yaitu dengan pemberian antibiotik.
"Antibiotik diminum bisa digunakan kepada yang terkena di bagian kulit dan juga yang sudah masuk kedalam tubuh. Antibiotik tersebut sudah tersedia di Puskesmas-puskesmas Gunungkidul dan harganya murah," katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Bambang Wisnu Broto menuturkan di Desa Gombang dilaporkan ada kejadian hewan ternak mati mendadak. Hewan ternak tersebut berjenis Sapi dan Kambing. Jumlah hewan ternak yang mati mendadak sebanyak 6 Kambing dan 3 Sapi.
"Kami sudah ambil langkah-langkah pencegahan dan pengendalian, seperti kami memberikan desinfektan di tempat-tempat kejadian hewan ternak mati. Langkah kedua kami sudah melakukan antibiotik dengan penyuntikan, lalu yang ketiga kita sudah lakukan koordinasi dengan One Health Gunungkidul," paparnya.
Untuk menanggulangi menyebarnya Anthraks pihaknya menerjunkan sebanyak 50 personel yang terdiri dari dokter, paramedis, dan inseminator.
"Desinfektan berupa formalin diberikan sebanyak 50 liter, pemberian desinfektan difokuskan di Gombang," ucapnya.
Saat disinggung adakah keterkaitan kasus hewan mendadak dengan kasus anthraks di Bejiharjo pihaknya belum mengetahui secara pasti.
"Hingga saat ini kami masih melakukan pemantauan di Bejiharjo, hewan ternak kan juga bisa dari luar Gunungkidul," imbuhnya.
Lanjut Bambang saat ini hewan yang mati mendadak masih berstatus suspect karena hingga saat ini hasil laboratorium belum keluar.
"Kami juga mengambil sampel tanah di beberapa tempat total ada sebanyak 50 sampel tanah yang kami kirim seperti sampel tanah seperti Semanu, Nglipar, Karangmojo," katanya.
Bambang menegaskan, saat ini surat edaran bupati sudah keluar yang berisi larangan mengkonsumsi daging dari hewan yang mati mendadak atau sekarat karena terkena penyakit.
"Surat edaran juga berisi larangan untuk menjual belikan hewan ternak yang mati atau terkena penyakit," imbuhnya.
Sementara itu Kepala Desa Gombang, Kecamatan Ponjong, Supriyanto membenarkan bahwa warganya ada yang meninggal dunia dan ada beberapa hewan ternak yang mengalami mati mendadak dan belum diketahui penyebabnya.
"Ada satu ekor sapi yang hampir mati lalu disembelih warga dan dagingnya dibagikan oleh warga lalu dua sapi yang mati lainnya dikubur," katanya.
Satu diantara warga Desa Gombang Supriyadi menceritakan awalnya di desa tersebut ada yang membeli seekor Kambing.
Lalu Kambing tiba-tiba mati mendadak dan disembelih oleh warga, kemudian daging dibagi-bagikan ke satu RT.
Lalu beberapa hari setelah itu sapi milik suspect anthraks yang meninggal dunia sakit. Belum sampai mati, sapi tersebut disembelih dan dagingnya dibagi-bagi untuk satu dusun.
"Kebanyakan yang kena itu, yang ikut memotong daging jadi memang kontak langsung dengan sapi dan kambing tersebut. Daging tersebut dibagi ke dua dusun, dan makan semua (daging)," katanya.
Namun, Sampung Supriyadi dirinya menaruh curiga dengan sapi dan kambing yang mati mendadak lalu dirinya bersama warga dusunnya memasak daging tersebut tanpa menyentuhnya.
"Kalau saya tanpa menyentuh daging itu, saya masak di pawon (dapur) kayu dengan waktu berjam-jam," pungkasnya.(TRIBUNJOGJA.COM)