TRIBUNNEWS.COM - Keraton Agung Sejagat masih menjadi sorotan publik.
Disinyalir keberadaan Keraton Agung Sejagat di Purworejo tersebut terdapat motif penipuan.
Pengikut Keraton Agung Sejagat sendiri ternyata tak hanya dari lingkungan dekat lokasi di Purworejo, melainkan juga tersebar di beberapa daerah lainnya.
Seperti di daerah Klaten, terdapat puluhan pengikut Keraton Agung Sejagat yang dipimpin oleh Totok Santoso tersebut.
Menurut Letkol Kav Minarso, Dandim 0772/Klaten mengungkapkan beberapa karakteristik dari pengikut Keraton Agung Sejagat yang berdomisili di daerah ini.
Pihaknya sempat berbincang dengan pengikut Totok Santoso itu.
"Saya sempat berbicara dengan pengikut Keraton Agung Sejagat Klaten," kata Minarso yang dikutip dari Tribun Solo, Jumat (17/1/2020).
Kemudian Minarso juga menambahkan, pengikut Keraton Agung Sejagat ini merasa tenang dan tentram saat bergabung dalam organisasi pimpinan Totok tersebut.
"Jadi ada rasa tenang dan tentram katanya," imbuhnya.
Dari sisi pekerjaan, pengikut Totok Santosa ini memiliki latar belakang petani hingga ibu rumah tangga.
"Jadi mereka yang mengikuti Keraton Agung Sejagat karena percaya dan merasa benar," katanya.
"Setelah diberi penjelasan, para pengikut itu merasa tertipu," tambahnya.
Minarso menambahkan, para pengikut Totok Santosa di Klaten juga memberi seragam khas Keraton Agung Sejagat seharga Rp 2 juta.
Menurut Minarso, estimasi harga baju yang dibeli hanya sekitar Rp 1 juta.
"Saya rasa ada keuntungan dari baju itu," terangnya.
Tak hanya itu, Raja Keraton Agung Sejagat, Totok Santoso Hadiningrat sempat menjanjikan kehidupan lebih baik kepada para pengikutnya.
Totok diketahui menjanjikan gaji bernilai mata uang dolar.
Setelah kejadian penangkan sang Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat, para pengikut Totok Santoso Hadiningrat ini mengaku menyesal bergabung menjadi Punggawa maupun Abdi Dalam Keraton.
Hal itu lantaran, selain telah membayar sejumlah uang untuk bergabung, mereka tidak mendapat bayaran selama membantu membangun Keraton.
Eko Pratolo yang merupakan perangkat desa di Purworejo itu juga mengaku menyesal.
Pasalnya, ia membayar lebih dari Rp 2 juta rupiah untuk mendapat seragam kebesaran keraton.
Selama satu tahun terakhir, ia juga membantu membangun Keraton Agung Sejagat.
"Menyelesaikan sarana prasarana, gedung, prasasti, pendhopo, sendang," kata Eko Pratolo yang dikutip dari tayangan YouTube SCTV, Kamis (16/1/2020).
Tak hanya itu, para pengikut Keraton Agung Sejagat juga sempat dijanjikan kehidupan yang lebih baik oleh sang Raja, Totok Santoso.
Selain itu, dikutip dari Kompas.com, Raja Keraton Agung Sejagat, pernah berutang sebanyak Rp1,3 miliar ketika tinggal di Kawasan Kampung Bandan, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.
Menurut Kombes Budhi, uang itu dipinjam Totok dari sebuah bank.
"Totok ini juga pernah melakukan peminjaman atau utang ke bank yang saat itu diketahui oleh ketua RT."
"Berdasarkan keterangannya, sekitar Rp1,3 miliar," kata Budhi, di Mapolres Metro Jakarta Utara, Kamis (16/1/2020).
Totok menggunakan KTP yang ia urus sewaktu pertama kali pindah ke Kampung Bandan pada 2011.
Selain itu, Totok menjadikan ruko yang ada di daerah Jakarta Barat sebagai jaminan.
"(Kepemilikan ruko) ini sedang kami telusuri karena kami sendiri baru tahu dan baru melakukan penyelidikan setelah kejadian ini ramai," tutur Budhi.
Setelah meminjam uang, Totok tidak pernah muncul kembali di kampung tersebut.
Terlebih lagi, setelah rumah kontrakannya yang ada di pinggir rel terbakar.
Budhi menyampaikan, sejauh ini belum ada laporan dari pihak bank terkait pinjaman sebesar Rp1,3 miliar tersebut.
Sejauh ini, totok diduga melakukan penipuan kepada pengikutnya.
Hal tersebut lantaran polisi menemukan semua dokumen identitas yang dibuat di Keraton Agung Sejagat adalah palsu.
Bahkan, penetapan raja dan ratu dilakukan sendiri.
Menurut kepolisian, para pengikut Keraton Agung Sejagat dijanjikan jabatan dengan gaji besar dalam bentuk dollar AS.
Setidaknya ada 450 pengikut dengan latar belakang yang berbeda.
Namun, para pengikut keraton ini juga diminta membayar iuran mencapai jutaan rupiah.
Sedangkan menurut seorang psikolog, Alexanda Gabriell mengungkapkan jika Totok Santosa diduga mengalami gangguan jiwa.
Totok harus menjalani pemeriksaan dan observasi terlebih dahulu untuk mengetahui apakah dia mengidap gangguan kesehatan mental atau tidak.
"Memang perlu ada pemeriksaan lebih lanjut, tidak bisa ada diagnosa sebelum diperiksa dan diobservasi," kata Alexandra yang dikutip dari Kompas.com.
Walaupun harus menjalani pemeriksaan terlebih dahulu, perilaku Totok diduga mengacu tanda-tanda gejala waham kebesaran.
Ada empat gangguan kesehatan mental yang berkaitan dengan gejala waham kebesaran, yakni gangguan awam, skizofrenia paranoid, kepribadian skizotipal, bahkan bipolar.
Alexandra menjelaskan, seseorang didiagnosis menderita gangguan awam jika dia memiliki keyakinan tidak realistis atau irasional.
Dia akan merasa dirinya mempunyai sebuah peran tertentu.
"(Gejala gejala waham) hanya keyakinan yang tidak realistis/irasional bahwa dirinya mempunyai sebuah peran tertentu yang tidak nyata," ungkap Alexandra.
(Tribunnews.com/Anugerah Tesa, TribunSolo/Ryantono Puji Santoso)(Kompas.com/Jimmy Ramadhan Azhari/Rindi Nuris Velarosdela)