News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Takut Terpapar Virus Corona, 675 Warga Natuna Pilih Mengungsi ke Pulau Lain

Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Miftah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Beberapa rumah warga di Kampung Tua Penagi, Natuna yang tertutup rapat

TRIBUNNEWS.COM - Proses karantina terhadap 238 Warga Negara Indonesia dari Wuhan di Kabupaten Natuna menuai polemik.

Pasalnya, warga menjadi ketakutan soal kemungkinan terpapar virus corona yang tengah menjadi perhatian internasional tersebut.

Lantaran hal itu, warga Kampung Tua Penangih, Natuna memilih untuk pergi mengungsi.

Melansir dari KompasTV, Selasa (4/2/2020), mereka memilih meninggalkan rumah karena khawatir tertular virus corona.

Diketahui, jarak antara Kampung Tua Penangih dengan tempat karantina WNI tidak jauh.

Jumlah kepala keluarga yang mengungsi adalah 29 kepala keluarga (KK).

"Kecemasan kami warga Penagih dua hari ini apalagi dengan kedatangan WNI dari China."

"Ada RT kita 12 KK sama 17 KK jadi berjumlah 29 KK."

"Kita nggak tahu perkembangan ke depan apalagi mau dikarantina 14 hari," ujar warga Kampung Tua Penangih sebagaimana dikutip dari KompasTV.

Sementara itu, dikutip dari TribunManado.co.id, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Natuna, Iskandar DJ membenarkan ada warga yang keluar dari Natuna.

"Tadi malam tercatat 675 warga meninggalkan Natuna menggunakan KM Bukit Raya menuju Pulau Midai, Pulau Serasan dan Pontianak," ujar Iskandar.

Warga setempat memilih mengungsi ke rumah sanak saudara mereka di pulau-pulau terdekat di Kepri.

Mengutip dari Kompas,com, sejumlah warga Ranai, Natuna juga memilih mengungsi.

Hal tersebut diketahui dari penjualan tiket yang membludak dari Ranai menuju Pulau Subi, Midai, dan Serasan.

Satu di antara warga Natuna, Raudah (28) mengaku, memilih mengungsi ke rumah saudaranya yang berada di Pulau Serasan.

Keputusan untuk mengungsi ini diambil agar bisa benar-benar terhindar dari virus corona yang dapat menyebar antar manusia.

"Tdak saya saja, kedua anak saya juga saya bawa. Kan anak sekolah diliburkan juga."

"Jadi sekalian saya bawa ke rumah along saya (kakak tertua) di Pulau Serasan," kata Raudah.

Ruadah mengaku, ia tidak mau mengambil pusing, meski sejumlah warga menggelar aksi protes.

Diketahui, Warga meninggalkan Pulau Natuna, setelah 238 orang dievakuasi dari Wuhan ke Natuna.

Proses evakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, China telah berhasil dilakukan pada Minggu (2/2/2020).

TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan, Natuna dipilih karena memiliki rumah sakit sebagai tempat observasi, yang jaraknya jauh dari pemukiman penduduk.

Namun ternyata, ada perkampungan bernama Kampung Tua Penagih yang hanya berjarak sekira 1 kilometer dari lokasi karantina.

Warga mengungkapkan, sebelumnya, tidak ada sosialisasi maupun pemberitahuan sebelumnya saat Natuna terutama hanggar Raden Sadjad dipilih menjadi tempat lokasi karantina.

Warga Tolak Keras Karantina WNI dari Wuhan di Natuna

Proses evakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, China telah berhasil dilakukan, Minggu (2/2/2020).

Pemerintah Indonesia telah memilih Natuna, Kepualauan Riau sebagai lokasi karantina WNI.

TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan, Natuna dipilih karena memiliki rumah sakit sebagai tempat observasi, yang jaraknya jauh dari pemukiman penduduk.

Terkait hal itu, tokoh masyarakat Natuna Rodhial Huda menyebut pernyataan pemerintah yang mengatakan lokasi karantina jauh dengan pemukiman warga tidak benar.

Hal tersebut diungkapkan Rodhial dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam yang diunggah di kanal YouTube Talk Show TVOne, Minggu (2/2/2020).

"Dan waktu Panglima TNI mengatakan tempat karantina itu jauh dari penduduk 5 sampai 6 kilometer itu tidak benar."

"Ternyata hanya 1,2 kilometer dari tempat karantina," ujar Rodhial.

Rodhial menjelaskan, jika dari Bandara, Kampung Tua Penagih yang merupakan wilayah penduduk asli Natuna hanya berjarak beberatus meter saja.

"Tapi karena berada di dalam bandara, tepat di tengah-tengah bendara sehingga dengan penduduk itu hanya 1,2 meter," terang Rodhial.

"Jadi saya tidak tahu Panglima dapat informasi dari mana," terang Rodhial.

Oleh karena itu, Rodhial mengatakan bahwa, hal tersebut membuat kekhawatiran bagi masyarakat Natuna terkait penyebaran virus corona.

"Ini mengkhawatirkan masayarakat karena seolah amannya kan kalau 5 sampai 6 kilometer."

"Tapi ternyata jaraknya cuma 1,2 kilometer dari masyarakat," ujar Rodhial.

Tak hanya itu, Rodhial juga mengatakan, bahwa masyarakat Natuna kaget dengan keputusan pemerintah yang menjadikan Natuna sebagai lokasi karantina.

"Karena pernyataan kepastian di Natuna itu sangat mendadak."

"Yaitu waktu konferensi pers Panglima TNI mengantar keberangkatan penjemput dan itu waktunya sangat singkat," ungkap Rodhial.

Sehingga, menurut Rodhial, pemerintah daerah juga tidak mengetahui informasi tersebut.

Masyarakat Natuna lantas mempertanyakan kenapa wilayahnya dijadikan lokasi untuk karantina WNI dari Wuhan.

"Masyarakat merasa kenapa harus di Natuna? Karena ini menurut masyarakat adalah virus yang berbahaya," terang Rodhial.

Oleh sebab itu, pihaknya telah menyampaikan usulan kepada pemerintah untuk melakukan karantina di tempat lain yang fasiliasnya lebih memadai.

"Seperti di kapal perang, karena sering kapal perang di Natuna besar-besar dan itu lebih memadai," ucap Rodhial.

Meski WNI telah berhasil dievakuasi dan di karantina di Natuna, namun masyarakat Kabupaten Natuna terus melakukan unjuk rasa menolak kedatangan WNI.

Dikutip dari Kompas.com, unjuk rasa tersebut nyaris berujung anarkis.

Hal tersebut lantaran, ada beberapa warga yang membakar ban mobil di tengah jalan menuju bandara.

Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Natuna Haryadi mengatakan, ada enam tuntutan yang diminta warga Natuna untuk pemerintah pusat.

Berikut enam tuntutan yang diminta masyarakat Natuna kepada pemerintah pusat:

1. Pemerintah daerah dapat menjadi penyambung lidah kepada pemerintah pusat.

2. Meminta agar WNI dari Wuhan untuk dipindahkan karantinanya di KRI milik TNI, kemudian, KRI tersebut ditempatkan di lepas pantai.

3. Meminta agar pemerintah daerah dan pusat memberikan kompensasi berupa jaminan kesehatan seperti posko layanan darurat dan cepat.

4. Meminta pemerintah untuk mendatangkan dokter psikiater bagi masyarakay Natuna.

5. Masyarakat Natuna meminta agar Menteri Kesehatan berkantor di Natuna selama proses karantina dan observasi dilakukan di Natuna selama 14 hari.

6. Masyarakat Natuna berharap segala bentuk kebijakan pemerintah pusat yang akan dilakukan di Natuna harus terlebih dahulu disosialisasikan ke masyarakat Natuna.

Apabila pemerintah daerah tidak berhasil menjadi penyambung lidah kepada pemerintah pusat.

Maka masyarakat Natuna akan menyampaikan mosi tidak percaya terhadap pemerintah daerah.

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri) (Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini