Butuh kerjasama semua pihak dalam memperjuangkan hak warga.
Misalnya, menggunakan langkah hukum di Indonesia.
“Segala upaya, sudah dilakukan. Apalagi waktu itu pernah demo dan ada 7 orang ditahan karena perusakan properti. Tetapi, kenapa perusakan lingkungan tidak dipenjarakan?” ungkap Mario.
“Kami tidak akan menyerah, dan optimis akan memenangkan perkara ini,” tambahnya.
Sementera itu, Sugeng, seorang aktivis warga Nguter mengungkapkan keinginannya untuk merasakan lingkungan yang asri dan segar.
“Dulu setiap malam, ketika bangun tengah malam untuk menunaikan ibadah sholat, suasanya itu nyaman dan sejuk. Tetapi setelah pabrik beroperasi, suasana menjadi tidak nyaman,” kata Sugeng, dalam acara diskusi Mendengar Cerita Warga Nguter, di Gedung Tribunnews Solo, Kamis (13/2/2020).
“Bau yang menyengat dan lingkungan yang tercemar membuat warga terganggu,” tambahnya.
Kemudian, Wanda Saputro perwakilan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Surakarta juga menyatakan pendapatnya mengenai permasalahan limbah PT RUM.
“Ini kan permasalahan yang menjadi keluh kesah dan penderitaan warga Nguter. Jadi, telah dilakukan berbagai upaya, seperti mediasi hingga aksi agar hak-hak warga terpenuhi,” kata Wanda Saputro.
Ia juga menambahkan, permintaan warga supaya didengar pemerintah dan dilakukan.
Diketahui, PT RUM mulai beroperasi pada 2017 yang berada di Kecamatan Nguter, Sukoharjo.
Pabrik tersebut merupakan produsen kapas sintetis atau serat rayon.
Namun, setelah berjalannya waktu limbah yang dihasilkan berdampak pada lingkungan dan warga sekitar.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS)