TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Penantian Suraji (61) akhirnya terjawab sudah. Putri tunggalnya, Yasinta Maharani, yang baru saja genap berusia 12 tahun pada 12 Februari 2020 lalu, ditemukan tim SAR Gabungan dalam kondisi sudah tak bernyawa di Sungai Sempor, Minggu (23/2/2020).
Siswa SMPN 1 Turi, Sleman, DIY tersebut tercatat sebagai korban tewas terakhir yang ditemukan tim SAR, bersama Zahra Imelda.
Jenazah delapan siswa lainnya, semuanya perempuan, ditemukan 1-2 hari sebelumnya setelah 250 siswa SMP1 Turi diterjang arus kuat dalam kegiatan pramuka susur sungai.
Baca: Tragedi Susur Sungai Sempor: Kesaksian Penyintas, Cerita Penolong, dan Pengakuan Kepsek
Baca: Insiden Pemain Bola Meninggal Karena Tersambar, Petir di Indonesia Termasuk yang Berkekuatan Besar
Suraji tak dapat melupakan permintaan Yasinta beberapa hari sebelumnya, yaitu minta hadiah ulangtahun ke-12.
"Pas ulang tahun, saya belum bisa kasih hadiah, ya dia tanya. Bapak nggak ngasih hadiah ulang tahun?"
"Sekarang belum, nanti ya, jualan baru sepi." Suraji memang berniat membelikan sepatu baru buat Yasinta karena alas kaki sang anak memang sudah jebol.
"Rencananya besok (Sabtu) mau saya ajak beli sepatu untuk hadiah ulang tahun," kata Suraji.
Namun kini Yasinta tidak lagi memerlukan sepatu. Ia sudah dipanggil Sang Khaliq.
Suraji ingat betul saat anaknya berpamitan untuk ikut kegiatan pramuka.
"Tumben, hari itu dia minta uang jajan dobel sambil merengek ke saya," kenangnya.
Sepatu bolong masih dipakai Yasinta.
"Sebelah sepatunya bolong bekas terbakar waktu kegiatan minggu lalunya, tapi masih dipakai dulu," kenangnya.
Suaranya mulai sedikit bergetar menceritakan gadis cilik bertahi lalat di pipi itu.
"Saya sudah tua, lama sekali baru punya anak. Keluarga bilang, Yasinta itu anak mahal," katanya lirih.
Yasinta dimakamkan pukul 14.00 WIB, Minggu, di tempat permakaman umum Dadapan Wetan, Sleman. Suraji berusaha tegar namun tak sanggup melihat peti jenazah diturunkan ke liang lahat.
Setelah liang lahat tertutup tanah, Suraji memanjatkan doa, sambil mengusap-usap tanah.
"Dik, maafin Bapak ya." (tribunjogja)
Cerita Pemancing Selamatkan Korban
Musibah Jumat (21/2/2020) sore di Sungai Sempor, Donokerto, Turi, Sleman merenggut nyawa 10 siswa SMPN 1 Turi.
Saat mereka tengah menyusuri sungai mendadak banjir datang.
Anak-anak berseragam pramuka itu menjerit ketakutan.
Mendengar jeritan minta tolong bersahutan, seorang warga Kembangarum Wetan Kali, Donotirto, Turi, Darwanto (37) langsung bergegas mencari sumber suara.
Saat itu, pria yang akrab disapa Kodir itu tengah dalam perjalanan menuju sungai untuk memancing ikan.
Sontak alat pancingnya dibuang, lalu lari ke arah sungai.
Berada di tebing setinggi tiga meter, Kodir melihat anak-anak itu berjuang untuk bertahan dari gempuran arus.
Ada yang pegangan kayu, batu, dan tidak sedikit yang terseret.
Kodir memutuskan untuk melompat dan meraih satu per satu anak.
Ia bawa mereka ke pinggir sungai.
Baca: Antisipasi Virus Corona, Wartawan Mulai Menjauh dari PM Jepang?
Baca: Kronologi Murid SD Diperkosa Pria Tak Dikenal di Belakang Rumah Saat Hendak Buang Sampah
Wartawan Tribunjogja.com, Hendy Kurniawan dan Sigit Widya mendapat kesempatan wawancara khusus dengan Kodir.
Berikut petikan wawancaranya:
Tribun: Bagaimana ceritanya hingga Anda datang menolong anak-anak itu?
Sore itu, saat akan memancing bersama adik saya sekitar pukul 14.30 WIB, saya mendengar teriakan bocah-bocah dari arah sungai.
Saya spontan membuang joran, lalu berlari ke sumber suara.
Dari tebing saya melihat puluhan anak berada di dasar sungai.
Sebagian berada di pinggir sambil memegang tebing, sebagian lagi berada di tengah sungai sambil memegangi batu.
Kondisi air masih sangat deras.
Baca: Tersangka Tragedi Susur Sungai Ngaku Punya Ide tapi Malah Tinggalkan Siswa Meregang Nyawa
Baca: Kritisi Menteri Jokowi, Pengamat Burhanudin Muhtadi Singgung Ali Ngabalin: Kasihan Jadi Bemper Terus
Tribun: Apa yang kemudian Anda lakukan?
Saya seketika loncat dari ketinggian tiga meter.
Saya tak perlu pikir panjang, apalagi saya sudah hafal betul kondisi sungai di sekitar situ.
Setelah nyebur di air, saya segera mengevakuasi anak-anak yang memegangi batu di tengah sungai.
Saya bawa mereka satu per satu ke pinggiran yang bisa dinaiki.
Ada yang saya bawa ke kiri sungai, ada yang ke kanan sungai. Saya bawa mereka naik.
Tribun: Bagaimana kondisi siswa yang berada di pinggir sungai sambil memegangi tebing?
Adik saya ikut turun. Adik saya yang mengevakuasi mereka.
Baca: Survei Kandidat Terkuat Pilpres 2024 Versi Indo Barometer: Prabowo Subianto Terkuat, Ganjar Urutan 4
Baca: Bukan Lem Aibon atau Formula E, Menurut Survei Banjir Jakarta Bikin Elektabilitas Anies Anjlok
Saya fokus menolong anak-anak yang berada di tengah, adik saya mengevakuasi yang berada di pinggir.
Selama mengevakuasi anak-anak, saya tak melihat ada siswa maupun siswi hanyut terbawa arus.
Semua bertahan, dengan cara memegangi apapun yang ada di sungai.
Tribun: Berapa anak yang Anda evakuasi?
Total anak yang saya evakuasi lebih dari 20 orang. Enam anak dalam kondisi lemas. Banyak perempuannya.
Tribun: Selain Anda dan adik, siapa lagi yang menolong anak-anak?
Di tempat lain di sungai, saya juga melihat beberapa warga mengevakuasi siswa-siswi yang berada di pinggir sungai sambil memegangi bebatuan.
Baca: 5 Fakta Kesha Ratuliu, Sempat Alami Kekerasan dari Mantan, Kini Tumor Payudara Merongrongnya
Baca: Murianto Bunuh Selingkuhan Karena Cemburu Ditelepon Tidak Dijawab
Mereka membantu pakai tali.
Tribun: Berapa lama Anda melakukan evakuasi itu?
Setelah semua terevakuasi dan berada di atas tebing, saya coba mencari tangga bambu.
Gunanya untuk menyeberangkan mereka ke jalur yang memungkinkan untuk dilalui.
Proses evakuasi yang saya lakukan berlangsung lebih kurang tiga jam dari pukul 14.30 sampai 17.30.
Setelah menolong, saya pulang.
Habis maghrib saya balik lagi, nyari lagi.
Nengok di lembah Sempor, sampai pukul 21.30, terus ada yang ketemu satu lagi itu. Iya meninggal.