News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jadi Korban Pengeroyokan di Parkiran RSUP Kariadi, Sehono Malah Dipecat , Begini Kejadiannya

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sehono korban pengeroyokan bersama istrinya Tutik murdianti menunjukkan foto ketika Sehono terkapar tidak berdaya di ruang IGD RSUP Kariadi akibat aksi pengeroyokan dua temannya, di Kendal, Jumat (28/2/2020).

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Nasib yang dialami Sehono, mantan petugas parkir  di RSUP Kariadi Semarang ini, sudah aniaya secara sadis sesama rekan kerjanya, kini malah dipecat di tempat kerjanya.

Bagai pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, Itulah nasib yang dialami Sehono (50) Warga Kampung Punden Utara Kaliwungu Kabupaten Kendal ini.

Dirinya mengalami penganiayaan dan pengeroyokan oleh dua terduga pelaku berinisial S dan Y, di halaman parkir RSUP Kariadi, Minggu (5/1/2020) sekira pukul 23.00 WIB.

Sehono menuturkan kejadian naas itu, bermula ketika S dan Y menggoda rekan kerjanya, oleh Sehono menimpali perkataan S dengan bermaksut bercanda.

"Saya terhitung akrab dengan S maka saya berani ajak guyonan, ternyata Y malah yang tidak terima," katanya kepada Tribunjateng, Jumat (28/2/2020).

Rasa tidak terima Y, kata Sehono, ditunjukan ketika dia telah absen lalu melihat Y membanting dompet di depannya dibarengi dengan perkataan tidak sopan.

"Ternyata mereka itu mabuk minuman keras, saya baru sadar ketika guyonan saya ditanggapi dengan sangat serius, namun yang saya ajak guyonan itu S bukan Y," terangnya.

Setelah itu, Sehono tidak menanggapi kedua terduga pelaku. Dia bersikap biasa saja karena sudah tahu kalau kedua orang tersebut terpengaruh minuman keras.

"Karyawan saat itu banyak yang tahu kalau mereka berdua mabuk, ada beberapa juga yang melihat saat Y membanting dompet di ruang dekat absen karyawan," jelasnya.

Sehono lantas berjalan menuju parkiran CFC RSUP Kariadi untuk mengambil motornya dan pulang ke rumah.

Ketika berjalan menuju parkiran dia masih melihat Y dan S berjalan di depannya. Kemudian Y memisahkan diri dari S.

Sesampai di parkiran Sehono segera menaiki motornya. Saat naik motor tersebut, belum sempat memakai helm Sehono mengalami aksi pemukulan oleh terduga Y dari belakang.

"Entah dia mukul pakai tangan kosong atau benda lain yang jelas saya langsung jatuh," ujarnya.

Akibat pukulan tersebut tubuh Sehono jatuh bersama motornya. Sementara terduga S bukannya menolong, ternyata membantu Y dengan cara mendorong tubuh Sehono dengan kepala yang ketika itu sedang berusaha berdiri.

Sehono menuturkan tidak mengira mereka berdua akan menyerangnya. Dia juga sempat ingin melawan namun tidak berdaya karena pukulan bertubi-tubi dari kedua terduga pelaku.

Tidak hanya menghujani Suheno dengan bogem mentah, dia juga dipukuli kursi besi yang ada di area parkiran tersebut.

"Saya sudah minta kedua pelaku untuk berhenti memukuli saya karena saat itu penglihatan sudah samar-samar, saya meludah juga sudah keluar darah, kepala juga sangat pening," katanya.

Kedua terduga pelaku akhirnya menghentikan aksi penganiayaan tersebut setelah dilerai oleh beberapa karyawan yang bekerja di tempat tersebut.

Terduga pelaku S sempat meminta maaf kepada Sehono serta memberikan janji akan mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Selain itu, S juga melarang dokter di IGD untuk melakukan visum atas kejadian tersebut.

"Ketika saya dibawa di IGD kondisi kepala sangat pening dan kedua kelopak mata tidak bisa dibuka. Saat saya meminta visum kepada dokter IGD namun tidak ada yang menanggapi, bahkan ada seorang perawat yang bilang kepada saya kalau mau visum suruh bayar Rp 400 ribu. Berhubung karena saya menahan sakit yang luar biasa, maka saya tidak terlalu menggubris," terangnya.

Sehono ketika di IGD merasa penanganan medis yang dia dapatkan kurang. Dia hanya diberikan infus dan oksigen.

"Dokter bukannya merawat dengan penanganan medis saya malah di foto beberapa kali. Lalu hanya dikasih obat paracetamol terus disuruh pulang besoknya Senin (6/2/2020) pagi," katanya.

Istri Sehono, Tutik Murdianti mengatakan, ketika malam penganiayaan yang menimpa suaminya. Dia diberi kabar oleh seorang rekan kerja suaminya. Namun kabar yang dia terima suaminya mengalami kecelakaan.

Tutik akhirnya menuju RSUP Kariadi dengan di antar saudaranya. Sesampai di rumah sakit dia kaget lantaran Suheno tergeletak tidak berdaya.

"Saya melihat darah keluar dari kepala bagian atas dan mulutnya, saya shock dan belum menyadari bahwa suami saya mengalami penganiayaan," katanya.

Setelah itu, Tutik diminta petugas IGD untuk bertemu dengan dua perawat masing-masing berinisial I dan E. Tutik mengetahui suaminya mengalami penganiayaan diberitahu oleh mereka.

Selanjutnya kedua perawat itu menyuruh Tutik membuat surat pernyataan suaminya jatuh dari pohon lengkap dengan kronologi kejadian. Surat pernyataan itu dibuat agar biaya suaminya tercover BPJS.

Sekaligus menyuruh Tutik membuat surat pernyataan yang menerangkan tidak akan menuntut pelaku penganiayaan terhadap suaminya sampai kapanpun.

"Saya disuruh membuat dua surat pernyataan palsu, pertama surat pernyataan tidak menuntut pelaku dan surat kronologi suami tertimpa pohon. Kedua surat saya serahkan ke perawat berinisial I.

Setelah itu mereka juga bilang kepada saya nanti kalau berurusan dengan polisi mereka tidak mau ikut-ikutan," jelasnya.

Tutik juga sempat meminta keterangan dari rekan suaminya yang mengaku melerai aksi penganiayaan tersebut.

Dikatakan Tutik, dari keterangannya , dia merasa kewalahan melerai aksi penganiayaan itu. Lalu dia memanggil bantuan kepada rekan-rekannya.

"Ada beberapa saksi mata juga di situ, namun yang berkenan memberikan keterangan itu Khoiril," ujarnya.

Selepas kasus penganiayaan, Sehono izin tidak masuk kerja untuk beberapa waktu. Tepat pada Senin (17/2/2020) Sehono kembali berangkat kerja.

Diberhentikan Kerja KPRI Bina Citra Husada

Namun setelah itu wadah tempat Sehono bekerja selama bertahun-tahun di Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Bina Citra Husada melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Sehono yang memiliki jabatan attendant parkir.

Pihak koperasi melakukan pemutusan hubungan kerja terhitung mulai tanggal 25 Februari 2020.

"Saya berposisi sebagai korban namun dianggap sebagai pemicu kejadian tersebut oleh pihak Koperasi sehingga saya dikeluarkan."

"Namun saya juga mempertanyakan keputusan ini karena dilihat dari kinerja, usia dan melihat aspek lain. Seharusnya pihak koperasi tidak memecat saya begitu saja yang berstatus sebagai korban," bebernya.

Menanggapi hal tersebut, Kabag Umum RSUP Kariadi, Winarto mengaku tenaga kerja seperti satpam dan parkir di RSUP Kariadi dikelola oleh pihak ketiga sehingga pihak Rumah sakit tidak menangani secara langsung.

"Saya memang mendapat informasi bahwa bulan Januari lalu, saya lupa tanggal berapa, telah terjadi saling ejek dan saling pukul, perlu dicatat bukan kasus penganiayaan," terangnya kepada Tribunjateng saat ditemui di RSUP Kariadi, Selasa (3/3/2020).

Kendati demikian, pihak RSUP Kariadi juga mengkonfirmasi kepada pihak terkait seperti para pimpinan pengelola parkir dan korlap pihak keamanan RSUP.

Menurut Winarto, dia mendapat laporan persolaan tersebut telah selesai dan tidak ada delik aduan. "Dari laporan mereka damai-damai saja tidak ada masalah," jelasnya.

Meski faktanya kasus ini saat ini sedang ditangani polrestabes di Semarang.

Terkait pemutusan hubungan kerja, Winarto mengatakan memang tiga orang yang saling pukul tersebut dikeluarkan dari petugas parkir di RSUP Kariadi karena telah habis masa kontrak dan tidak diperpanjang lagi.

"Apalagi parkir juga akan dikelola sendiri oleh pihak Rumah Sakit sehingga melakukan pengurangan tenaga kerja, tidak hanya tiga orang itu, banyak juga petugas parkir yang lain yang diputus hubungan kerjanya," jelasnya.

Sedangkan Kasubag Humas Rochyatun mengatakan dari awal kejadian hingga saat ini pihak RSUP Kariadi tidak menerima laporan kejadian tersebut baik dari Sehono maupun dari Korlap tempat Sehono bekerja.

"Perlu diketahui parkir dikelola oleh pihak ketiga, jadi tanggung jawab pegawai tersebut bukan ditangan kami," katanya.

Menyangkut pernyataan Tutik Murdianti yang mengaku diintervensi oleh pihak perawat, maka RSUP Kariadi akan menelusuri hal tersebut.

"Kalau ada pemaksaan atau intervensi sepertinya kurang masuk akal, sebab kami tidak memiliki kepentingan di persoalan tersebut. Namun kami tetap coba kroscek dan menelusuri persolaan ini," terang Rochyatun.

Rochyatun menambahkan perihal penangan medis yang dirasa kurang puas yang dialami Sehono, perlu diketahui di IGD tentu kadangkala persepsi antara pasien dengan petugas itu berbeda, apalagi pasien di IGD sangat banyak sehingga ada skala prioritas.

"Seperti yang terjadi pada Pak Sehono yang mengalami pendarahan di bagian kepala maka setelah pendarahan berhasil dihentikan, petugas medis akan memberi infus untuk penganti cairan.

Selanjutnya petugas akan menangani pasien lain yang lebih urgent. Kalau sisa pendarahan belum dibersihkan barangkali belum sempat," katanya.

Ditangani Polrestabes Semarang

Sedangkan Kasubbag Humas Polrestabes Semarang Kompol Sukiyono mengatakan, Polrestabes telah menerima laporan dari Sehono, pihaknya sudah menangani kasus tersebut. Sekarang masih dalam tahap pemanggilan para saksi kendati para saksi belum ada yang hadir.

Menurut Sukiyono, pelapor ketika kejadian kemudian berobat ke RSUP Kariadi tidak meminta visum melainkan berobat karena tertimpa pohon.

Ini dilakukan pelapor karena takut tidak menerima BPJS. Padahal setiap kasus pengeroyokan atau penganiayaan harus berdasarkan visum.

"Namun Polisi tetap bersikap profesional dalam menangani kasus tersebut. Nanti tunggu saja perkembangannya," jelasnya. (Iwn)


Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kisah Pilu Sehono Korban Pengeroyokan di Parkiran RSUP Kariadi Malah Dipecat KPRI Bina Citra Husada

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini