TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Seorang mahasiswa asal Solo berinisial MHP ditangkap petugas Ditreskrimsus Polda Jateng, Jumat (13/3/2020) sore sekira pukul 14.00 WIB.
MHP ditangkap di kosnya daerah Solo karena diduga melanggar Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam penangkapan itu, MHP diduga melakukan ujaran kebencian kepada Presiden Joko Widodo.
MHP memosting informasi di media sosial terkait kebijakan yang lebih mementingkan investasi dibandingkan kondisi rakyatnya.
Penangkapan MHP itu dibenarkan pendamping dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Etik Oktaviani saat dikonfirmasi Tribun Jateng, Sabtu (14/3/2020).
Baca: CATAT Live Streaming TV Online Indosiar Persib Bandung vs PSS Sleman Liga 1: Duel Irfan-Kim Jeffrey
Baca: Kronologis Penemuan Potongan Tubuh Bayi Tanpa Kepala di Takalar Sulsel
Etik mengaku, baru mendapat kabar penangkapan MHP oleh polisi pada Jumat (13/3/2020) sekira pukul 16.00 WIB.
Mendapat informasi tersebut, akhirnya Etik bersama tiga rekan lainnya mendatangi Kantor Ditreskrimsus sekira pukul 17.00 WIB.
"Yang bersangkutan ditangkap oleh Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jateng. MHP disidik di ruang Siber V. Pelaku langsung dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)," kata Etik kepada Tribun Jateng.
Dia mengatakan, MHP mulai diperiksa sejak Jumat (13/3/2020) pukul 17.00 WIB sampai 23.00 WIB.
Baca: Live Streaming TV Online Indosiar Bali United vs Madura United Liga 1: Sapeh Kerrab Target 3 Poin
Baca: Misteri Penemuan Mayat Bayi Tanpa Kepala di Takalar Sulsel, Polisi Menduga Hasil Hubungan Gelap
Menurutnya, MHP lebih dulu ditangkap sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Padahal, kata Etik, penangkapan yang dilakukan pihak polisi terhadap MHP bukanlah operasi tangkap tangan.
MHP diketahui baru menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), Surat Penangkapan, dan Surat Penetapan Tersangka setelah dilakukan penangkapan pada Jumat (14/3/2020) malam kemarin.
Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mempertegas pemberlakuan Pasal 109 ayat (1) KUHAP.
"MK telah memutuskan bahwa Pasal tersebut dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Dimana, Pasal tersebut tetap bisa berlaku konstitusional jika SPDP diserahkan penyidik kepadapenuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor paling lambat tujuh hari setelah terbitnya surat itu," urai Etik.