"Seingat saya, Erzal sebesar Rp 4,9 miliar, Mangku Alam Rp 7,8 miliar, Helmi Jaya Rp 4,7 miliar, Syahbudin 6,3 milar, Karnadni Rp 784 juta, Susilo Dwiko Rp 540 juta, Franstori Rp 34 juta, Gunaido Rp 200 juta, Amrul Rp 106 juta, Ansabak Rp 900 juta, Ika (orang dinas PUPR) Rp 70 juta, Sairul Haniba Rp 40 juta, Yulias Dwiantoro Rp 569,5 juta," sebutnya.
Fria pun mengaku selain pengambilan fee proyek tersebut ia juga mengambil fee sebesar Rp 1,320 miliar untuk pekerjaan tahun 2018.
"Tapi sampai sekarang yang saya ambil fee gak dapat pekerjaan karena tidak dikelola syahbudi," sebut Fria.
Fria menambahkan tahun 2018 ia tak mengambil fee lagi lantaran Kadis PUPR dijabat oleh Franstori.
"Kalau 2019, total nilai 88 miliar, fee Rp 11 miliar dan saat itu yang bertugas Helmi Jaya, kalau saya mengumpulan hanya Rp 238 juta," tandasnya.
Potongan Pencairan
Sempat tak ada anggaran, Fria ngaku ada permintaan fee tiap pencarian anggaran proyek.
Hal ini diungkapkan oleh Fria Apris Pratama bendahara dan keuangan Dinas PUPR dari tahun 2015 hingga 2017 di persidangan Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 16 Maret 2020.
"Apakah ada permintaan dalam pencairan anggaran?" tanya JPU Taufiq Ibnugroho.
"Ada, Desyadi (Kepala BPKAD) meminta 5 persen," ujar Fria.
Fria mengaku uang potongan tersebut akan disetorkan ke Agung Ilmu Mangkunegara.
"Menurut Desyadi, setelah dikurangi dengan pajak dan supervisi saya setor," terang Fria.
Fria pun menjelaskan pada tahun 2016 ia menyetorkan fee Rp 500 juta dan 2017 sebesar Rp 700 juta.
"Untuk 2018 dan 2019, saya tidak kelola," tandasnya.
Dicatat dalam buku Agenda