"Dia menjelaskan secara detail dan rinci. Dia mengusahakan surat keterangan," ujarnya.
Namun, pihak RS belum bisa memberikan surat tersebut saat itu juga.
Pihak RS menyebut surat keterangan bisa didapatkan jika jenazah divisum terlebih dahulu.
Sementara prosesnya memerlukan waktu dua sampai tiga hari.
Pihak keluarga pun memilih untuk tidak melakukan proses tersebut.
Selepas pemulasaran selesai, MR dan keluarga pulang ke rumah.
Ia mendapati rumahnya dalam kondisi basah disemprot disinfektan.
"Gak beberapa lama datang lah petugas medis dari Puskesmas. Mereka survei menanyakan riwayat sakit ayah saya dan riwayatnya apakah ada riwayat ke luar negeri atau tidak," ungkapnya.
Baca: Pakar dari UI Ungkap Perbedaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Social Distancing: Ada Hukum
KTP Almarhum Tersebar
MR menjadi geram setelah ada kabar yang menyebutkan KTP sang ayah disebar dan dicap sebagai pasien positif corona.
MR pun kembali ke RS untuk mengklarifikasi.
"Saya balik lagi ke RS minta pertanggungjawaban kenapa data pribadi bisa sampai ke tangan orang lain dan bisa di-publish ke sosmed," ungkapnya.
Pihak RS pun mengungkapkan tidak bisa membantu mengungkap pelaku penyebaran KTP dengan informasi yang salah.
"KTP ayah saya masih banyak yang dapet kabar hoax-nya, sudah merambah sampai daerah lain," ujarnya.
MR pun melakukan penelusuran mandiri tentang menyebarnya KTP sang ayah dengan informasi yang tidak benar melalui beberapa sumber.
"Menurut kabar yang tersebar di sosial media mengenai KTP ayah saya, ada yang menyebut mendapatkan foto KTP dari salah satu perawat RS," ujarnya.
MR menegaskan, tidak mempermasalahkan prosedur dari RS mengenai sang ayah.
"Yang saya sayangkan cuma kenapa KTP ayah saya bisa kesebar, jadi yang mau saya usut masalah KTP itu," ujar MR.
MR menyebut pihak RS berencana untuk memberikan keterangan padanya.
"Katanya nanti Senin atau Selasa, pihak RS akan mendatangi rumah saya untuk klarifikasi," ungkapnya.
MR pun berharap tidak ada lagi jenazah yang mendapatkan diskriminasi di tengah wabah Covid-19.
"Pesan saya stop diskriminasi orang yang kena wabah, di luar sana mungkin banyak orang yang kena Covid-19, tapi mereka nggak mau ngaku dan takut untuk periksa ke dokter karena diskriminasi masyarakat," ujar MR.
Sikap masyarakat yang mendiskriminasi menurut MR justru bisa memperburuk situasi pandemi Covid-19 di indonesia.
"Saya lihat berita bertebaran warga menolak jenazah-jenazah sampai dilemparin batu. Saya rasa itu tidak pantas," ungkap MR.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P)